Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Pengadaan Lahan PSN Bendungan Bagong Lambat, Belum Capai 50 Persen

Kubah Migunani

Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bagong di Trenggalek hingga kini belum mencapai 50 persen dalam pengadaan lahannya. Bendungan yang diharapkan menjadi solusi irigasi bagi petani ini dimulai sejak 27 Desember 2024.

Bendungan Bagong, yang merupakan bendungan kedua di Trenggalek setelah Bendungan Tugu, diproyeksikan selesai pada akhir tahun 2024. Target pengadaan lahannya mencakup 1.916 bidang tanah, namun hingga saat ini baru 807 bidang yang berhasil dibebaskan.

"Proses masih berjalan. Masih ada 800 bidang yang perlu dibebaskan karena terdapat beberapa masalah yang harus diselesaikan," ungkap Kepala BPN Trenggalek, Agus Purwanto.

Sementara itu, sebanyak 1.109 bidang tanah lainnya masih dalam tahap verifikasi dan pengumuman. "Kami telah melakukan musyawarah dengan masyarakat, dan sekitar 569 bidang tanah sudah diumumkan nilai ganti kerugiannya," lanjut Agus.

Tahap selanjutnya adalah menunggu persetujuan dari masyarakat. Jika mereka setuju, besaran ganti rugi tersebut akan segera dibayarkan oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Sebelumnya, ganti rugi terakhir diberikan kepada 39 orang terdampak dengan total nilai Rp12.744.259.699.

Penjabat Sementara (Pjs) Bupati Trenggalek, Dyah Wahyu Ermawati, berharap dukungan penuh dari semua pihak untuk mempercepat pembangunan Bendungan Bagong yang bernilai Rp1,6 triliun ini. Ia juga menekankan pentingnya percepatan pengadaan barang dan jasa.

"Kami akan segera menyelesaikan pembangunan Bendungan Bagong. Oleh karena itu, tidak hanya panitia pengadaan barang, tetapi juga masyarakat diharapkan dapat bekerja sama untuk mempercepat proses ini," ujarnya.

Pembangunan bendungan ini dipercepat guna mendukung target pemerintah dalam meningkatkan ketahanan pangan lokal, salah satunya untuk menunjang program penyediaan makan gratis yang membutuhkan pasokan bahan baku yang besar.

"Harapannya, masyarakat terdampak dapat menggunakan uang ganti rugi untuk kegiatan produktif, seperti penyediaan produk pangan lokal, bukan untuk keperluan konsumtif," pungkas Dyah Wahyu.

Editor:Bayu Setiawan
Kopi Jimat

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *

This site is protected by Honeypot.