Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Safari Ramadhan Trenggalek ala Serikat Suket: Belajar Kaligraffiti hingga Nobar Palestina

Komunitas seni asal Kabupaten Trenggalek, Serikat Suket, punya cara yang khas untuk menjalankan kegiatan Safari Ramadhan di bulan puasa tahun ini. Rangkaian kegiatan tersebut dimulai pada 22 Maret hingga 14 April 2024.Jati Pramudya Darmastuti, Lurah Serikat Suket, menyampaikan kegiatan Safari Ramadhan itu bertujuan untuk merawat kesenian dan kebudayaan. Safari Ramadhan Trenggalek ala Serikat Suket dibagi dalam tiga sesi. Ada Ngraseni, Simak Belukar, dan Muatan Lokal."Ngraseni itu kami mau membicarakan tentang apapun yang bau-baunya tentang seni sebenarnya. Karena tajuknya masih ramadan, kami akhirnya melakukan kunjungan studio sebagai sebuah bentuk silaturahmi kepada seniman-seniman itu," ujar Jati saat ditemui Kabar Trenggalek.Ada dua lokasi kunjungan studio dalam Ngraseni. Pertama, kunjungan ke Studio Lukis Sinar bersama seniman Sidik Ikhwani pada Rabu (27/03/2024)-14.00 di Desa Ngadisuko, Kecamatan Durenan. Kedua, kunjungan ke Studio Satu bersama seniman Zakimuh, pada Sabtu (30/03/2024) di Desa Karangsoko, Kecamatan Trenggalek."Kami enggak hanya membicarakan karyanya seniman saja, tetapi kita juga akan mengunjungi studio. Bagaimana dia berproses di situ? Dan aktivitas apa yang dilakukan oleh para seniman-seniman selama bulan Ramadhan. Apakah mereka bikin karya khusus untuk Ramadan?" ucap Jati.

Ramadhan Hari Ini dan Suara Palestina

[caption id="attachment_72689" align=aligncenter width=1280]safari-ramadhan-trenggalek-serikat-suket-kaligraffiti-4 Nobar film tentang perjuangan masyarakat Palestina/Foto: Dok. Serikat Suket[/caption]Sedangkan Simak Belukar merupakan kegiatan pemutaran audiovisual atau nonton bareng (nobar). Film pertama yang diputar pada Jumat (22/03/2024) yaitu Studi Gaya Hidup: Sign & Lifestyle (2012). Melalui nobar ini, Serikat Suket ingin merefleksikan perubahan gaya hidup masyarakat saat bulan ramadhan tiba."Teman-teman itu merenung, kenapa banyak sekali gaya hidup kita itu tiba-tiba berubah ketika waktu ramadhan tiba. Tiba-tiba kita menjadi lebih konsumtif, apa-apa itu seperti harus dirayakan. Kita beli jajan [takjil] sebenarnya juga biasa, tetapi tiba-tiba ada pola yang berubah," kata Jati.Serikat Suket juga mengadakan nobar tentang Palestina. Ada film Red Army-P.F.L.P: Declaration of World War (1971), pada Selasa, (26/03/2024). Lalu, film ISMAIL (2013) dan [ALQUDS] القدس |Arab Jerusalem (1967), serta pembacaan zine Monolog Gaza pada Jumat (29/03/2024). Semua kegiatan nobar dilakukan di Shelter Gallery Karangsoko."Kami juga sadar bahwasanya kita di sini harusnya sangat-sangat bersyukur. Hari ini menjalankan ramadan dengan sangat tenang, bahkan masih bisa dengan gaya hidup seperti tadi. Nah kami mencoba untuk tetap merefleksikan diri kita lagi tentang saudara-saudara kita yang ada di Palestina dan merawat bagaimana kita bisa harus terus memberikan suara tentang Palestina," terang Jati.

