KBRT - Memasuki bulan Agustus, berbagai event dan kegiatan outdoor seperti pawai dan lomba gerak jalan mulai ramai digelar di Kabupaten Trenggalek. Namun, kondisi cuaca yang sulit ditebak di musim kemarau basah membuat sebagian pihak khawatir.
Penggiat sekaligus pelestari pranata mangsa, Hernawan Widyatmiko, membagikan prediksi cuaca berdasarkan perhitungan wuku atau mingguan dalam budaya Jawa. Menurutnya, periode 17–23 Agustus berada dalam Wuku Kulawu.
“Dalam seminggu itu mungkin akan turun hujan walau hanya gerimis, seperti namanya Kulawu atau kelabu yang bisa diartikan mendung,” ujarnya.
Meski demikian, Hernawan menyebut sebagian besar wilayah Trenggalek yang menggelar pawai antara 18–23 Agustus masih tergolong aman.
Kekhawatiran justru muncul pada pekan berikutnya, 24–30 Agustus, yang memasuki Wuku Dhukut—fase yang kerap diwarnai hujan lebat.
“Kalau tanggal 24 sampai 30 Agustus mungkin sekali turun hujan lebat. Tapi semoga tidak turun karena banyak kecamatan yang pawai di tanggal tersebut,” kata Hernawan.
Ia menjelaskan, istilah Dhukut berarti sakdurunge kukut atau sebelum penghabisan. Pada fase ini, sisa hujan yang belum turun akan “diakhiri” sebelum memasuki kemarau kering.
Sementara itu, 31 Agustus yang bertepatan dengan Hari Jadi Kabupaten Trenggalek akan masuk Wuku Watugunung, yang identik dengan cuaca panas terik.
“Tanggal 31 sudah masuk Watugunung, jadi ke depannya sampai 6 September kemungkinan akan panas terik,” ungkapnya.
Menurut Hernawan, selain perhitungan wuku, pranata mangsa juga mempertimbangkan peredaran semu matahari, posisi bulan, hingga tanda-tanda alam. Namun, ia menegaskan metode wuku memiliki akurasi tinggi karena dibangun dari pengamatan para leluhur selama bertahun-tahun.
“Bukan untuk memastikan atau mengatur alam, tetapi pranata mangsa mengajarkan kita menyesuaikan diri dengan perilaku alam,” jelasnya.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Zamz