Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Menelusuri Artjog 2024: Pameran Seni dengan Kritik Sosial yang Mendalam

Kubah Migunani

Kabar Trenggalek - Pada awal Agustus kemarin, saya berkesempatan mengunjungi salah satu pameran seni paling hype di Indonesia, Artjog 2024, yang berlangsung di Jogja Nasional Museum.

Pameran ini tidak hanya memanjakan mata dengan karya seni yang indah, tetapi juga menyuguhkan pengalaman yang penuh dengan pesan sosial dan refleksi terhadap kondisi sekitar.

Saat pertama kali memasuki Artjog 2024, saya disambut oleh instalasi yang menggambarkan gantungan padi yang telah mengering, mirip seperti yang ada di lumbung padi tradisional.

Menariknya, instalasi ini menampilkan bulir padi dari berbagai lahan di Indonesia, termasuk dari Kasepuhan Ciptagelar. Ini adalah pengantar yang sempurna untuk perjalanan artistik saya.

Memasuki lorong pertama, saya disuguhi dengan berbagai ornamen berbentuk kuping yang menghiasi setiap sudut ruang. Menurut saya, ini adalah simbol dari suara-suara yang tidak terdengar, sebuah pesan yang dalam dan mengajak kita untuk lebih peka terhadap suara-suara yang selama ini mungkin terabaikan.

Di ruang berikutnya, saya menemukan instalasi yang menampilkan pertumbuhan padi, mulai dari usia satu minggu hingga satu bulan. Instalasi ini seolah mengajak pengunjung untuk merenungkan proses kehidupan yang sederhana namun esensial.

Ketika saya melangkah ke Aula besar di lantai pertama, saya langsung terpesona oleh karya lukisan yang menggambarkan makhluk-makhluk mirip karakter wayang kulit dalam 12 bingkai.

Ternyata, karya ini menggambarkan 12 mangsa dalam Pranata Mangsa, yang merupakan lukisan karya Subandi Giyanto. Saya menghabiskan waktu cukup lama untuk menikmati karya ini, sembari sesekali berbincang dengan staf Artjog 2024 untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut.

1000091304.jpg

Salah satu instalasi yang menarik perhatian banyak pengunjung adalah instalasi yang memperdengarkan potongan-potongan Serat Centhini yang dibacakan oleh Happy Salma dan Nicholas Saputra. Tidak heran jika instalasi ini selalu dipenuhi oleh pengunjung yang ingin mendengar karya tersebut.

Ruang demi ruang saya jelajahi, termasuk karya dari seniman disabilitas, yang hari ini kebetulan bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional.

Setiap karya yang ditampilkan seolah memberikan pandangan baru tentang kehidupan dan memberikan kesempatan bagi kita untuk melihat dari sudut pandang yang berbeda.

Ketika naik ke lantai dua, saya disambut dengan tulisan "Insyaallah" yang menambah nuansa spiritual dalam perjalanan seni ini. Namun, yang paling menarik perhatian saya adalah instalasi berbentuk kawasan kumuh perkotaan, meskipun saya lupa siapa seniman di balik karya tersebut.

Selain itu, ada juga karya dari Agan Harapan, yang menampilkan foto-foto yang menceritakan sebuah tempat yang akan ditambang namun memiliki kekuatan magis sehingga alat tambang tersebut dibiarkan terbengkalai.

Hampir dua jam saya habiskan untuk menikmati setiap sudut dari Artjog 2024 ini. Setiap instalasi dan karya seni yang ditampilkan memberikan kritik sosial dan pandangan para seniman tentang kondisi sekitar kita.

Namun, jangan khawatir, Artjog 2024 tidak melulu soal instalasi seni yang berat; ada juga spot yang menyajikan makanan dan kafe di sekitar Jogja Nasional Museum.

Bagi kamu yang tertarik, Artjog 2024 masih berlangsung hingga 1 September 2024 mendatang. Jadi, masih ada waktu untuk berakhir pekan di sana.

Tiket masuknya Rp. 75.000 untuk dewasa dan Rp. 50.000 untuk anak-anak, dengan jam operasional mulai pukul 10.00 hingga 21.00 WIB. Jangan lewatkan kesempatan untuk menikmati pameran seni yang penuh makna ini!

Kopi Jimat