Di depan anggota dewan, Bibit menunjukkan hasil rongsen penyakit flek dari anaknya akibat dampak bau busuk limbah pindang/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]Tak frustasi dengan kondisi kesehatan anaknya yang belum segera pulih dari sakit, Bibit membawa anaknya periksa dan berobat ke dokter spesialis pernafasan dan paru-paru yang ada Trenggalek."Pengobatan pertama dikasih obat, lalu saat di pengobatan kedua saya disuruh membawa foto hasil rontgen untuk dipastikan hasilnya" ungkap ayah noval sambil mengingat-ingat masa kelam yang ia alami.Bibit menjelaskan, bahwa keterangan dari dokter spesialis tersebut sama dengan dokter sebelumnya, paru-paru anaknya dinyatakan bagus tanpa adanya flek, artinya, pengobatannya berhasil. Namun tetap saja, anaknya masih menderita batuk-batuk bahkan lebih sering dari sebelumnya. Bahkan dokter heran dengan kondisi ini.Bibit masih ingat ketika dokter bertanya terkait kondisi lingkungan di sekitar rumahnya pada bibit."Lingkungan sampeyan piye mas? [Lingkungan sekitarmu bagaimana mas?]" ucap Bibit menirukan pertanyaan dokter kepadanya.Bibit berusaha untuk mendetailkan kembali pertanyaan dokter, lingkungan seperti apa yang dokter maksud. Menurutnya dokter bertanya tentang kualitas udara di sekitar rumah bibit.Bibit menjelaskan, rumah yang ia tempati berada di pinggir sungai dimana sungai tersebut dijadikan sebagai tempat pembuangan limbah pindang ikan. Limbah tersebut menyebabkan bau udara di sekitar menjadi busuk. Hari-hari ia dan keluarga serta masyarakat sekitar mencium bau busuk tersebut.[caption id="attachment_28786" align=alignnone width=1280]
Air sungai berwarna hitam pekat dan bau akibat limbah pindang ikan | Foto Agus[/caption]"Dokter menjelaskan, bahwa anak saya terkena alergi paru-paru, ia menyarankan kepada saya untuk membawa anak di lingkungan yang udara masih bersih" terang Bibit.Selepas berobat, Bibit pulang ke rumah mertua yang berada di Kampak. Ia, istri dan anaknya menginap selama tiga hari di Kampak. Di sana, ia mendapati anaknya berangsur sembuh dan tidak batuk seperti saat biasanya. Namun ketika mereka pulang ke rumah, bertepatan dengan moment dimana limbah pindang ikan dibuang ke sungai, aroma menyengat yang ditimbulkan membuat anaknya batuk-batuk yang parah."Ternyata sesampai di rumah pas limbahnya dibuang, ambune mboten eco [baunya tidak sedap] anak saya langsung batuk-batuk parah" Ungkap bibit.Tak cuma anaknya, Bibit dan istrinya juga sering mengalami sesak. Bahkan, beberapa tetangga juga mengalami hal sama. Ia yakin bahwa penyebab batuk tak wajar itu disebabkan pencemaran udara dari limbah pindang ikan."Tetangga yang mengetahui sebab penyakit anak saya mulai menyadari kalau sesak nafas itu disebabkan udara kotor" tandasnya.Bibit dan keluarganya tinggal di pinggir bantaran Sungai Pondok. Sungai ini terletak di tengah-tengah pemukiman warga Margomulyo. Sayangnya sungai ini jadi tempat pembuangan limbah pindang.Masyarakat Sudah Sering Menuntut Penyelesaian dari Pemkab Trenggalek
[caption id="attachment_28782" align=alignnone width=1280]
Massa aksi menggeruduk kantor Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPKPLH) Trenggalek, menuntut komitmen penyelesaian masalah limbah pindang di Kecamatan Watulimo. | Foto Kabar Trenggalek[/caption]Masyarakat tak diam, nyatanya mereka sudah beberapa kali menyampaikan keluhan kepada DPRD Trenggalek maupun Pemkab Trenggalek. Terakhir elemen masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Peduli Trenggalek (ARPT) dan Jambe melakukan aksi tuntutan kepada Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup (DPKPLH) Trenggalek. Mereka mengharap komitmen penyelesaian masalah limbah pindang di Kecamatan Watulimo.Janji-janji penyelesaian sudah sejak lama digulirkan pemerintah, namun fakta lapangan menunjukkan masih ada pengusaha limbah pindang ikan di sekitar pemukiman warga. Menurut Agus Yuliawan, warga setempat, saat ini masih ada 4 pengusaha pindang ikan di Desa Margomulyo.“Di Desa Margomulyo ada 4 pemindangan, kalau di Desa Prigi ada beberapa” jelas Agus saat dikonfirmasi melalui saluran WhatsApp.Mustaghfirin, koordinator ARPT tak menampik soal keberadaan usaha pindang ikan membawa perekonomian. Namun, menurut Mustaghfirin, seharusnya usaha juga memperhatikan lingkungan sekitar.“Kami tidak mempersoalkan usahanya, kami mempersoalkan limbahnya, sungai bukan milik pribadi seseorang, Meskipun usahanya di tanahnya sendiri, tapi kalau limbahnya dibuang ke sungai yang notabene milik masyarakat umum itu masalah, apalagi sudah menimbulkan penyakit, tentu itu kesalahan.” terang lelaki yang akrab disapa Firin itu saat ditemui di lokasi aksi.Bibit turut serta dalam aksi tuntutan menyelesaikan polemik limbah pindang ikan, baginya kasus alergi paru-paru anaknya sudah cukup dan tak perlu ada kasus serupa pada masyarakat. Ia dan warga gigih berjuang untuk menghentikan pencemaran pada lingkungannya.Kawan Pembaca, Terimakasih telah membaca berita kami. Dukung Kabar Trenggalek agar tetap independen.
Kabar Trenggalek - Mata Rakyat















