Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

WALHI Jawa Timur Minta Bawaslu dan KPU Tindak Tegas Peserta Pemilu Perusak Pohon

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur mengkritik para peserta pemilu yang terindikasi merusak pohon. Perusakan itu ditandai dengan fenomena pemasangan Alat Peraga Kampanye (APK) dengan memaku atau mengikatnya memakai kawat ke pohon, Selasa (09/01/2024).Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif WALHI Jawa Timur, mengatakan fenomena perusakan pohon saat pemilu ini terus berulang. Peserta pemilu diduga melakukan pelanggaran tanpa mengindahkan aturan yang berlaku, sekaligus melanggarnya."Hampir di setiap kota/kabupaten Jawa Timur akan disuguhkan aneka polusi alat peraga kampanye, terutama mereka yang merusak pohon demi mendulang suara pemilih," terang Wahyu kepada Kabar Trenggalek.Berdasarkan pengamatan WALHI Jawa Timur dan jaringannya, banyak pohon di kota/kabupaten Jawa Timur tidak luput dari perusakan, bahkan cenderung adanya pembiaran.Menurut Wahyu, tanggung jawab kontestan pemilu juga sangat minim, mereka yang notabene ingin mendapatkan suara melalui alat peraga justru melakukan aneka perusakan pada pohon dan membuat polusi."Praktek kampanye yang liar ini selalu terjadi berulang dan menimbulkan terganggunya estetika keindahan kota. Di satu sisi juga minimnya ketegasan pengawas pemilu dan pemerintah daerah menjadi celah yang dimanfaatkan dalam melakukan praktik demikian," kata Wahyu.Wahyu mencatat, sepanjang bulan Desember 2023 pemerintah Kota Surabaya dan Bawaslu Kota Surabaya melakukan penertiban alat peraga kampanye. Akan tetapi, kata Wahyu, itu tidak cukup."Karena hanya menyasar wilayah yang menjadi sorotan publik seperti jalan protokol, sementara yang tak tampak dibiarkan begitu saja. Hal ini juga berlaku di Kabupaten Sidoarjo, Pasuruan dan Malang Raya," ucap Wahyu.Menurut analisis WALHI Jawa Timur, dugaan pelanggaran pemilu ini disebabkan oleh 4 faktor. Pertama, berhemat ongkos pemilu. Kedua, partai atau para kontestan pemilu tidak pernah memberikan edukasi dan menyebarkan pengetahuan tentang aturan pelarangan merusak pohon, serta menunjukkan minimnya literasi atas aturan serta etika lingkungan."Ketiga, baik KPU maupun Bawaslu kurang tegas dalam menindak para perusak pohon terutama pada kontestan atau partai terkait. Keempat, KPU maupun Bawaslu juga belum maksimal dalam mengedukasi atau meningkatkan literasi pada partai atau kontestan mengenai aturan yang berlaku," jelas Wahyu.Memang, KPU RI sudah membentuk Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilihan Umum yang mengatur terkait bagaimana penyelenggaraan pemilu yang tertib dan efisien."Pada faktanya di lapangan masih banyak dijumpai alat peraga kampanye yang dipasang secara liar dengan menjadikan pohon sebagai salah satu obyek pemasangan," ujar Wahyu.Larangan kampanye pemilu tercantum jelas pada Pasal 70 ayat (1) huruf H yang berbunyi:“Bahan Kampanye Pemilu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 yang dapat ditempel dilarang ditempelkan di tempat umum sebagai berikut : h. Taman dan pepohonan.“Pada pasal tersebut dijelaskan secara tegas bahwa alat peraga dilarang dipasang di pepohonan, apalagi dengan cara memasang paku atau tali kawat yang berpotensi merusak fungsi pohon.Perlindungan pohon pada ruang publik juga telah diatur dalam Pasal 10 ayat (4) Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 76 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Pohon Pada Ruang Publik dimana pohon pada ruang publik perlu dilindungi dari adanya kegiatan yang dapat merusak fungsi pohon.Wahyu menyayangkan, di Jawa timur masih banyak kota/kabupaten yang belum memiliki kebijakan secara tegas mengenai perlindungan pohon. Hal ini berbeda dengan Kota Surabaya yang telah memiliki peraturan daerah mengenai perlindungan pohon. Regulasi itu mengatur secara tegas larangan terhadap pemasangan iklan/poster/atau sejenisnya di pohon dan bahkan memaku pohon."Tantangan paska terbentuknya kebijakan ini adalah pada sejauh mana kebijakan perlindungan pohon ini mampu diimplementasikan termasuk pada sanksi tegas yang membuat jera, termasuk pidana yang dapat ditujukan pada para kontestan pemilu yang melakukan kampanye dengan cara merusak," tegas Wahyu.Menurut Wahyu, aturan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum Nomor 28 Tahun 2018 Tentang Pengawasan Kampanye Pemilihan Umum tidak ada frasa spesifik terkait pelarangan hingga penindakan perusakan pohon.Pada pasal 25 hanya melarang pemasangan alat peraga pada fasilitas umum. Pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2023, meski menyebutkan secara jelas tetapi sanksi dikembalikan pada peraturan berlaku. Sementara, pada peraturan turunan yang ada seperti peraturan daerah di berbagai kota/kabupaten di Jawa Timur banyak yang tidak spesifik bahkan tidak ada."Sehingga pelanggaran kampanye bahkan perusakan pohon dengan memaku, memasang kawat sampai yang dampaknya kecil seperti memasang tali terus berlanjut dan diulangi, merupakan implikasi dari lemahnya aturan dan rendahnya literasi mengenai perlindungan pohon bahkan lingkungan hidup," ujar Wahyu.Oleh karena itu, WALHI Jawa Timur menyampaikan kepada pemangku kepentingan termasuk Bawaslu dan KPU Pusat, Provinsi Jawa Timur dan segenap Bawaslu pada tiap daerah untuk menindak tegas perusak pohon. Serta, membuat aturan yang spesifik beserta sanksi mengenai pelanggaran tersebut."Lalu kami juga mendorong untuk melakukan edukasi kepada partai dan para kontestan mengenai pelanggaran serta pelarangan perusakan pohon. Kami juga mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota di Jawa Timur untuk membuat aturan yang berisi pelarangan spesifik mengenai perusakan pohon dengan paku, kawat maupun tali beserta sanksi tegasnya," terangnya.WALHI Jawa Timur juga menyerukan kepada masyarakat untuk turut aktif melaporkan perusakan pohon melalui alat peraga kampanye kepada pihak berwenang. Serta, menyerukan kepada masyarakat untuk dengan tegas tidak memilih calon ataupun partai yang merusak pohon."Bagaimana mau amanah, jika hal seperti memaku alat peraga dalam pohon pun dilanggar meski sudah jelas dilarang. Meski dianggap sebagai hal kecil, tetapi itu bentuk dari ketidakamanahan," tandas Wahyu.