Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Modal Pelampung dan Warga Terisolasi Banjir di Balkon Masjid Pogalan

Kabar Trenggalek - Berjam-jam, dua warga terisolasi banjir di Desa/Kecamatan Pogalan, Kabupaten Trenggalek, kemarin (18/10/2022). Mereka hanya bisa berdiam diri di balkon masjid. Memandangi banjir setinggi atap rumah. Arusnya? bisa membuat orang mati kutu. Ojek perahu tanpa mesin pun mati-matian, hanya bertahan dua kali putaran.  

Tahun 1992, 2006, dan 2022, merupakan tahun gelap bencana di Kota Alen-Alen. Warga menyebut, bencana kali ini paling parah. Memang belakangan, Bumi Menak Sopal sedang diuji bencana. 

Banjir, tanah longsor, bertubi-tubi datang, bak tanpa jeda. Ditandai sebelum Desa Tasikmadu, Kecamatan Watulimo, diterjang banjir bandang. BPBD Trenggalek sudah mengantongi 100 lebih lokasi yang terdampak. Artinya, lokasi terdampak bencana itu dipastikan membengkak. 

Selasa, (18/10/2022), wilayah kota Trenggalek diterjang banjir besar. Ada lima kecamatan terdampak, meliputi Trenggalek, Pogalan, Karangan, Gandusari, dan sedikit di Durenan. Sedangkan tingkat keparahan, semua parah.

Wartawan ini pun memantau banjir di Kecamatan Pogalan. Ada informasi, jika wilayah ini debit banjir sedang tinggi. Benar bila pukul 11.30 WIB, akses penghubung Tulungagung - Trenggalek diblokir banjir. Semua kendaraan putar balik.

[caption id="attachment_22106" align=alignnone width=1280] Pemindahan dapur umum/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]

Di antara kerumunan, ada yang celetuk menginformasikan jika ada warga yang masih terjebak banjir di rumah. Celetuk itu menggugah wartawan ini untuk melihatnya, meskipun kami tak berpengalaman menaklukkan arus.

Kami ingat sesaat kedatangan kami, pemdes memindahkan dapur umum ke tempat baru. Jaraknya sekitar 500 meter dari lokasi pertama. Pemindahan itu karena lokasi lama juga terendam air. 

Saat proses pemindahan, kami melihat ada warga yang memikul lima buah pelampung. Kami pun berinisiatif meminjamnya, atas seizin Suparni, Kepala Desa Pogalan.

Suparni sempat melarang untuk menengok warga yang terjebak banjir. Namun tak lama perhatiannya teralihkan. Tokoh itu sedang sibuk-sibuknya, menangani warga yang butuh bantuannya. Karena itu, kami berdua menuju lokasi dapur umum yang baru untuk meminjam pelampung Life Guard dari BPBD itu.  

Tanpa pengalaman, kami nekat datang ke lokasi warga terjebak banjir. Lokasinya cukup jauh, sekitar 900 meter dari jalan kabupaten. Bermodal pelampung, dipandu warga yang mengetahui lokasi, kami telah siap.

[caption id="attachment_22103" align=alignnone width=1296] Kondisi rumah warga yang atapnya nyaris tergenang/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]

Mulanya, air cuma setinggi satu mata kaki. Semakin lama semakin dalam, naik ke paha, kemudian kaki sampai tidak menyentuh tanah. Arusnya pun deras. Kami hanya bisa merayap dari ranting ke ranting, atau dahan ke dahan.

Berkali-kali kami nyaris hanyut. Ranting itu tak mampu menahan beban berat. Namun serangan panik itu justru bisa memperburuk suasana. Kami sudah di tengah jalan, tidak bisa asal kembali. Arus air memaksa untuk berpikir lebih cepat.

Kami bukan relawan penolong. Cuma penulis. Kami tidak bersiap membawa nasi atau sembako. Cuma HP dan kamera untuk mengabadikan momen.

Kami masih berjibaku agar tak hanyut terbawa arus. Sudah tak ada lagi tempat kaki berpijak. Kami hanya menyasar ranting, dahan, atau bangunan, yang terlihat kokoh. 

Meskipun lambat, ternyata kami berhasil sampai di lokasi, di Dusun Jatisari, Desa/Kecamatan Pogalan. Di sana, ada dua warga yang terjebak banjir dan terisolasi. Mereka, Abdul Syakur (ketua yayasan) dan Androw Dzulfikar.

[caption id="attachment_22104" align=alignnone width=1296] Warga menyelematkan dokumen penting/Foto: Kabar Trenggalek[/caption]

Androw itu lantas bertanya tentang bantuan. Kami tak heran, karena mereka mengevakuasi diri di balkon masjid. Tidak ada alat masak atau bahan bahan makanan yang bisa dimasak.

Warga itu hendak nekat menuju ke dapur umum. Mengingat arus begitu deras, kami cuma bisa meminjamkan pelampung yang berwarna oren itu dia. Dia akan kembali 30 menit lagi. 

Di masjid, tanpa sadar kami adalah orang yang terjebak banjir. Seluruh pakaian basah. Badan menggigil. Di sana, juga bukan tempat untuk menulis realitas. Sinyal sulit. Listrik padam. HP itu mati kena air.

Sudah lebih dari 30 menit kami menunggu, berharap warga itu cepat datang. Ada deadline berita yang harus dikirim. Berselang 15 menit, warga itu datang, sekitar pukul 15.00 WIB. 

Androw membawa sebungkus plastik. Ada beberapa bungkus makanan, dua bungkus kopi, dan satu bungkus rokok. Kami bak merasa menjadi warga yang riang saat bantuan datang. Namun, kami hanya menyeruput kopi, sebat, tanpa ikut makan, karena mereka warga yang benar-benar membutuhkan bantuan. 

Kami tanya bagaimana dengan bantuan perahu. Androw bilang, kalau sudah dua kali perahu tanpa mesin itu berkeliling RT ke RT. Namun, perahu karet tanpa mesin itu tak cukup efektif untuk medan banjir dengan arus kuat. 

"Melajukan perahu tidak mampu cuma dengan dayung, mereka juga kelabakan," ucapnya.   

Mereka telah memutuskan untuk tinggal di balkon masjid sementara waktu. Mereka mengamati kalau debit banjir sudah menurun satu jengkal tangan. Dimungkinkan beberapa jam kemudian akan surut. 

Androw memberikan jawaban yang melegakan. Kami memutuskan kembali dengan cara yang sama, merayap dan nyaris hanyut.

INFO UPDATE BENCANA TRENGGALEK: