KBRT - Pada awal bulan Ramadhan penjual kolang-kaling mulai marak di pasar tradisional, makanan kaya serat ini memang biasa ramai digunakan sebagai campuran minuman atau takjil, tetapi peminat biji buah aren tersebut tampaknya mulai sepi di bulan puasa kali ini.
Hal tersebut dirasakan Mutrikah(50), warga Desa Sumberingin, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek. Ia merupakan salah satu pedagang di pasar sore yang menyediakan kolang-kaling.
“Satu hari ini belum ada satupun yang beli kolang - kaling, padahal di pasar sore tidak banyak yang menjual makanan ini,” keluhnya.
Mutrikah mendapatkan kolang kaling dari petani di pule, ia membelinya dengan harga Rp.20.000 per satu kilogram Sedangkan ia menjualnya di pasar seharga Rp.25.000 untuk satu kilogram, harga yang sudah disesuaikan dengan penjual lain.
“Saya baru bawa kolang-kaling ini dari petani sebanyak enam kilogram. Saya takut akan terbuang sia sia jika terus begini,” ujarnya.
Mutrikah sudah berjualan di Pasar Sore selama puluhan tahun, menurutnya baru kali ini kolang - kaling sepi peminat, tidak seperti tahun lalu yang sedari awal puasa sudah lumayan ramai.

“Menurut saya hal ini disebabkan trend takjil yang sudah berubah, sebenarnya kolang - kaling dapat bertahan selama seminggu di luar kulkas, cukup dengan rutin mengganti air rendamannya,” ungkapnya.
Menurut pengakuan Mutrikah kolang - kaling yang dijual di Pasar Trenggalek adalah produk Nggalek sendiri.
Selain kolang-kaling mutrikah juga menjual cincau hitam atau janggelan yang didapatkan dari Tulungagung. tetapi mutrikah mengatakan bahwa cincau hitam pun sama saja sepi peminatnya.
“Mungkin memang banyak pesaingnya, pantas kolang-kaling kurang diminati, saya kira jual kolang - kaling laris seperti dulu, ternyata sekarang sudah sepi,” pungkasnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz