Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Tiba-tiba Sinyal Hilang, Mahasiswa-Jurnalis Kecam Pemblokiran Akses Internet saat Demo Trenggalek

Trenggalek - Peristiwa demonstrasi di Trenggalek yang terjadi pasca pengambilan sumpah anggota DPRD Trenggalek menjadi sorotan, terutama karena adanya dugaan pemblokiran akses internet selama aksi berlangsung. Dugaan ini dikeluhkan oleh peserta aksi, terutama dari kalangan mahasiswa, serta sejumlah jurnalis yang sedang meliput di lokasi.

"Kawan-kawan keluarkan HP kalian, live-kan ke media sosial," ujar Rian, salah satu orator dalam aksi tersebut pada Senin (26/8/2024). Namun, upaya untuk menyiarkan langsung unjuk rasa itu terhambat karena akses internet di sekitar lokasi diduga diblokir oleh pihak tertentu.

"Tadi teman-teman mau live, ternyata nggak bisa. Sinyal di HP tiba-tiba hanya E saja," ungkap Mochamad Sodik Fauzi, Ketua GMNI Trenggalek.

Pembatasan akses internet ini dianggap terlalu berlebihan dan mengganggu hak masyarakat untuk mengakses serta menyebarkan informasi. "Ini merupakan tindakan represif dan pembungkaman terhadap suara rakyat. Kami mengecam tindakan ini," tegasnya.

Tidak hanya berdampak pada peserta aksi, dugaan pemblokiran internet ini juga menghambat kerja jurnalis yang sedang meliput. Candra Sofyan, seorang jurnalis media online, mengungkapkan bahwa ia tidak bisa melakukan siaran langsung akibat dugaan pemblokiran tersebut. 

"Di dalam pendapa masih bisa live, tapi saat bergeser ke lokasi unjuk rasa di depan pendapa, tiba-tiba sinyal hilang dan berganti menjadi edge," ujarnya.

Menambah dugaan bahwa pemblokiran ini mungkin merupakan bagian dari upaya untuk menutupi aksi-aksi demonstrasi yang terjadi di berbagai daerah, salah satu demonstran, Elisa, yang juga aktif di media sosial X dengan akun @elisa_jkt, mengungkapkan pengalamannya.

Menurutnya, sinyal provider yang ia gunakan tiba-tiba hilang saat aksi demo dimulai di depan KPU Jakarta pada 23 Agustus lalu. Hal ini membuatnya tidak bisa mengakses internet atau media sosial selama berada di lokasi aksi.

"Sinyal provider merah hilang di KPU. Langsung blas hilang saat mulai aksi. Ini saya bisa ngetwit karena saya sudah di Cikini, maka ada sinyal," tulis Elisa dalam cuitannya di X pada Jumat sore (23/8).

Dugaan ini muncul seiring dengan situasi politik yang sedang memanas, di mana pemerintah berusaha menunjukkan citra bahwa kondisi di Indonesia tetap stabil dan terkendali. Tindakan ini dinilai sebagai upaya untuk menghindari penyebaran informasi yang bisa memperlihatkan ketidakpuasan publik, yang justru akan menodai citra baik tersebut.

"Tindakan seperti ini sangat mencurigakan, bisa jadi ada upaya untuk menutupi realitas di lapangan agar terlihat seolah-olah semuanya baik-baik saja," ungkap seorang aktivis yang tidak mau disebutkan namanya.

Tindakan ini dinilai mengancam kebebasan pers karena mengganggu proses kerja jurnalistik. 

"Ini adalah bagian dari upaya menghalangi kerja jurnalistik. Kita perlu waspada, karena tindakan seperti ini bisa saja dilakukan kembali untuk membatasi akses informasi masyarakat," tambah Candra Sofyan. Ia juga menambahkan bahwa tidak lama setelah unjuk rasa selesai, internet kembali normal.

Kecaman serupa juga disampaikan oleh Hammam Defa, anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI), yang menilai pembatasan akses internet sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan pers.

"Ini adalah ancaman nyata bagi kerja-kerja jurnalistik maupun hak sipil dalam mengakses dan menyebarkan informasi. Tindakan seperti ini sangat berbahaya, dan bisa saja diulang jika dianggap mengancam citra institusi tertentu," tegasnya.