Kasus Kekerasan di Trenggalek Awal 2024, Korban Paling Banyak Perempuan
Kasus kekerasan di Trenggalek masih marak terjadi. Berdasarkan data Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Trenggalek, per 25 Maret 2024, ada 5 kasus yang ditangani.Saeroni, Kepala Dinsos PPPA Trenggalek, mengatakan kasus itu meliputi kekerasan seksual, fisik, penelantaran, dan Online Children Sexual Exploitation and Abuse (OCSEA). Dari kasus tersebut, korban paling banyak adalah perempuan."Data per 25 Maret 2024, jumlah kasus ada lima. Jumlah korban 18, [rincinya] laki-laki 2, perempuan 16," ujar Saeroni.Saeroni menyebutkan, jumlah korban kekerasan fisik ada 2, kekerasan seksual ada 10, penelantaran ada 5, dan OCSEA ada 1. Korban kekerasan seksual itu dari kasus pencabulan yang dilakukan Kiai M (77) dan Gus F (37) kepada santri salah pondok pesantren di Kecamatan Karangan.Saeroni menyampaikan, kekerasan seksual itu bisa dilakukan dalam bentuk hubungan seksual secara paksa atau tidak wajar, pemerkosaan percobaan pemerkosaan, inces, dan banyak lainnya.Saeroni juga menyoroti kekerasan seksual yang dilakukan oleh anak terhadap anak lainnya. Kasus OCSEA ini dilakukan dengan mengancam menyebarkan video tanpa busana dari anak yang bersangkutan."OCSEA, jadi anak bisa memeras [mengancam] juga dengan anak yang lain. Ada gambar tidak berbusana yang kemudian dipakai video call, kemudian itu sebagai senjata untuk disebarkan," ucap Saeroni.Oleh karena itu, Saeroni mengimbau kepada orang tua maupun penyelenggara lembaga pendidikan untuk terus melakukan pendampingan kepada anak. Sehingga, potensi anak menjadi pelaku maupun korban kekerasan bisa dicegah."Sesama anak itu juga ada yang sudah mulai untuk mengeksploitasi. Perlu adanya pendampingan terhadap anak-anak," terang Saeroni.Dalam menghadapi kasus kekerasan di Trenggalek, Dinsos PPPA melakukan berbagai upaya pelayanan. Saeroni menyebutkan, pihaknya sudah melakukan 10 pelayanan pendampingan, kesehatan, hukum, serta pemindahan asuhan sementara di rumah aman."Pelayanannya pendampingan ada 10, kesehatan ada 6, hukum ada 8, pemindahan asuhan sementara di rumah aman 3," kata Saeroni.Menurut penjelasan Saeroni, kekerasan adalah perbuatan yang mengakibatkan terjadinya penderitaan fisik ataupun psikis. Lingkup kekerasan itu terjadi di ranah domestik, publik, politik, dan lain sebagainya.Lingkupnya kekerasan domestik di lingkungan rumah tangga, seperti KDRT terhadap istri atau terhadap anak. Kemudian ada yang publik, adalah tempat pelayanan umum, pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, daerah konflik, dan daerah bencana."Misalnya lingkup pelayanan umum di pasar kemudian di terminal. Kita mungkin sudah mendengar beberapa pelecehan seksual Ini tempat-tempat umum. Kemudian pelayanan pendidikan yang di antara anak-anak," ujarnya.Menurut Saeroni, berbagai kekerasan fisik maupun psikis dapat memberi dampak yang serius terhadap anak. Khusus di kekerasan psikis, dampak itu bisa mendorong keinginan untuk bunuh diri."Kekerasan psikis bisa menurunkan psikologi anak, seperti tidak ada kepercayaan diri. Termasuk bunuh diri adalah bentuk kekerasan secara secara psikis," ucapnya.Oleh karena itu, Saeroni menekankan pentingnya pelayanan pendidikan, psikologis, maupun kesehatan anak. Masyarakat perlu memahami berbagai dampak dari kekerasan, sehingga kebutuhan anak bisa lebih diperhatikan."Pendidikan dan psikologis ini adalah yang perlu juga mendapatkan perhatian. Termasuk visum yang mungkin yang perlu diperhatikan kepentingan dari anak," tandasnya.
Kabar Trenggalek Hadir di WhatsApp Channel Follow