Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Bakeuda Was Was, Pajak BPHTB di Trenggalek Tak Ada Cantolan Perda

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek harus berpikir serius untuk melayani masyarakat. Seperti pelayanan pemungutan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Pasalnya, penarikan pajak BPHTB di Trenggalek belum ada cantolan regulasi pasti. Sehingga permasalahan demikian kudu diselesaikan cepat, karena permohonan jual beli tanah di Trenggalek tak tergolong sedikit.

Peraturan daerah (perda) tentang BPHTB di Trenggalek nyantol di Pemerintah Provinsi, sehingga pengenaan pajak BPHTB tumpang tindih tak pasti. Sementara, alasan klasik peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) jadi kunci.

IkatanPejabat Pembuat Akta Tanah Trenggalek Wadul DPRD

Indra Meditya Mardianto, Ketua Ikatan PPAT Trenggalek/Foto: Raden Zamz (Kabar Trenggalek)

Dampak tersebut menimbulkan keluh kesah Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Trenggalek. Keluhan tersebut dihantarkan ke meja DPRD Trenggalek untuk mendapat solusi kepastian pajak BPHTB.

Indra Meditya Mardianto, Ketua Ikatan PPAT Trenggalek, meminta pemkab melalui Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) menerapkan perda yang ada.

"Terkait penerapan Perda BPHTB Trenggalek Nomor 18 tahun 2010 yang di mana penerapan belum diterapkan secara maksimal," terang Indra saat dikonfirmasi usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi I dan II.

Indra meminta Perda BPHTB untuk dibenahi. Pembenahan termasuk dalam Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) disesuaikan dengan harga pasar melalui peraturan bupati (perbup).

"Dimana Rancangan Peraturan Daerah [Raperda BPHTB] ini sudah diajukan tapi belum mendapat ketok palu, dalam satu tahun saat masa transisi belum bisa kepastian di lapangan antara perda lama dan baru," lanjut Indra.

Indria juga meminta kepastian hukum penetapan pajak BPHTB antara Pemkab dengan PPAT. Pasalnya, ketika mendapati pemohon jual beli, yang ditanya adalah soal pajak yang dikenakan.

"Banyak di tahun ini pemohon kami dari masyarakat batal transaksi pajak, karena harga jual beli yang disetujui Bakeuda lebih tinggi dan tidak bisa mengikuti pengakuan para pihak, penjual dan pembeli tanah," tegasnya.

Indra mencontohkan, ada proses hibah yang sedang dikerjakan untuk sertifikat tanah. Ia mengajukan dari patokan NJOP lebih tinggi dengan total nilai 200 juta. Namun, Bakeuda Trenggalek menyetujui harga transaksi Rp 1,2 M, sehingga membuat bengkak pajak BPHTB.

"Meminta langsung kepada Bakeuda untuk menerapkan perda yang sudah ditetapkan 18 Tahun 2010. Bahwa terhadap transaksi jual beli itu yaudah ditetapkan saja harga pasar bukan transaksi, karena kami tidak mengetahui pengakuan pihak penjual itu benar atau salah," tegasnya.

Dari pengakuan Indra, pihaknya akan melakukan RDP kembali dengan DPRD Trenggalek. Pasalnya, ia menganggap Bakeuda belum mengakomodir PPAT di dalam regulasi Perda maupun Perbup.

Bakeuda Trenggalek Was Was, Tutup Telinga Masyarakat Mengeluh BPHTB

Hartoko, Kepala Bakeuda Trenggalek/Foto: Raden Zamz (Kabar Trenggalek)

Hartoko, Kepala Bakeuda Trenggalek, bakal membuka telinga serius. Pasalnya, ia tak mendengar keluhan masyarakat soal tingginya pajak BPHTB, yang ia dengar adalah keluhan PPAT.

Namun, ia tak menutup kemungkinan bakal bertemu secara pribadi dengan PPAT untuk membahas keluhan pasca disampaikan di DPRD Trenggalek, Senin (31/07/2023).

"Saya belum tahu soal keluhan masyarakat [BPHTB], yang saya tahu yang mengeluh teman-teman PPAT," terang Hartoko saat dikonfirmasi pasca RDP.

Sementara itu, tindak lanjut terkait Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 ke perda saat ini masih proses. Katanya, bakal diberlakukan 2024 mendatang di semua daerah.

"Tidak ada target [PAD], untuk PAD sendiri memang kesepakatan kami dengan dewan soal pendapatan, namanya kesepakatan haus terealisasi," tegasnya.

Catat 6 Poin, DPRD Trenggalek Ketul Pengawasan?

DPRD Trenggalek/Foto: Raden Zamz (Kabar Trenggalek)

Tiga fungsi Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Trenggalek; Pengawasan, Budgeting, dan Pembentukan Regulasi diuji saat RDP dengan PPAT. Pasalnya, legislatif mengakui ada beberapa keluhan masyarakat.

Agus Cahyono, Wakil Ketua DPRD Trenggalek mengatakan keluhan dalam pembuatan sertifikat rumit banyak dikeluhkan masyarakat, kemudian sampai mendatangi DPRD minta pembuatan sertifikat tanah dikawal sampai selesai.

"Masyarakat komplain dalam pembuatan sertifikat ruet, masyarakat mengeluh, datang ke DPRD minta pembuatan sertifikat tanah dikawal," terangnya mengakui keluhan masyarakat.

Sementara itu, saat melakukan hearing terhadap PPAT, Dewan menangkap 6 poin. Salah satu poin krusialnya yaitu harga tanah yang tidak sesuai dikarenakan miskomunikasi antara PPAT dan Bakeuda.

"Harga dari objek pajak yang sering terjadi mis antara teman PPAT dan Pemda, kadang satu bidang tanah yang diajukan tidak sesuai dengan harga pasar," katanya saat dikonfirmasi sejumlah awak media.

Menurutnya, ada solusi khusus yaitu tentang standar khusus (harga pasar) dalam regulasi Perda dan Perbup, seperti ring harga pasar. Namun, hingga saat ini Pemkab Trenggalek belum punya. Katanya, ingin bicara poin itu terhalang dengan terbitnya undang-undang.

"Kita tindak lanjuti, regulasi di Kabupaten Trenggalek masih harmonisasi di Gubernur, kemungkinan raperda itu baru bisa ditindaklanjuti tahun depan, untuk memberikan masukan harga pasar [dalam perda]," paparnya.

Agus Cahyono menerangkan, untuk solusi sementara sambil menunggu masa transisi Perda muncul ia menyarankan Bakeuda Trenggalek untuk membuat kanal khusus membuka informasi harga pasar setiap zona.

"Ada semacam komunikasi kanal khusus dengan Bakeuda membuka informasi zona dengan contoh ini ringnya sekian, sambil menunggu diputuskannya Raperda kami yang lagi proses," tandasnya.