Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Ada Udang di Balik Kursi Dewan

Kubah Migunani

Persoalan perusakan lingkungan akibat tambak udang di pesisir selatan Trenggalek tak kunjung selesai. Masyarakat yang resah akan perusakan lingkungan itu terus menyuarakan aspirasinya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Trenggalek.

Pada Kamis, 15 September 2022, Puluhan masa Aliansi Rakyat Peduli Trenggalek (ARPT) melakukan aksi tolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) di depan Kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Tak hanya itu, masa aksi juga menyuarakan persoalan lingkungan yang tak kunjung diselesaikan oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Trenggalek.

Mustaghfirin ARPT, menduga ada anggota DPRD Trenggalek yang "bermain" dalam perizinan tambak udang, khususnya di Kecamatan Watulimo.

"Kami juga menuntut kepada DPRD Trenggalek, melaksanakan pemeriksaan dan pengusutan terhadap anggota DPRD yang telah kita duga terlibat dalam permainan tambak udang di Watulimo," ujar lelaki yang akrab disapa Firin itu.

Firin menyampaikan, tambak udang di Watulimo belum punya izin yang jelas, serta menabrak Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sehingga, Firin dan massa ARPT menuntut adanya pemeriksaan terhadap keterlibatan oknum DPRD Trenggalek dalam tambak udang yang merusak lingkungan.

"Kami menuntut DPRD Trenggalek menyampaikan secara terbuka hasil pemeriksaan terhadap oknum tersebut," tegas Firin dalam orasinya.

Firin menyampaikan, perjuangan untuk menyelesaikan persoalan lingkungan akibat tambak udang sudah sejak tahun 2017. Waktu itu, DPRD Trenggalek berjanji akan menyelesaikan masalah limbah tambak udang pada akhir tahun 2020.

"Ada beberapa catatan dari kami. Ketika komisi III, Ketua DPRD Trenggalek, dulu tahun 2017 akan menyelesaikan persoalan limbah tambak udang di akhir tahun 2020. Tapi belum selesai sampai sekarang," ungkapnya.

"Kami rakyat tidak ingin dikhianati lagi. Biar masyarakat tahu sendiri, bagaimana kualitas dan komitmen DPRD kita dalam isu lingkungan hidup," tandas Firin.

Siapa Anggota Dewan Trenggalek Pemilik Tambak Udang Ilegal?

[caption id="attachment_20330" align=aligncenter width=1280] Mustaghfirin sampaikan aspirasi tolak kerusakan lingkungan akibat tambak udang dan tambang emas, di hadapan anggota DPRD Trenggalek/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]

Selasa, 24 Mei 2022, Kabar Trenggalek menerbitkan berita berjudul “Ormas Duga Oknum DPRD Trenggalek Sumbang Kerusakan Lingkungan Melalui Tambak Udang”. Artikel dalam rubrik Mata Rakyat tersebut mengulas dua sisi pandang persoalan pro kontra tambak udang yang ada di Kabupaten Trenggalek.

Sudut pandang pertama memunculkan komentar Mustagfirin, ketua Aliansi Rakyat Peduli Trenggalek (ARPT). Tercatat ARPT pernah melakukan aksi yang diklaim untuk menyuarakan kepentingan rakyat. Firin menyoroti soal keterlibatan seorang anggota DPRD Trenggalek atas kepemilikan tambak udang yang ia nilai masih berstatus ilegal. Ia berpendapat bahwa seorang anggota legislatif tidak bisa dibenarkan apabila menjalani bisnis tak berizin alias ilegal.

Firin kekeh mengungkap bahwa kepemilikan tambak ilegal itu salah satunya adalah milik seorang anggota dewan DPRD Trenggalek. Meski ia tidak mengatakan secara fulgar tentang siapa nama anggota DPRD ini, hanya inisial saja, namun Firin mengaku telah melakukan banyak interview terhadap masyarakat sekitar tambak.

“Dugaan ini diperkuat dari pengakuan masyarakat sekitar Tasikmadu dan Karanggongso bahwa inisial IB itu memiliki tambak udang," kata Firin.

[caption id="attachment_20472" align=aligncenter width=1280] Tiga anggota DPRD Trenggalek saat didemo soal limbah tambak/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]

Firin menyebut inisial IB untuk menunjukkan siapa anggota DPRD Trenggalek yang bermain-main dengan hukum untuk mengeruk keuntungan dari usaha ilegal dengan memanfaatkan lingkungan.

Bukan tanpa alasan sebenarnya, Firin ngotot menyoroti legalitas tambak udang yang belum lengkap guna mencegah pencemaran lingkungan yang lebih para, bukan soal usaha tambak udang faname yang berdampak pada sisi ekonomi masyarakat.

Di akhir wawancara dengan Kabar Trenggalek, ia bersuara “Tentunya ini menjadi catatan kami, bahwa anggota legislatif Kabupaten Trenggalek tidak punya komitmen terhadap masyarakat yang sudah menyampaikan aspirasi. Ini pun dapat mencederai demokrasi yang ada di Trenggalek”.

