KBRT – Trenggalek masuk dalam daftar wilayah Jawa Timur yang diprediksi dilanda cuaca ekstrem pada 10–17 September 2025. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Juanda mengimbau warga waspada terhadap potensi bencana hidrometeorologi, seperti banjir dan tanah longsor.
“BMKG Juanda menghimbau masyarakat dan instansi terkait agar senantiasa waspada terhadap perubahan cuaca mendadak serta adanya potensi cuaca ekstrem berupa hujan sedang hingga lebat yang disertai petir dan angin kencang selama tujuh hari ke depan,” tulis Kepala Stasiun Meteorologi Juanda, Taufiq Hermawan, dalam rilis resminya.
Dalam periode tersebut, cuaca ekstrem berpotensi meningkatkan risiko hujan sedang hingga lebat, banjir, banjir bandang, tanah longsor, angin kencang, puting beliung, hingga hujan es yang berdampak pada aktivitas masyarakat.
Meski Jawa Timur masih berada di musim kemarau, fenomena ini dipicu gangguan gelombang atmosfer seperti Madden-Julian Oscillation (MJO), gelombang Rossby, serta gangguan atmosfer Low Frequency. Suhu muka laut hangat di sekitar Selat Madura juga mendukung pertumbuhan awan konvektif pemicu hujan intensitas sedang hingga lebat.
“Wilayah dengan topografi curam, bergunung, dan tebing diharapkan lebih waspada terhadap dampak yang ditimbulkan akibat cuaca ekstrem, seperti banjir, longsor, jalan licin, pohon tumbang, serta berkurangnya jarak pandang,” imbuh Taufiq.
Wilayah Jawa Timur yang masuk kategori waspada cuaca ekstrem meliputi Bondowoso, Jember, Jombang, Kediri, Kota Batu, Kota Malang, Lumajang, Madiun, Mojokerto, Nganjuk, Pasuruan, Probolinggo, Situbondo, Magetan, Ngawi, Ponorogo, Malang, Pacitan, Bojonegoro, Tuban, Banyuwangi, dan Trenggalek.
Masyarakat juga diimbau memantau kondisi cuaca terkini melalui aplikasi Weather Observation and Forecast Integrated (WOFI), serta rutin menyimak informasi peringatan dini BMKG.
Sementara itu, pelestari pranata mangsa asal Desa Wonoanti, Kabupaten Trenggalek, Hernawan Widyatmiko, menyebutkan bahwa ramalan cuaca ekstrem juga sesuai dengan pengamatan kearifan lokal. Menurutnya, fenomena ini dipengaruhi pergerakan semu bulan dan matahari.
“Meskipun ini secara umum musim kemarau, kombinasi antara posisi matahari beserta bulan dengan gerak semunya membuat iklim di seputar Trenggalek cenderung basah,” ujar pria yang akrab disapa Pak Henk saat dikonfirmasi.
Hernawan menjelaskan, sejak Minggu (7/9/2025) telah memasuki wuku Sinta dalam hitungan Pawukon. Berdasarkan titen nenek moyang, wuku Sinta menjadi penanda kondisi cuaca pada minggu-minggu selanjutnya.
“Jika di wuku Sinta sering turun hujan, maka pada wuku-wuku berikutnya potensi hujan semakin rapat. Sebaliknya, jika curah hujan rendah, maka ke depan juga cenderung lebih rendah,” katanya.
Ia menambahkan, petani biasanya menyiapkan sumuran untuk cadangan air jika di wuku Sinta curah hujan rendah. Namun kali ini, ia mengimbau masyarakat Trenggalek yang tinggal di wilayah curam agar lebih waspada menghadapi risiko bencana hidrometeorologi.
“Kalau wuku-wuku ke depan dari Landep, Ukir, Krantil, hingga Tolu hujan terus turun, maka awal Oktober sudah masuk musim hujan. Penuturan mbah-mbah dulu, wuku Tolu itu digambarkan seperti bedug karena biasanya ada bunyi menggelegar di langit sebagai tanda musim hujan datang,” jelas Hernawan.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Zamz