KBRT – Lonjakan kasus perjudian di Kabupaten Trenggalek sepanjang tahun 2025 mengungkap fakta menarik. Meski sebagian besar dilakukan secara daring, para pelaku tetap dijerat Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), bukan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Hal tersebut disebabkan karena regulasi dalam UU ITE tidak secara spesifik mengatur sanksi bagi pemain judi online.
Juru Bicara Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek, Marshias Mereapul Ginting, menjelaskan bahwa majelis hakim tetap menggunakan dasar hukum KUHP dalam memutus perkara perjudian.
“Pada umumnya pasal yang kami gunakan 303 KUHP, yaitu judi biasa, bukan ITE. Karena UU ITE tidak secara spesifik menyatakan orang yang bermain judi online. Pihak yang bisa dikenakan UU ITE itu yang membuat, menyebarkan, atau mentransmisikan perjudian. Berbeda lagi kalau orang yang mempromosikan,” ujarnya.
Data PN Trenggalek menunjukkan, sepanjang 2024 tercatat 15 perkara perjudian. Namun hingga Agustus 2025, jumlahnya melonjak menjadi 21 perkara. Lonjakan ini mencerminkan maraknya praktik judi, baik konvensional maupun online, di wilayah Trenggalek.
Meskipun nilai taruhan tergolong kecil—mulai dari Rp800 hingga Rp2.000—majelis hakim tetap menjatuhkan hukuman penjara rata-rata 5 hingga 10 bulan, tergantung pertimbangan yang meringankan atau memberatkan.
“Nominal taruhan menjadi salah satu pertimbangan majelis hakim, selain kondisi keluarga dan latar belakang terdakwa. Itu bisa jadi faktor yang meringankan atau memberatkan, tergantung masing-masing hakim,” jelas Marshias.
Menariknya, sebagian besar perkara judi tahun ini tidak berhenti di tingkat pertama. Jaksa Penuntut Umum (JPU) kerap menempuh upaya hukum lanjutan. Dari total 21 perkara, 14 di antaranya naik ke tahap banding atau kasasi.
“Berarti hampir semuanya upaya hukum, semua dari JPU,” tambahnya.
Kabar Trenggalek - Hukum
Editor:Zamz