KBRT - Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI) Kabupaten Trenggalek merespons keluhan pedagang kaki lima (PKL) atas Surat Edaran Bupati Trenggalek yang melarang aktivitas jual beli di kawasan alun-alun selama bulan agustus.
APKLI menyatakan komitmennya untuk mendampingi para pedagang dan pelaku UMKM agar tetap dapat berjualan, terutama dalam agenda yang bernilai budaya dan historis bagi warga Trenggalek.
Ketua APKLI Trenggalek, Haryo Heru Sulaksono, mengungkapkan bahwa pihaknya menerima aspirasi dari sejumlah PKL yang merasa dirugikan akibat kebijakan tersebut.
"Teman-teman PKL akhirnya minta perlindungan ke kami karena dianggap sebagai bapaknya. Tadi sudah ketemu, sudah ada jawaban dan permintaan mereka kami tampung. Kami siap untuk tetap membantu kegiatan itu supaya bisa terus berjalan," kata Haryo.
Meski menyayangkan surat edaran itu, APKLI tetap mengedepankan pendekatan dialog. Mereka berencana terus menjalin komunikasi dengan pihak Pemerintah Kabupaten Trenggalek, DPRD, serta dinas teknis terkait.
"Kalau sampai hari Kamis tidak ada jawaban dari pihak terkait, tadi sudah disampaikan, teman-teman siap tidak melakukan aksi massa besar-besaran. Tapi secepatnya harus ada jawaban soal tetap berlangsungnya kegiatan di alun-alun," lanjutnya.
Wakil Ketua APKLI Trenggalek, Gaguk Susilo Admojo, menilai isi surat edaran itu telah menimbulkan keresahan, terutama karena dianggap tidak sejalan dengan tradisi lokal.
“Hari jadi merupakan momen sangat penting bagi masyarakat Trenggalek dalam pengembangan ekonomi mikro kerakyatan. Harapan kami dari APKLI, kebijakan melalui surat edaran kemarin bisa dikoordinasikan kembali,” ujarnya.
Ia juga menyayangkan keputusan yang dikeluarkan tanpa melibatkan organisasi pelaku UMKM dan PKL. “Padahal kami sudah pernah melakukan audiensi dengan Bupati, Kesbangpol, dan Perindag beberapa tahun lalu. Namun seolah-olah kami tidak diberi ruang,” tegas Gaguk.
Mengenai penggunaan ruang terbuka hijau (RTH) alun-alun, APKLI mengakui adanya regulasi pembatasan. Namun menurut mereka, pelarangan tersebut seharusnya tetap memberi ruang untuk pertimbangan situasional.
“Memang betul tidak bisa dipergunakan untuk kegiatan rutin. Tapi dalam event bersejarah atau kegiatan tertentu, semestinya bisa dipertimbangkan sesuai kewenangan penyelenggara,” tutupnya.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Lek Zuhri