Kabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari iniKabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari ini

Press ESC / Click X icon to close

Kabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari iniKabar Trenggalek - Informasi Berita Trenggalek Terbaru Hari ini
LoginKirim Artikel

Gelombang Penolakan RKUHP, GMNI Trenggalek Demo di DPRD

GMNI Trenggalek menolak pengesahan RKUHAP karena dinilai mengancam kebebasan sipil dan membuka ruang penyalahgunaan kewenangan aparat.

Poin Penting

  • Massa aksi menyoroti proses pembahasan RKUHAP yang dianggap terburu-buru.
  • GMNI mendesak DPR dan pemerintah merevisi pasal-pasal yang dinilai mengancam kebebasan sipil.

KBRT - Aksi demonstrasi berlangsung di depan Gedung DPRD Kabupaten Trenggalek pada Senin (24/11/2024) sekitar pukul 10.45 WIB. Massa dari Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Trenggalek menyuarakan penolakan terhadap pengesahan RKUHAP oleh DPR RI pada 18 November 2024.

Koordinator aksi, Mamik Wahyuningtyas, menjelaskan bahwa GMNI menilai aturan baru tersebut berpotensi mengancam kemerdekaan individu, termasuk akademisi dan mahasiswa kritis, serta belum menyentuh persoalan tata cara penegakan hukum yang adil.

Dalam orasinya, Mamik menegaskan penolakan GMNI terhadap aturan tersebut.

“Kami GMNI Menolak pengesahan RKUHAP dan mendesak Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) agar merombak kembali draft RKUHAP dan membahas ulang arah konsep perubahan KUHAP untuk memperkuat yudisial security dan mekanisme check and balance,” ujar Mamik.

Ia menyampaikan bahwa proses pembahasan RKUHAP tidak mempertimbangkan aspirasi masyarakat. Keputusan yang diambil pada 12–13 November dinilai terlalu terburu-buru untuk mengejar pemberlakuan KUHAP baru pada Januari 2026.

Mamik menilai sejumlah pasal dalam RKUHAP masih bermasalah, termasuk pasal karet yang berpotensi membuka ruang penyalahgunaan kewenangan aparat. Hal itu ia sampaikan melalui berbagai catatan kritis.

Dalam Pasal 5, misalnya, penyelidik dapat melakukan penangkapan, larangan bepergian, penggeledahan, hingga penahanan pada tahap penyelidikan.

“Pasal 5 RKUHAP yang baru disahkan pada tahap penyelidikan dapat dilakukan penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan bahkan penahanan, padahal pada tahap ini tindak pidana belum terkonfirmasi,” katanya.

Menurutnya, ketentuan tersebut berpotensi bertentangan dengan UUD 1945, termasuk hak perlindungan diri, rasa aman, dan prinsip negara hukum yang diatur dalam Pasal 28G Ayat 1, Pasal 28D Ayat 1, dan Pasal 1 Ayat 3.

Ia juga menyoroti Pasal 6 dan 7 yang menempatkan seluruh PPNS dan Penyidik Khusus di bawah koordinasi Polri.

“Padahal selama (kepolisian) ini masih memiliki beban tunggakan penyelesaian perkara setiap tahunnya dan belum optimal dalam menindaklanjuti laporan masyarakat untuk mengusut tindak pidana,” ucapnya.

Mamik menilai aturan tersebut dapat menimbulkan lembaga superpower tanpa kontrol horizontal yang memadai.

Pada Pasal 16, yang mengatur Operasi Undercover Buy dan Controlled Delivery, ia menyebut adanya potensi penyalahgunaan karena kewenangan luas tanpa pengawasan dapat memungkinkan penjebakan oleh aparat.

Mamik juga menyoroti Pasal 74 terkait kesepakatan damai sebelum adanya tindak pidana.

“Semua bisa kena peras dan dipaksa damai dengan dalih restorative justice, bagaimana mungkin belum ada tindak pidana namun sudah ada subyek pelaku,” katanya.

Ia menambahkan, Pasal 93 yang mengatur penangkapan dan penahanan tanpa pengawasan pengadilan dapat membuka ruang kesewenang-wenangan aparat. Mamik menyebut ketentuan tersebut bertentangan dengan prinsip perlakuan adil, kepastian hukum, dan perlindungan kemerdekaan pribadi.

Pasal 89 yang mengatur penggeledahan, penyitaan, pemblokiran, dan penyadapan tanpa izin pengadilan juga menjadi sorotan.

“Pasal 89 RKUHAP yang baru disahkan memberi kewenangan bagi penyidik untuk melakukan penyadapan tanpa seizin hakim dengan dilandaskan pada Undang-undang yang bahkan belum terbentuk,” tuturnya.

Selain itu, Pasal 334 yang memuat lebih dari 10 peraturan pemerintah sebagai pelaksana dinilai memberatkan karena harus dituntaskan dalam satu tahun. RKUHAP berlaku tanpa masa transisi sejak 2 Januari 2026 dan mengikat seluruh aparat serta warga tanpa kesiapan infrastruktur maupun pengetahuan.

“Artinya, potensi kekacauan praktik KUHAP baru yang diterapkan tanpa adanya peraturan pelaksanaan sangat nyata terjadi setidaknya selama 1 tahun ke depan,” kata dia.

Atas dasar tersebut, GMNI Trenggalek mendesak pemerintah dan DPR menghapus sejumlah pasal bermasalah, termasuk Pasal 5, Pasal 16, Pasal 89, Pasal 93, Pasal 124, dan Pasal 334. GMNI juga mendesak agar perlindungan terhadap kebebasan akademik dan integritas riset dijamin melalui perbaikan fundamental isi RKUHAP.

“Jika UU KUHAP tetap dipaksakan kami GMNI Trenggalek memandang ini sebagai kemunduran demokrasi, kami akan terus memantau dan melawan segala bentuk upaya yang bertujuan membungkam suara kritis,” kata dia.

Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.
Dukung Kami

Kabar Trenggalek - Mata Rakyat

Editor: Zamz