Kaligraffiti: Eksperimen Kaligrafi dan Grafiti

[caption id="attachment_71205" align=aligncenter width=1280]safari-ramadhan-trenggalek-serikat-suket-kaligraffiti-3 Belajar kaligraffiti di Safari Ramadhan Trenggalek ala Serikat Suket/Foto: Dok. Serikat Suket[/caption]Sementara itu, Muatan Lokal merupakan kegiatan loka karya dan belajar bersama. Pada Minggu (24/03/2024), Serikat Suket melaksanakan kegiatan Muatan Lokal dengan belajar kaligraffiti. Kegiatan itu bersama seniman Muhammad Wildan Muzaki dan Halopeck di Loman Studio, Desa Senden, Kecamatan Kampak.Kegiatan Muatan Lokal dilanjutkan dengan Durian Runtuh, yaitu belajar membuat olahan takjil. Lalu, pada Minggu, 14 April 2024, Serikat Suket melanjutkan kegiatan Muatan Lokal dengan tajuk Kupatan: Seni Anyam Janur bersama Bapa Catur & Sanak Famili di Sanggar Seni Manik Maninten, Desa Bendoagung, Kecamatan Kampak.Jati menjelaskan, kaligraffiti merupakan persinggungan antara kaligrafi dalam kebudayaan Islam dan grafiti dari seni jalanan (street art). Serikat Suket berupaya menjadikan kaligraffiti sebagai eksperimen awal untuk melihat peluang menerapkan kaligrafi dalam seni jalanan grafiti di Trenggalek."Kalau ngomongin kaligrafi kan pasti ada pakem, ada aturan tersendiri ketika kita menuliskan huruf hijaiyah. Karena selama ini juga minim referensi teman-teman itu untuk belajar huruf hijaiyah sebagai sebuah font. Teman-teman itu juga jarang belajar. Nah makanya kami coba belajar bersama di tajuk kaligraffiti itu," jelas Jati.Jati mengaku, para seniman Serikat Suket mengalami kesulitan saat belajar kaligrafi. Sebab, ada pakem atau kaidah yang rumit untuk menulis ayat-ayat suci. Seperti saat ingin menulis 'Sedikat Suket Angrembuyung' dalam kaligrafi, mereka mengalami kesulitan karena kekurangan font di huruf hijaiyah. Akhirnya, mereka menggunakan metode pegon."Kami pakai pegon untuk bikin tulisan Serikat Suket Anggrembuyung, karena pegon masih bisa diimprovisasi. Di Hijaiyah gak ada 'e' dan 'ngre'", ujarnya.Karena eksperimen kaligraffiti terbilang sulit, Serikat Siket menyadari bahwa para seniman perlu menguasai dasar-dasar penulisannya terlebih dahulu. Sehingga, ke depannya kaligrafi bisa lebih divariasikan ke dalam street art.Menurut Jati, eksperimen kaligraffiti ini penting untuk dilakukan, bukan hanya saat ramadhan atau sekedar supaya street art terkesan lebih Islami saja. Para seniman muda di Serikat Suket memiliki keresahan atas berkurangnya ruang dan minat belajar kaligrafi.Jati menceritakan, saat bertemu dengan pegiat kaligrafi seperti Muhammad Wildan Muzaki, ada kabar bahwa di kalangan santri pondok pesantren mengalami penurunan minat belajar kaligrafi. Cerita itu didapat dari Muzaki yang merupakan santri salah satu pesantren di Kecamatan Kampak."Kemarin kami menemukan fakta bahwa semakin ke sini orang yang belajar kaligrafi di pondok itu sedikit. Misalkan kata Zaki, sekarang itu justru malah ada fenomena ketika teman-teman seangkatannya di pondok itu jarang banget yang bisa menulis kaligrafi," ungkap Jati.Jati menilai, menurunnya minat terhadap kaligrafi itu salah satunya disebabkan oleh teknologi cetak yang serba instan. Dampaknya, santri kekurangan ruang untuk mengembangkan minat di bidang kaligrafi. Bahkan, santri seperti Zaki harus belajar otodidak untuk mengembangkan minatnya.Nah akhirnya menjadi otodidak, padahal kan nulis seperti itu kata Pak Dok, Kampak Squad, Dek iku nek biyen malah ngaran ini nulis Ning Pondok nulis belajar apa eh nulis Bahasa Arab itu kelasnya kayak kaligrafi harusnya tiap mereka menulis karena tulisannya itu ya mengkudu Indah enggak mau benar tapi memang tulisannya itu lebih indah"Dulu nulis kaligrafi, nulis bahasa arab di pondok itu harus indah. Font-nya harus bagus dan tipografinya tertata. Nah kebiasaan-kebiasaan itu yang mungkin semakin ke sini juga menghilang, kayak tergeser dengan teknologi cetak," ucapnya.

Kolaborasi Merawat Kesenian dan Kebudayaan

[caption id="attachment_71206" align=aligncenter width=1280]safari-ramadhan-trenggalek-serikat-suket-kaligraffiti-2 Kebersamaan dalam belajar mengolah takjil bersama Serikat Suket di Kecamatan Kampak/Foto: Dok. Serikat Suket[/caption]Oleh karena itu, dalam Safari Ramadhan 2024 ini, Serikat Suket berharap bisa merawat serta mengembangkan kesenian dan kebudayaan. Tujuannya, supaya orang yang sudah melakukan kegiatan seni, seperti kaligrafi, tidak berhenti. Selain itu, Serikat Suket menginginkan terwujudnya kolaborasi kesenian yang berkelanjutan."Berkembang lebih jauh dari temuan-temuan yang kami dapati di lapangan. Menjadi riset baru, pengetahuan baru, dan harus kita karyakan juga. Tidak hanya kita melihat itu sebagai sebuah karya seni, bisa jadi juga sebagai pengarsipan kayak pendokumentasian. Nanti ini juga berkelanjutan, harapannya di situ. Jadi tidak hanya usai ketika ramadan usai," jelasnya.Serikat Suket belum membayangkan bagaimana dampak sosial yang lebih jauh dari kegiatan seni mereka kepada masyarakat Trenggalek. Saat ini, mereka masih fokus pada lingkup terkecil seperti komunitas-komunitas yang bisa dijangkau."Kalau ngomongin dampak ke masyarakat yang lebih jauh, masih harus lebih fokus lebih, lebih usaha lagi. Kami menyadari seperti itu ke depannya kita bisa melakukan kerja-kerja kolaboratif. Misalkan di masa depan dengan banyak lintas komunitas atau lintas sosial," tandas Jati.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *