Daftar Isi [Show]
Masalah Lingkungan yang Dirasakan Gen Z
[caption id="attachment_66687" align=aligncenter width=1280] Aeshnina Azzahra Aqilani, pelajar kelas 2 SMA asal Gresik, mengirim surat isu lingkungan kepada 3 capres 2024/Foto: Prigi for Kabar Trenggalek[/caption]Dalam surat kepada capres Anies Rasyid Baswedan, Ganjar Pranowo, dan Prabowo Subianto, itu, Nina mengungkapkan masalah lingkungan yang paling banyak dirasakan generasi Z. Pertama, hilangnya kawasan hijau atau meningkatkan aktivitas deforestasi di Kalimantan Selatan menjadi konsensi sawit dan tambang."Konsesi sawit dan tambang yang berdampak pada menyusutnya mata air, berkurangnya paru-paru dunia, dan kehilangan kekayaan ekologis/keanekaragaman hayati contohnya adalah hilangnya rumah bagi orangutan. Saat ini Indonesia menjadi negara keempat tercepat laju deforestasi hutan primer [270 ribu Ha/Tahun]," tulis Nina.Kedua, pencemaran sungai akibat sampah plastik, limbah pabrik, pembuangan kotoran hewan ternak dan kotoran manusia. Bahkan, Sungai Citarum dijuluki sebagai Kakus Raksasa karena tingginya pencemaran Bakteri E-Coli.Hasil survei saya 62,3% orang merasa permasalahan lingkungan di sekitar mereka adalah sampah yang dibuang ke sungai. Sebuah studi baru yang dipimpin oleh University of Oxford mengembangkan model resolusi tinggi yang menyimulasikan pergerakan sampah plastik di lautan dunia."Hasil studi ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah sumber utama sampah plastik berbasis darat yang ditemukan di pantai-pantai di Seychelles. Sampah yang Indonesia hasilkan dari Sungai Cisadane mengalir hingga pantai di Seychelles, Afrika," terang pelajar SMA Muhammadiyah 10 Gresik itu.Penelitian Ecoton 2023 menyebutkan 64 sungai Nasional telah tercemar Mikroplastik. Pencemaran sungai mempercepat kepunahan ikan-ikan air tawar di IndonesiaKetiga, buruknya pengelolaan sampah, pembuangan sampah sembarangan dan pembakaran sampah mencemari udara, terutama bakaran sampah Plastik yang menimbulkan bau tak Sedap."Survei yang saya buat menyasar 862 responden menunjukkan 69,8% orang melaporkan bahwa pembakaran sampah adalah masalah lingkungan yang paling sering mereka temui," papar Nina.Nina menyebutkan, 53,1% orang merasa tidak disediakan tempat pengolahan sampah sementara terpilah (TPST) di desanya hingga sampah ditimbun dimana-mana. Peningkatan penggunaan plastik dan tidak adanya tempat pengolahan yang memadai.Keempat, Indonesia menjadi tempat sampah negara Maju, beberapa Desa di Serang (Banten) Sidoarjo, Mojokerto dan Malang (Jatim) masih menjadi tempat pembuangan dan pembakaran sampah-sampah plastik dari Amerika Serikat, Belanda, Korea Selatan, Jepang, Jerman, Inggris, Italia dan negara maju lainnya."Aktivitas ini membawa dampak pencemaran air, udara, tanah dan meracuni rantai makanan karena ditemukannya mikroplastik dalam ikan, tahu dan kerang, bahkan dalam telur ayam telah terkontaminasi Dioksin," terang Nina.Kelima, pencemaran udara akibat emisi kendaraan bermotor dan asap pabrik yang masih menggunakan bahan bakar fuel meningkatkan cepatnya pemanasan global akibat tingginya kadar Karbondioksida, nitrogen oksida, gas metana, dan, aerosol. Jakarta saat ini menjadi kota dengan kualitas Udara terburuk di Dunia.Keenam, penangkapan ikan sungai ilegal dengan menggunakan bom, racun dan pukat harimau yang mempercepat kepunahan ikan.Ketujuh, pemburuan satwa liar banyak terjadi dan berulang-ulang akan menyebabkan hilangnya keseimbangan alam dan kepunahan.Kedelapan, pemanasan global ditandai dengan iklim dan musim tidak menentu yang bisa dirasakan tingginya suhu yang terus meningkat. Tahun 2023 lalu, merupakan suhu terpanas yang pernah tercatat sejarah."Indonesia merupakan negara ke-9 negara emitter karbon tertinggi yang berefek buruk pada ketahanan pangan mengakibatkan harga pangan naik dan distribusi pangan tidak merata," ungkap Nina.Penyebab Masalah Lingkungan
[caption id="attachment_59343" align=aligncenter width=1280] ECOTON soroti limbah sampah plastik yang menumpuk di sungai Trenggalek/Foto: Wahyu AO (Kabar Trenggalek)[/caption]Berdasarkan masalah-masalah lingkungan yang paling dirasakan generasi Z, Nina menganalisa beberapa penyebabnya. Seperti, pemerintah yang tidak menganggap kerusakan hutan adalah masalah yang serius. Sehingga, aktivitas deforestasi terus terjadi, perburuan satwa liar dan penangkapan ikan dengan alat-alat yang merusak lingkungan.Kemudian, problem sampah tidak menjadi isu prioritas yang harus ditangani, padahal sampah plastik sudah menjadi isu global yang menjadi fokus di berbagai negara. Kurangnya pengawasan dan sanksi tegas dari pemerintah mengakibatkan produsen tidak bertanggung jawab atas sampah produk yang telah dihasilkan."Padahal setiap industri harus bertanggung jawab atas pembuangan kemasan dan produk yang tidak dapat dikomposkan atau sulit untuk terurai, hal ini tertulis dalam Pasal 15 UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah. Buruknya pengelolaan sampah terutama sampah plastik juga menyebabkan pencemaran udara dan pencemaran sungai," kritik Nina.Nina menjelaskan, plastik tidak akan terurai di alam secara alami, namun akan terpecah menjadi serpihan kecil berukuran <5 mm disebut mikroplastik. Mikroplastik ditemukan telah mencemari seluruh rantai makanan dan lingkungan. Lebih parahnya, mikroplastik ditemukan di tubuh manusia termasuk air susu ibu, pembuluh darah, hingga paru-paru."Hal ini sungguh menjadi serius dan harus diprioritaskan demi Kesehatan manusia dan lingkungan untuk generasi masa depan," ujar Nina.Nina memaparkan, bahan kimia EDCs penyusun mikroplastik akan merusak sistem hormon yang dapat mengurangi kesuburan, kanker prostat, kanker payudara, bahkan cacat janin. Jika hal ini dibiarkan dan tidak segera diatasi pasti akan merusak keseimbangan alam dan mengganggu Kesehatan lingkungan," jelas Nina."Pemerintah membiarkan Indonesia menjadi tempat pembuangan sampah karena hingga saat ini masih ditemukan sampah impor masuk ke Indonesia. Belum ada keseriusan dalam pengendalian pencemaran udara dan upaya pengurangan penggunaan bahan bakar batu bara," kritik Nina.Menurut Nina, pengendalian sampah plastik sekali pakai harus menjadi prioritas. Adanya plastik treaty menjadi bukti banyaknya negara yang sadar akan bahaya plastik sekali pakai. Berdasarkan survei yang ia lakukan, untuk mewujudkan kota yang bebas sampah plastik sekali pakai adalah 51,9% orang menjawab dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.Harapan Gen Z untuk Capres 2024
[caption id="attachment_59772" align=aligncenter width=1280] Pelajar SMPN 2 Dongko Trenggalek belajar penelitian uji kualitas air di Sungai Konang/Foto: ECOTON for Kabar Trenggalek[/caption]Nina mengatakan, banyak masyarakat yang tahu bahwa sampah plastik harus dikurangi tapi mereka terus menggunakan plastik sekali pakai, karena tidak ada penegasan regulasi pembatasan plastik sekali pakai."Jadi, kerusakan lingkungan sudah sangat parah di Indonesia, kami butuh bantuan bapak calon presiden agar SEGERA mengatasi permasalahan lingkungan ini," ujarnya.Generasi milenial dan Gen Z adalah generasi yang paling mendominasi Pemilu 2024, yaitu sebanyak 56,45% dari total keseluruhan. Sebagai anak muda Indonesia, Nina ingin memiliki pemimpin yang sayang dengan generasi penerus Indonesia. Sehingga, mau memprioritaskan lingkungan, menjadi sahabat Orang Utan menjaga hutan dan satwa dari kepunahan dan bertindak seperti river warrior yang menjaga sungai-sungai dari pencemaran."Tidak serakah mengambil hak lingkungan untuk generasi kami, dan tidak hanya pandai berbicara tapi punya aksi nyata, seperti Aquaman yang berani berjuang menjaga lautan dari polusi. Itulah sosok pemimpin yang anak muda Indonesia inginkan," ungkap Nina.Oleh karena itu, Nina meminta kepada 3 capres untuk:1. Menghentikan Kegiatan Penebangan Hutan liar/STOP DEFORESTASI2. Melindungi Sungai-sungai dari Pencemaran dan memberi sanksi berat kepada kegiatan Industri, Pertambangan dan perkebunan sawit yang mencemari dan merusak sungai.3. Membersihkan udara Indonesia dari polusi dan mengurangi produksi karbondioksida (emisi karbon), sehingga Indonesia tidak lagi menjadi penyebab pemanasan global4. Membebaskan Indonesia dari sampah plastik sekali pakai dengan:- Membuat Peraturan Presiden Pembatasan Plastik untuk menghentikan produksi kemasan sekali pakai pakai
- Mewajibkan pemerintah desa untuk menyediakan layanan pengolahan sampah terpilah dan pengomposan di wilayah kawasan desa tidak hanya tersedia di kota besar. Mewajibkan produsen untuk mendesign ulang packaging plastik sekali pakai, menjadi packaging yang dapat digunakan berulang atau bisa di refill kembali untuk menghentikan produksi sampah baru.
- Menjalankan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah, Pasal 6, tugas pemerintah dan pemerintahan daerah untuk menjamin terselenggaranya pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan, menegakkan aturan larangan pembakaran sampah.
- Menghentikan impor sampah plastik dan memaksimalkan pengumpulan sampah plastik dan kertas dari dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan industri daur ulang dan kertas.