Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Mengenal Kabul Cultural Space, Ruang Pelaku dan Penikmat Seni di Trenggalek

Kabupaten Trenggalek memiliki berbagai potensi mulai dari wisata, kuliner, dan budaya. Dalam segi budaya, Trenggalek memiliki seniman-seniman berbakat yang menghasilkan berbagai karya.Salah satu potensi dalam bidang budaya adalah Kabul Cultural Space atau KCS. Kabul Cultural Space sebagai sebuah ruang kebudayaan yang menjadi wadah kreativitas pelaku dan penikmat seni di Trenggalek. Dapat pula dikatakan sebagai wadah untuk diskusi, apresiasi, dan edukasi bagi seniman-seniman di Kota Alen-Alen ini.Kabul Cultural Space diinisiasi oleh tujuh orang pada bulan Januari 2021. Mereka mewadahi para pecinta dan pelaku seni tari, teater, dan musik. Hingga kini, Kabul Cultural Space terus mengupayakan hidupnya wadah berkesenian di Kabupaten Trenggalek.Kurnia Septa Erwida, anggota dari Kabul Cultural Space, menegaskan bahwa KCS bukan semata organisasi atau komunitas, melainkan sebuah wadah yang membuka ruang bagi ekspresi seni yang menginspirasi. Dalam pandangannya, KCS tidak hanya sebatas sebuah entitas formal, tetapi lebih sebagai panggung terbuka tempat seniman-seniman berkumpul untuk mengekspresikan kreativitas mereka.Kehadiran KCS muncul untuk mengisi celah dan mengadakan kegiatan seni yang mungkin belum sempat terjangkau oleh pihak berwenang. Ia menjelaskan salah satu kegiatan yang belum diadakan di Trenggalek yaitu Hari Tari Sedunia."Intinya kami [Kabul Cultural Space] itu kalau dibilang organisasi bukan, komunitas juga bukan. Kami itu sebuah wadah. Yang harus dipahami oleh sebagian orang, kami itu bukan sanggar. Fokus kami itu, apa yang belum sempat terjangkau oleh government [pemerintah], kami hadir di situ" terang Kurnia Septa."Misalnya seperti Hari Tari Dunia, di Solo kegiatannya sudah megah, di Surabaya ada. Trenggalek kok tidak ada. Kalau begitu, kami mengawali Trenggalek Menari. Bahkan Tulungagung pun tidak ada, Ponorogo tidak tahu ada atau tidak. Sudah berani-berani pokoknya, kami berani untuk membuat gebrakan seperti itu," tambah Septa.

Rekam Jejak Kesenian Kabul Cultural Space

Semenjak berdiri pada tahun 2021, Kabul Cultural Space kemudian membuat beberapa kegiatan dan karya. Salah satu kegiatan pertama yang digelar yaitu "Jogeti Jalan Rusak". Kegiatan itu dilaksanakan pada dua tahun lalu tepatnya 1 Maret 2021. Pentas menari jalan rusak bertempat di jalur Karangan-Nglongsor.Ide unik Kabul Cultural Space untuk mengadakan kegiatan menari di jalan rusak, yang muncul karena adanya lubang-lubang di sepanjang 1 km jalan. Dengan menyajikan pertunjukan di tempat yang mungkin dianggap tidak biasa, Kabul Cultural Space menciptakan momen kejutan yang menghibur warga saat melintas. Mungkin bagi warga yang melintas akan dikenang pertunjukan itu."Banyak motor jatuh, terperosok, jalannya banyak lubang dan panjang. Satu jalur saja ada yang rusak parah lebih dari satu kilometer. Nah itu menjadi hiburan. Orang-orang rata-rata kalau di situ pasti marah. Kami menjadikannya hiburan saat lewat, wah ada tontonan jadi mereka lupa untuk memaki, ada sesuatu yang dikenang. Meskipun begitu jalannya masih bisa dinikmati. Sebagai tanda jangan dilewati, cari saja jalan yang enak." ujar Kurnia Septa.Lalu, kegiatan yang dilaksanakan setelah menari di jalan rusak yaitu "Kethomal" atau Ketoprak Amal. Pertunjukan ini dilaksanakan pada 17 April 2021. Menariknya, pertunjukan ini digelar secara online dengan menggunakan green screen secara live di platform YouTube. Menurut septa mungkin ini ketropak yang tampil satu satunya di Jawa Timur."Waktu itu online, ya, nontonnya juga di YouTube. Kalau dilihat aslinya, kan cuma green screen. Orang-orang juga tidak akan bisa menikmati, tapi kalau dilihat di YouTube kayak menirukan ilmu Naruto gitu, itu juga ada. Nanti layarnya setting-nya bisa diganti-ganti sendiri. Itu lah keuntungan green screen gitu," ujar Septa."Kethomal" yaitu pertunjukan aksi peduli bencana NTT. Pertunjukan tersebut sembari menggalang donasi untuk korban bencana banjir dan tanah longsorSelain mengadakan kegiatan seni, Kabul Cultural Space juga membuat karya seperti lagu. Salah satu single pertama yang mereka rilis yaitu "Pakarti". Lagu "Pakarti" dirilis pada 7 Juli 2021.Dalam Bahasa Jawa, 'pakarti' berarti sikap atau sifat. Makna 'sikap' itulah yang diambil oleh Kabul Cultural Space sebagai tajuk utama.Lagu "Pakarti" muncul sebagai bentuk pernyataan sikap seniman Kabul Cultural Space menolak tambang emas di Trenggalek. Selain itu, lagu "Pakarti" juga membawa misi untuk menjadi pengingat masyarakat dalam melestarikan alam."[Lagu Pakarti] adalah pernyataan sikap. Bagaimana sikap kami menyikapi [kondisi] lingkungan di Trenggalek saat ini. Lek isa awakedewe ojo kehilangan 'emas hijau' dan 'emas biru' [Kalau bisa kami jangan sampai kehilangan kekayaan hutan dan kekayaan laut]," tutur Kurnia Septa.Selanjutnya, single yang kedua yaitu "Jejer Sliramu". Lagu "Jejer Sliramu" dirilis pada 2 Oktober 2021. Melalui lagu ini, iringan pegon diaktualisasikan sebagai identitas daerah menyatu dengan akunan musik lain. Pegon adalah jenis jaranan yang tersebar di beberapa daerah dengan karakteristiknya masing-masing.Begitu pula di Trenggalek, memiliki gaya yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Mulai dari iringan, getakan dan yang paling kental dengan Pegon Trenggalek adalah "aeyo eya eyoo".Pada tahun 2022, Kabul Cultural Space meneruskan kiprahnya dengan menggelar kegiatan "Trenggalek Menari #1" sebagai bentuk perayaan Hari Tani Dunia. Pada tanggal 30 April 2022, Trenggalek menjadi saksi kegembiraan dan semangat yang dihadirkan oleh acara menari ini. Trenggalek Menari #1 dilaksanakan di Bukit Belik Waru, Kecamatan Gandusari."Event yo enek kui [Event ya ada itu] Trenggalek menari rutin setiap tahun" kata Septa.Selanjutnya pada tahun 2023, Trenggalek Menari #2 kembali digelar untuk memperingati Hari Tari Dunia. Kegiatan ini dilaksanakan pada 1 Mei 2023 yang bertempat di Paseban Kumbokarno.Pada Trenggalek Menari #2, mengusung tema yaitu "Ngulak-Ngulik Rasaning Timur". Ngulak Ngulik Rasaning Timur" diambil dari kata Kulak yang artinya membeli atau mencari obyek yang akan di cari. Sedangkan ngulik artinya mencari tahu sampai detail, rasaning berarti rasanya, timur berarti masih muda (pemuda).Dalam konsep itu mengartikan pelaku seni khususnya pemuda peduli kesenian (tari) wajib mengulak produk-produk kesenian yang baru. Nantinya untuk di ulik secara detail demi mengerti dan memahami kesenian secara akurat yang ada pada Kabupaten Trenggalek terkhusus pada bidang tari.