Sudut pandang kedua menyoroti soal tanggapan anggota DPRD Trenggalek yang disebut Firin memakai inisial IB. Jurnalis Kabar Trenggalek telah mendeteksi siapa sebenarnya IB dan kemudian menemuinya untuk diwawancarai.

Kabar Trenggalek tidak menyebut siapa sebenarnya IB. Namun Kabar Trenggalek berupaya untuk mengedepankan prinsip berimbang dari dua sisi (cover both side). Alasan tidak menyebut nama, merupakan kesepakatan antara jurnalis dan narasumber.

[caption id="attachment_17677" align=aligncenter width=1280]Tempat penampungan limbah tambak udang yang diduga milik Emil Elestianto Dardak Tempat penampungan limbah tambak udang yang diduga milik Emil Elestianto Dardak/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]

Nyatanya IB menampik apa yang telah ditudingkan Firin. Usaha tambak milik IB sudah memiliki IPAL (Instalasi Pengolah Air Limbah). Akan tetapi, IB mengaku bahwa IPAL yang ia buat masih alakadarnya. Sementara itu, sesuai aturan, pembuatan IPAL tidak boleh ada kata sederhana. IPAL haruslah standar. IB mengaku, untuk membuat IPAL yang standar aturan, pihaknya mempunyai kendala lahan.

Keberatan Firin atas kerugian lingkungan karena dampak limbah tambak ini sekali lagi ditampik oleh IB. Ia ngotot, bahwa limbah yang merugikan itu dicirikan mengeluarkan bau menyengat, warna air berubah pekat, hingga menyebabkan biota laut mati. IB mengklaim bahwa IPAL sederhananya selama ini sudah bisa meminimalkan dampak yang dimaksud Firin.

IB dalam komentarnya tampak memiliki definisi sendiri terkait usaha tambak udang. Bagi IB, selama limbahnya tidak menimbulkan perubahan warna air menjadi pekat, tidak menyebabkan biota laut mati dan tidak menimbulkan bau menyengat, tambak udang boleh dijalankan. Bahkan, IB mengatakan, usaha tambak boleh dilakukan meski izin belum dikantongi.

Alasan IB, dalam peraturan daerah (perda) RTRW lama, tidak banyak menyinggung tentang usaha tambak udang, sementara untuk perda RTRW baru belum juga selesai diundangkan. Pihaknya menduga, status tersebut membuat pengajuan perizinan tambak menjadi mengalami kemandekan.

IB juga mengaku sudah pernah mengajukan izin, tapi masih proses dan tidak keluar-keluar. Oleh karena itu, IB memilih melanjutkan usaha tambak udang dengan syarat tidak sampai menimbulkan gejolak di masyarakat.

Tentang Persoalan Tambak Udang Vaname di Trenggalek

[caption id="attachment_17676" align=aligncenter width=1280]Kawasan tambak udang yang diduga milik Emil Elestianto Dardak Kawasan tambak udang yang diduga milik Emil Elestianto Dardak/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]

Trigus D. Susilo, pada tahun 26 Juli 2020, menulis artikel yang diterbitkan di portal nggalek.co berjudul “Sebelum Tambang Terbitlah Tambak”, catatan tersebut bertujuan untuk mencatat ikhwal munculnya tambak-tambak udang ilegal di Trenggalek.

Tulisan itu menjadi salah satu pemantik membangkitkan suara-suara masyarakat yang mengeluh akan kehadiran tambak. Bukan tanpa alasan, pada waktu itu masyarakat sekitar tambak udang --ketika ditemui Trigus-- menuturkan kekhawatirannya terkait dampak yang ditimbulkan.

Misalnya, dalam reka kejadian di wilayah seputar jembatan galau, tempat konservasi tanaman manggrove yang menjadi tempat pembiakan kepiting mangrove. Pengelola tempat tersebut mengaku telah kehilangan keberadaan kepiting-kepiting ini, kemudian mereka menyangkut-pautkan dan mencurigai bahwa penyebabnya dikarenakan adanya pencemaran air oleh limbah tambak.

Limbah tambak itu mengakibatkan perubahan habitat yang menjadi tempat tumbuh kembang mereka. Selain itu, para nelayan Pantai Prigi khawatir bahwa limbah tambak udang yang langsung dibuang ke laut, akan mempengaruhi keberadaan ikan.

Tulisan "Sebelum Tambang Terbitlah Tambak," kemudian dibagikan di grup Facebook IST (Info Seputar Trenggalek). Unggahan itu mendapat respon kuat dari warganet. Komentarnya beragam, ada yang menyetujui tambak udang itu guna mengangkat perekonomian masyarakat, namun juga ada yang beranggapan bahwa itu adalah pencemaran yang tidak boleh dilakukan.

