Desa Duren, Sabtu, 19 Oktober 2024 – Desa yang biasanya tenang di sudut Kecamatan Tugu, mendadak ramai dengan derap kaki ibu-ibu bersemangat dan tawa riuh anak-anak yang ikut menyaksikan. Tidak ada pasar malam, bukan pula karnaval keliling. PPK Kecamatan Tugu punya ide cerdas: menggabungkan sosialisasi pemilihan umum dengan senam massal.
Pagi itu, sekitar 230 warga dari berbagai penjuru Tugu, bahkan beberapa dari Manding dan Sawoo, Ponorogo, berdatangan. Mereka tak hanya membawa semangat, tetapi juga rasa ingin tahu—apa yang sebenarnya membuat senam ini istimewa?
Daftar Isi [Show]
Kenapa Senam?
Pertanyaan ini layak dilontarkan. Namun, siapa pun yang pernah berurusan dengan agenda kampanye atau sosialisasi tahu bahwa mengumpulkan massa itu butuh trik jitu. Undangan formal? Basi. Seminar? Menguap di tengah jalan. Maka, senam massal adalah jawabannya.
Tren senam, khususnya di kalangan ibu-ibu, telah menjadi "pengikat sosial" baru. Mulai dari arisan, yasinan, hingga senam rutin di RT, kaum perempuan ini tak hanya piawai mengurus rumah tetapi juga aktif menjaga kebugaran. Lewat senam, mereka bisa bergerak bersama sambil berbagi cerita, bahkan gosip terkini. Tak heran, ketika senam disisipi sosialisasi, informasinya menyebar seperti angin musim kemarau—cepat dan merata.
Salah seorang peserta asal Desa Nglongsor, Bu Sumini, berkomentar sambil tertawa, “Senam sambil diberi tahu soal pilkada, ya asyik. Kalau cuma disuruh dengar ceramah, saya mendingan nyapu rumah.”
Duren: Desa Terpencil yang Kini Jadi Sorotan
Namun, mengapa acara ini dihelat di Desa Duren? Bukankah biasanya event tingkat kecamatan berlangsung di desa yang lebih strategis seperti Gondang atau Prambon? Jawabannya sederhana: strategi.
Desa Duren memang agak terpencil, jauh dari hiruk-pikuk jalan provinsi maupun kabupaten. Tetapi, justru inilah daya tariknya. Suasana sejuk, jauh dari kebisingan, dan yang tak kalah penting, potensi wisatanya sedang dirintis. Kepala Desa Duren, mengakui bahwa acara ini adalah kesempatan emas. “Bukan cuma pilkada yang disosialisasikan, tapi wisata kolam renang dan wana wisata desa kami juga ikut terpromosikan,” ujarnya bangga.
Dengan acara ini, Duren seperti dua kali menang. Warga tahu bahwa mereka punya destinasi wisata baru, sementara PPK berhasil menyampaikan pesan penting soal Pilkada 2024.
Sosialisasi di Tengah Hentakan Musik
Acara dimulai dengan sambutan resmi dari Ketua PPK Tugu, Camat Tugu, dan Kades Duren. Namun, perhatian peserta tampaknya lebih tertuju pada aba-aba instruktur senam yang sudah bersiap di depan panggung. Ketika musik mulai mengalun, puluhan ibu-ibu, beberapa bapak, dan bahkan anak-anak langsung mengikuti gerakan pemanasan.
Tapi jangan salah. Di balik hentakan musik dan gerakan penuh semangat, ada misi besar yang sedang dijalankan. Selama sesi istirahat, PPK Tugu mengambil alih mikrofon. Dengan gaya santai tapi tegas, mereka menjelaskan pentingnya Pilkada 2024—baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. Mereka juga membagikan selebaran, sambil berharap informasi ini akan dibawa pulang dan dibagikan lagi ke tetangga atau anggota komunitas lain.
“Lewat ibu-ibu, informasi ini bisa cepat nyebar. Kalau mereka sudah ngomong di arisan atau yasinan, pasti semuanya tahu,” kata Hari, salah satu PPK Tugu.
Pedagang dan Doorprize: Bumbu Penyemarak
Selain sosialisasi, acara ini juga membawa berkah bagi para pedagang kaki lima. Bakso, es dawet, hingga gorengan laris manis diserbu peserta yang lapar setelah senam.
Tak ketinggalan, doorprize jadi magnet lain yang membuat peserta betah. Hadiah mulai dari peralatan dapur, voucher belanja, hingga payung cantik membuat suasana semakin meriah. Seorang ibu dari Desa Jambu, dengan wajah sumringah, mengangkat payung barunya sambil berkata, “Rejeki senam pagi!”
Pesan di Balik Gerakan
PPK Tugu membuktikan bahwa pendekatan kreatif bisa membuat pesan penting lebih mudah diterima. Pemilu atau Pilkada, yang biasanya dianggap serius dan jauh dari kehidupan sehari-hari, bisa dibawa lebih dekat melalui acara seperti ini.
Mujiarto, Ketua PPK Tugu menutup acara dengan kalimat penuh harap, “Semoga warga Duren dan sekitarnya tidak hanya sehat jasmani, tapi juga sehat demokrasi. Jangan lupa datang ke TPS tahun depan!”
Ketika para peserta mulai membubarkan diri, Duren kembali tenang. Namun, gema musik senam dan pesan sosialisasi masih terngiang di benak mereka. Dalam langkah pulang yang santai, mereka membawa sesuatu yang lebih dari sekadar lelah—kesadaran bahwa demokrasi bisa dimulai dari gerakan ritmis di lapangan desa.