Nyawiji, Ngabekti, Migunani

[caption id="attachment_58771" align=aligncenter width=1280]Kegiatan Trenggalek Menari #2 yang digelar oleh Kabul Cultural Space Kegiatan Trenggalek Menari #2 yang digelar oleh Kabul Cultural Space/Foto: Yanu Andi P for Kabar Trenggalek[/caption]Slogan KCS, Nyawiji, Ngabekti, Migunani yang artinya 'Bersatu, Berbakti, Berguna,' mencerminkan semangat kolaboratif yang menggerakkan tujuh penggandrung kesenian pendiri.Dalam perjalanan hampir tiga tahun, Kabul Cultural Space telah menjadi sumber kehidupan bagi dunia seni di Trenggalek. Menghadirkan ruang yang tidak hanya untuk berkarya tetapi juga untuk bersama-sama membangun, berbakti kepada budaya, dan menjadi bermanfaat bagi komunitasnya"Kami menyatukan visi, kami harus mengangkat Trenggalek dengan berbagai potensinya," ucap Kurnia Septa.Kediaman Kurnia Septa, yang berlokasi di Desa Wonoanti, Kecamatan Gandusari, menjadi pusat berkumpul bagi Kabul Cultural Space. Terlihat dengan jelas bahwa KCS tidak hanya menjadi entitas terpisah, tetapi benar-benar dekat dengan masyarakat.Kediaman Kurnia Septa seringkali menjadi tempat yang penuh kehidupan, diisi oleh aktivitas warga sekitar dan kunjungan para penggandrung kesenian di Trenggalek. Ini adalah bukti bahwa KCS bukan hanya ruang seni, tetapi juga menjadi bagian diskusi bagi para penggandrung kesenian."Kami itu berkomitmen untuk menjadi satu tidak terpecah-pecah. Kalau sudah bersatu, ayo 'ngabekti'. 'Ngabekti' itu apa? Memberikan sumbangsih [pada daerah] tanpa pamrih," ujar Kurnia Septa."Kalau sudah berhasil 'nyawiji' dan 'ngabekti', ya berarti akhirnya bisa memberikan guna manfaat bagi Trenggalek," tambahnya.Kurnia Septa berharap, semakin banyak sinergi di kalangan seniman Trenggalek, sebab persatuan adalah kekuatan. Dia ingin seniman Trenggalek dapat bersatu, membangun jejaring yang erat, dan saling mendukung satu sama lain. Ketika seniman-seniman ini bersatu, kekuatan kolektif mereka dapat menciptakan dampak yang lebih besar dan memberikan kontribusi positif yang signifikan bagi perkembangan seni dan budaya di Trenggalek.Bagi Septa, suatu keberkahan tanah kelahiran menjadi pijakan penting. Bangga dengan Trenggalek bukan hanya sekadar rasa cinta pada tempat tinggal, melainkan juga ungkapan syukur atas keindahan tanah tersebut. Dia berharap bahwa rasa bangga ini dapat menjadi pemicu semangat untuk terus berkarya dan memberikan yang terbaik bagi komunitasnya."Semoga semakin banyak yang bersinergi . disiplin ilmu yang lain, tidak mengkotak kotak. Kita bersatu, kita kuat, seniman Trenggalek itu bangga dengan tanah kelahirannya. Bangga dengan Trenggalek merupakan salah satu wujud syukur di tanah yang indah ini," terang Kurnia Septa.