Hari Disabilitas Internasional, Mensos Risma Malah Memaksa Anak Tuli untuk Berbicara
Kabar Trenggalek - Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini memaksa anak tuli untuk berbicara dalam acara peringatan Hari Disabilitas Internasional 2021. Upaya Mensos Risma memaksa anak tuli berbicara itu mendapatkan protes langsung dari Stefanus, sebagai perwakilan Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin), Kamis (2/12/2021).Melalui akun YouTube Kementerian Sosial, Risma terlihat sedang mengunjungi berbagai stan pameran karya penyandang disabilitas. kemudian Risma sampai di stan lukisan oleh penyandang tuli. Setelah anak penyandang tuli itu selesai melukis, ia diminta naik ke atas panggung.Kedua anak tuli tersebut bernama Anfil dan Aldi. Anfil merupakan penyandang disabilitas mental dan tuli dipaksa oleh Risma untuk menyampaikan hal yang ingin disampaikan secara langsung.Andil kemudian berbicara. Sementara Aldi penyandang disabilitas autisme dan gangguan dalam berkomunikasi juga dipaksa berbicara oleh Risma. Aldi mengalami kesulitan dan tidak kunjung berbicara.Baca juga: Jokowi Berkunjung ke Trenggalek, Warga Kampak Suarakan Tolak Tambang Emas"Kamu [Aldi] sekarang, Ibu minta bicara enggak pakai alat. Kamu bicara, Aldi. Bisa kamu bicara," kata Risma.Saat Risma memaksa anak tuli berbicara di depan umum, Stefanus kaget kemudian langsung memprotes tindakan Risma. Menurut Stefanus, Risma tidak menghargai para penyandang tuli. Hal itu dikarenakan, penyandang tuli bisa menggunakan bahasa isyarat yang lebih mudah dipahami dan bisa diterjemahkan oleh juru bahasa isyarat."Karakter anak tuli itu bermacam-macam. Jadi ada yang bicaranya tidak jelas, ada yang memang dia tuli sejak kecil dan kemampuan bahasa isyaratnya pun beragam. Jadi itu yang harus dihargai," ujar Stefanus.Meski mendapatkan protes, Risma tetap ngotot dengan tindakannya untuk memaksa anak tuli berbicara di depan orang banyak. Kata Risma, ia memaksa anak tuli untuk berbicara supaya anak-anak tuli bisa memaksimalkan pemberian Tuhan berupa mulut, mata dan telinga.[caption id="attachment_5389" align=aligncenter width=973] Mensos Risma saat memaksa anak tuli bernama Aldi, untuk berbicara di depan orang banyak pada Hari Disabilitas Internasional 2021/Foto: Kementerian Sosial (YouTube)[/caption]Baca juga: Dampak Tambang Emas, Warga Kampak Harus Siap Hadapi Tanah Longsor dan Banjir Skala Besar"Tuhan itu memberikan mulut, telinga, mata kepada kita. Yang ingin Ibu ajarkan pada kalian, terutama anak-anak yang menggunakan alat bantu dengar, sebetulnya tidak mesti dia bisu. Kenapa ibu paksa kalian untuk bicara? Ibu paksa memang, supaya kita bisa memaksimalkan pemberian Tuhan kepada kita, mulut, mata, telinga. Tapi saya berharap kita semua bisa mencoba," ujar Risma.Selain itu, Risma juga mengakatakan jika penyandang tuli bisa berbicara dengan jelas jika dipaksa untuk tidak menyerah. Risma berdalih dengan sosok Staf Khusus Presiden Jokowi yang bernama Angkie Yudistia. Angkie juga merupakan penyandang tuli. Kata Risma, Angkie mampu berbicara lebih jelas karena terus dilatih."Ibu ingin coba berapa kemampuan terutama anak untuk memaksimalkan telinganya, mulutnya. Tidak boleh menyerah, Stefan. Tidak ada kata menyerah. Tidak boleh berhenti. Kamu boleh belajar, boleh tetap gunakan bahasa isyarat. Tapi Stefan, Ibu pingin melatih kalian semua untuk tidak menyerah," ucap Risma.Baca juga: Alam Terancam Rusak, Inilah Daftar Desa di Trenggalek yang Masuk Konsesi Tambang Emas PT SMNMenanggapi penjelasan Risma, kritik kembali dilontarkan oleh Stefanus. Menurut Stefanus, seharusnya Risma memahami apa itu Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities/CPRD)."Ibu, saya harap sudah mengetahui tentang CRPD, bahwasanya anak tuli itu memang menggunakan alat bantu dengar, tapi tidak untuk dipaksa berbicara," tegas Stefan.Stefanus meminta Risma untuk memahami bahwa penyandang tuli memiliki berbagai macam kondisi yang berbeda dan tidak semua bisa disamakan seperti Staf Khusus Presiden, Angkie.Stefan menjelaskan, bahasa isyarat itu sangat penting bagi penyandang tuli. Kata Stefanus, bahasa isyarat itu sudah seperti harta bagi penyandang tuli.
Tinggalkan komentar
Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *