Upacara adat Longkangan atau sedekah laut merupakan tradisi khas di Kecamatan Munjungan, Kabupaten Trenggalek. Tradisi ini dilaksanakan sebagai wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas melimpahnya hasil laut, sekaligus untuk memperkuat budaya turun temurun yang telah diwariskan oleh para leluhur.
Sedekah laut sendiri adalah tradisi yang sudah melekat dalam kehidupan masyarakat pesisir, terutama para nelayan di Indonesia. Meskipun demikian, setiap daerah memiliki ciri khas dan sebutan yang berbeda dalam pelaksanaannya. Begitu pula di Munjungan, upacara adat Longkangan memiliki ritual khusus dan makna simbolis yang diadakan setiap tahun.
Banyak masyarakat Munjungan yang meyakini adanya legenda di balik pelaksanaan upacara Longkangan ini. Tradisi ini disebut-sebut berkaitan dengan sosok Roro Puthut, yang dipercaya mendapat tugas dari penguasa Laut Selatan, Nyi Roro Kidul. Roro Puthut dianggap sebagai penjaga laut di kawasan Munjungan, termasuk di Pantai Ngampiran, Blado, Sumbreng, dan Ngadipuro.
Longkangan secara rutin dilaksanakan di Pantai Blado atau di pantai-pantai lain di Munjungan, dengan waktu pelaksanaan setiap hari Jumat Kliwon di bulan Selo menurut kalender Jawa. Biasanya, prosesi adat ini dilakukan pada siang menjelang sore hari. Untuk tahun ini, upacara Longkangan diadakan pada 31 Mei 2024 di Pantai Ngadipuro.
Rangkaian prosesi Longkangan diawali dengan kirab Tumpeng Agung dari Pendopo Kecamatan Munjungan menuju Pantai Blado. Kirab ini dipimpin oleh Camat Munjungan bersama seluruh kepala desa di Kecamatan Munjungan, diiringi oleh para dayang-dayang dan rombongan kesenian jaranan yang mengenakan pakaian adat Jawa. Sesampainya di pantai, prosesi utama berupa ritual labuh larung sembonyo dilakukan, disertai dengan pertunjukan kesenian tayub.
Sebagai puncak acara, Tumpeng Agung diletakkan di atas perahu nelayan dan dibawa ke tengah laut. Tumpeng yang dikenal juga sebagai nasi buceng ini kemudian dihanyutkan ke Samudera Selatan.
Melalui upacara adat Longkangan, masyarakat Munjungan berharap agar diberikan keselamatan dan kemakmuran. Sebagaimana bunyi pepatah lokal, "munjung munjung ing pangan," yang bermakna harapan untuk selalu meningkat dalam segala aspek kehidupan.
Editor:Bayu Setiawan