Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Dedikasi Lasimun, Kakek dari Trenggalek Pembuat Batu Nisan Tanpa Biaya

Kabar Trenggalek - Raga Lasimun tidak lagi muda. Tubuhnya kurus, menyisakan kulit yang membungkus tulang. Rambut ubannya hampir merata hingga ke seluruh jenggotnya. Namun raga itu tidak menutup kepribadian Lasimun sebagai pria jenaka. Ia begitu lihai dalam mencairkan suasana.Pekerjaan Imun (panggilan Lasimun) lebih banyak mengandalkan sumber daya alam. Sehari-hari, dia memungut ranting-ranting yang jatuh di hutan dekat rumahnya.Pekerjaan itu memang tidak membuatnya berkantong tebal, tapi dia tetap mensyukuri dengan apa yang Sang Pencipta berikan. Sehingga kebutuhan makan dan minum tetap ada, walau sebatas cukup.Imun mulai mendedikasikan diri menjadi pembuat batu nisan untuk perabot pemakaman sejak sebelum 2000. Dia ingat, hatinya terketuk saat mengetahui ada tetangganya yang berkabung, tapi tidak punya cukup biaya untuk pemakaman."Saya pun berpikir, mengapa keluarga yang sudah berkabung, tapi masih kelimpungan mencari biaya pemakaman," ungkapnya.[caption id="attachment_14030" align=aligncenter width=1296]Lasimun duduk di kursi kayu Lasimun duduk di kursi kayu/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Semenjak itu, Imun mulai mendedikasikan diri untuk memenuhi perabot pemakaman. Tak ayal, perabot pemakamannya lengkap, mulai dari patok, nisan, sapu, cangkul, linggis, gelar tempat tidur, kain kafan, telisik, hingga Al-Quran, ia pun punya."Setiap ada orang yang meninggal [di Kelurahan Surodakan] insyaallah saya datang," kata Imun sambil menghisap kreteknya.Sepintas apa yang Imun lakukan seolah seperti penyedia jasa. Namun pria humoris itu menekankan, pihaknya tidak pernah memungut biaya sepeserpun dari warga yang berkabung."Kalau sudah niat, segalanya mungkin," ucapnya.Sudah lebih dari 20 tahun, Imun melakoni dedikasi sosialnya. Selama itu, masa-masa pandemi Covid-19 yang membuatnya merasa tengah mendapat ujian yang lebih berat.Imun turut serta saat prosesi pemakaman, sering kali dia ikut menggali liang lahat. Namun saat pandemi, banyak jenazah meninggal akibat paparan Covid-19.Tak ayal, orang yang menggali liang itu pun harus mematuhi protokol kesehatan (prokes) Covid-19 dengan mengenakan alat pelindung diri (APD): baju hasmat hingga masker.Imun menganggap pakaian tersebut tidaklah cocok bagi penggali liang lahat, karena mereka banyak mengeluarkan keringat dan membutuhkan banyak oksigen. Tak pelak, Imun pernah terkapar pingsan saat menggali liang lahat itu."Pernah jatuh saat mencangkul kuburan pakai APD," imbuhnya.[caption id="attachment_14029" align=aligncenter width=1296]Lasimun memegang baru nisan Lasimun memegang batu nisan/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Tak cukup itu, Imun juga pernah lembur saat membuat batu nisan hingga pukul 02.00 WIB, karena mendapat informasi pemakaman yang mendadak."Bahkan saat saya berada di luar Trenggalek, kemudian mendapat kabar ada pemakaman. Saya pun pulang," ujarnya.Dedikasi itu pun membuat warga hilang langkah, karena Imun selalu menolak santunan yang akan diberikan kepadanya."Cuma menuruti kata hati saja," ucapnya.Imun mengaku, dedikasi sosial itu tidak akan berhenti sampai akhir hayatnya. Dia pun berharap akan ada generasi-generasi berikutnya yang terketuk hati bertindak untuk kepentingan sosial."Sebenarnya banyak yang termotivasi, mereka pun juga orang yang punya, tapi kemauan bertindak itu yang sulit," ungkapnya.