Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Dapat Penghargaan Perlindungan Anak, Trenggalek Masih Punya PR Cegah Kekerasan Seksual

Kabar Trenggalek - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek mendapatkan penghargaan Anugrah Prahita Ekapraya (APE) Kategori Utama, atas komitmennya dalam pengarusutamaan gender. Meski demikian, Pemkab Trenggalek masih memiliki pekerjaan rumah (PR) untuk mencegah kasus kekerasan seksual, Jumat (15/10/2021).Dilansir Dokumentasi Pimpinan Pemerintah Kabupaten (Dokpim Pemkab) Trenggalek, APE merupakan penghargaan yang diberikan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) kepada kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.Penghargaan APE diberikan berdasarkan penilaian telah berkomitmen dalam pencapaian dan perwujudan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan perlindungan anak, serta memenuhi kebutuhan anak.Penghargaan yang didapatkan Kabupaten Trenggalek tentu perlu dibarengi dengan komitmen dalam pencegahan kasus kekerasan seksual. Mengingat, sebelumnya (24/09/2021) ada kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh ustad (SMT) di Trenggalek kepada 34 santriwati. Kasus itu baru terungkap setelah tiga tahun SMT melakukan tindakan bejatnya.Baca juga: Tiga Tahun Cabuli 34 Santriwati, Ustadz di Trenggalek Ditangkap PolisiAgus Trianta, advokat yang menjadi pendamping hukum korban, menjelaskan kelanjutan advokasi kasus kekerasan seksual yang dilakukan SMT kepada 34 santriwati itu. Ia mengatakan, saat ini korban mendapatkan penanganan psikologis dari Dinas Sosial (Dinsos) PPPA Trenggalek. Sedangkan penanganan perkara sedang diproses di Pengadilan Negeri (PN) Trenggalek.“Sementara kemarin anak-anak [korban] dimintai keterangan tertulis. Penanganan psikologi anak oleh Dinsos. Penanganan perkara oleh Yudikatif [PN Trenggalek],” ujar Agus.Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinsos PPPA Trenggalek, Kristina, membenarkan hal tersebut. Kristina mengatakan, pihaknya sedang memberi dukungan psikologi awal kepada para korban.“Ini pada tahap pemberian dukungan psikologi awal [kepada para korban] oleh psikolog klinis,” ujar Kristina.Baca juga: Pencegahan Kekerasan Seksual di Pesantren Harus Dilakukan Bersama-SamaKristina menjelaskan, pihaknya mengupayakan komitmen pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di Trenggalek melalui Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Kabupaten Layak Anak (KLA).“Raperda KLA itu juga membangun sistem perlindungan anak termasuk di sisi pencegahan. Tapi, pemerintah, masyarakat, dunia usaha dan media massa punya kewajiban berperan [dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual],” terang Kristina.Aktivis perempuan memandang kasus kekerasan seksual ini seperti fenomena gunung es. Hal itu disampaikan oleh Tsamrotul Ayu Masruroh, aktivis Front Santri Melawan Kekerasan Seksual (ForMujeres). Ayu mengatakan, ketika ada satu kasus yang terungkap ke permukaan (publik) sebenarnya ada banyak kasus lain yang tidak terungkap.“Kasus kekerasan seksual yang menimpa 34 santri dengan pelaku ustad di pesantren Trenggalek adalah salah satu kasus kekerasan seksual yang terungkap dan aparat hukum berhasil menangkap pelaku tersebut. Selebihnya, masih banyak kasus kekerasan seksual di pesantren yang tak terungkap bahkan ditutup rapat-rapat oleh pihak pesantren itu sendiri,” jelas Ayu.Menurut Ayu, komitmen Pemkab Trenggalek dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan seksual bisa terlihat jika ada transparansi data penanganan kasus kekerasan seksual. Data itu bisa menjadi acuan bagi masyarakat untuk menilai bahwa Pemkab Trenggalek serius menangani kasus kekerasan seksual.“Transparansi data kasus kekerasan seksual itu sangat penting di berbagai daerah. Supaya [masyarakat] bisa meningkatkan kewaspadaan dan sebagai upaya pendidikan kepada masyarakat bahwa kasus kekerasan seksual itu ada,” kata Ayu.“Dan menciptakan ruang aman bebas dari kekerasan seksual itu tidak bisa dilakukan sendirian, menciptakan ruang aman harus diperjuangkan bersama. Membuka data kasus kekerasan seksual itu bukan aib, justru itu langkah baik dan patut diapresiasi bersama,” tambahnya.Dian Meiningtias, Aktivis Perempuan Trenggalek, juga menegaskan pentingnya transparansi data penanganan kasus kekerasan seksual.“Transparansi angka atas data kasus kekerasan seksual sangat penting sebagai bahan kajian sejauh mana gerak, juga komitmen [Pemkab Trenggalek] dalam mencegah serta menangani kasus terkait. Sehingga dapat diperoleh kurva gerak dari waktu ke waktu yang mengindikasi seberapa tingkat kesadaran dan penanganan,” jelas Dian.Hingga berita ini diterbitkan, Kristina, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak, Dinsos PPPA Trenggalek, belum memberi jawaban terkait transparansi data penaganan kasus kekerasan seksual.