Bahkan dari grup Facebook IST, Trigus mendapatkan pengalaman diancam oleh warganet. Komentarnya “Reneo, tak pakakne urang” artinya "Sini, saya jadikan kamu pakan udang".

Respons Penegak Hukum Polres Trenggalek

[caption id="attachment_20478" align=aligncenter width=1280] Polres Trenggalek tangkap pelaku tambak udang perusak lingkungan/Foto: Dokumen istimewa[/caption]

Isu limbah tambak udang yang berkembang di masyarakat Trenggalek mendapat respons dari Polres Trenggalek. Salah satu respons tersebut ditunjukkan dengan mengundang beberapa pegiat lingkungan untuk berdiskusi dan menelaah lebih jauh terkait keberadaan tambak udang bersama Kapolres Trenggalek. Pada waktu itu (2020), Polres Trenggalek dikepalai oleh Doni Satria Sembiring.

Kamis, 5 November 2020, polisi melakukan olah tempat kejadian perkara dengan mendatangkan ahli lingkungan dari Institut Pertanian Bogor (IPB). Mereka menyorot perihal pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tambak udang.

Hasilnya, selang satu bulan pasca polisi mengadakan olah TKP, tepatnya pada hari Selasa, 01 Desember 2020, mereka menetapkan dua pengusaha tambak udang vaname di sekitar Pantai Prigi, sebagai tersangka perusakan lingkungan. Dua tersangka ini berinisial Gyn dan Skr.

Ulah para tersangka dalam melakukan pengrusakan lingkungan hutan tersebut, telah mengakibatkan kerugian negara hingga mencapai Rp.3 miliar. Tersangka dijerat dengan Pasal 98 dan/atau Pasal 99 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup, juncto Pasal 55 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara dan denda maksimal Rp 10 miliar.

[caption id="attachment_20479" align=aligncenter width=1280] Tersangka pengusaha tambak udang perusak lingkungan ditangkap polisi/Foto: Dokumen istimewa[/caption]

Sikap dan langkah kepolisian dalam menindak para pelaku kejahatan lingkungan di Trenggalek, patut diapresiasi. Mengingat sikap itu merupakan hal langka yang pernah terjadi dalam kasus lingkungan. Terlebih, yang lebih penting dari itu, bahwa legitimasi usaha yang berimplikasi terhadap pencemaran lingkungan tidak lagi dipandang remeh oleh masyarakat.

Karena sejatinya, tidak ada yang “mengharamkan” usaha tambak, tapi mencemari lingkungan dari usaha tambak, merupakan kasus tersendiri yang membutuhkan penanganan khusus.

Uniknnya, dalam kasus pencemaran lingkungan tersebut, ungkapan Gyn (salah satu tersangka) sama persis dengan apa yang dikatakan IB ketika ditanyai perihal izin usaha tambak. Gyn saat ditanyai jurnalis ANTARA mengatakan, “Sebenarnya kami sudah dua kali mengajukan izin pembangunan tambak, tapi [izin] tidak kunjung keluar”.

Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) Rapat Dengar Pendapat dengan DPRD Trenggalek, Menuntut Penertiban Tambak Udang

[caption id="attachment_17680" align=aligncenter width=1280]Limbah tambak udang di Munjungan langsung dibuang ke laut Limbah tambak udang di Munjungan langsung dibuang ke laut/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]

Selain Aliansi Rakyat Peduli Trenggalek (ARPT), ada Aliansi Rakyat Trenggalek (ART) yang juga berani bicara soal pencemaran tambak udang di pantai-pantai Kabupaten Trenggalek. Mereka tetap berani bersuara untuk melawan perusakan lingkungan, meskipun tambak udang yang menyalahi aturan itu mendapatkan dukungan dari beberapa masyarakat lainnya.

Tanggal 15 Oktober 2020 Aliansi Rakyat Trenggalek melakukan hearing dengan DPRD Trenggalek. Pada waktu itu, DPRD Trenggalek melibatkan beberapa dinas, seperti Dinas Perikanan dan Kelautan, serta Dinas Lingkungan Hidup. Aliansi Rakyat Trenggalek menyuarakan beberapa tuntutan, di antaranya terkait penanganan limbah pindang dan limbah tambak udang. Suara tuntutan tersebut juga didengarkan sendiri oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Trenggalek.

Meski selang dua tahun pasca tuntutan itu dibacakan, persoalan perizinan usaha tambak udang vaname masih menjadi misteri. Semakin bertambahnya waktu, usaha tambak semakin banyak berkembang. Jika perizinan tidak dipenuhi, lantas bagaimana caranya pemerintah melakukan pengawasan dan menertibkan tambak-tambak udang yang masih ilegal dan semakin banyak berkembang di seputaran pantai di Pesisir Selatan Trenggalek ini?

Tanpa adanya perencanaan yang bagus serta tidak adanya pengawasan yang berwenang terkait usaha apapun, pasti akan ada banyak penyimpangan. Pemerintah Kabupaten Trenggalek seharusnya lebih waspada lagi.

Kopi Jimat