Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Mencicipi Sompil Bu Kom Trenggalek pada Piring Pertama, Gurih dan Pedas

Malam itu, pukul 22.22 WIB, Rabu, 13 Desember 2023. Suasana yang sejuk nan dingin menusuk kulitku. Angin sepoi - sepoi secara bergerak perlahan memasuki ruangan dalam rumah. Keadaan itu membuatku merasakan kelaparan sehingga menggelitik selera makan.Malam itu, aku penasaran mencicipi sompil, kuliner khas Trenggalek. Keinginan itu muncul karena ingin merasakan cita rasa yang terkenal gurih dan pedas. Akhirnya, tanpa ragu, pilihanku jatuh pada sompil untuk memenuhi perut yang kosong.Lalu, aku langsung bergegas dari atas karpet biru rumah, sembari menyalakan motor matic-ku. Menelusuri jalanan Kabupaten Trenggalek pada malam itu terasa sunyi. Namun, masih terdapat beberapa aktivitas pedagang kaki lima dan beberapa orang yang masih bercokol.Setelah menelusuri jalanan, tibanya di Pasar Jarakan. Meskipun dari jarak jauh, terlihat samar-samar lapak penjual sompil. Tanpa ragu, aku mendekati warung di teras pasar, berharap menemukan sompil yang dinanti. Lalu, aku pun mematikan motor dan meletakkan helm di spion sebelah kiri.Terdengar suara bapak penjual nasi goreng yang memberi informasi. Lapaknya berada di sebelah pojok berwarna biru muda. Ia memberikan petunjuk bahwa penjual sompil berada tepat di belakangku."Cari sompil mbak? itu depan itu mbak sompil," ujarnya sembari menunjuk lapak sompil di belakangku.Lalu, aku tersenyum dan menganggukkan kepala sebagai ucapan terima kasih. Entah mengapa, bapak itu langsung memberi petunjuk lapak sompil di belakang ku. Ya, saat itu aku memang memasang wajah bimbang, apakah benar lapak dibelakang ku menjual sompil.Setelah itu, aku berbalik badan dan melangkah menuju tempat yang dimaksud dan siap menikmati sompil yang telah lama menjadi daya tarik rasa penasaranku.Aku pun memesan sompil kepada perempuan paruh baya itu. Ia adalah Komariyah (53) atau kerap di sapa Bu Kom. Di teras pasar, terdapat sebuah gerobak, meja dan kursi berbentuk huruf "U". Rupa-rupa di atas gerobak tersaji air mineral gelas dan botol, tempe keripik, dan cemilan kacang."Bu, sompil makan sini satu nggih," ucapku sembari duduk di bangku depan gerobak.Bu Kom dengan ramah menyajikan sepiring sompil di depanku. Porsinya yang cukup untuk mengganjal perut saat malam hari. Di satu tempat makan aku selalu memesan air putih ditambah es batu. Tetapi kali ini aku memesan air putih tanpa es batu. Bagiku air es yang paling seger setelah usai makan.Hidangan sompil yang disajikan di atas piring, langsung aku santap kuah kuningnya. Untuk menguji rasa, yang aku coba pertama kali selalu kuahnya.Setelah tiga sendok menyeruput, kuah kuning yang masuk ke dalam mulut dam menuju kerongkongan terasa gurih dan pedas. Hidangan sompil Bu Kom terdapat irisan lontong yang cukup banyak, ditambah balutan sayur nangka muda dan kacang panjang.Tak ketinggalan pula, terdapat sambal kacang beserta sayuran seperti taoge, untuk lauknya yaitu tempe goreng. Tetapi aku merasa kali ini tempe gorengnya berbeda. Tempe goreng Bu Kom membuatku penasaran.Setelah menikmati kuah kuning, aku perlahan melahap lontong dan sayur lodeh. Kemudian, sambil menikmati sompil, aku juga menyantap tempe goreng.[caption id="attachment_59458" align=aligncenter width=1280]mencicipi-sompil-bu-kom-trenggalek-piring-pertama-gurih Hidangan satu porsi sompil Bu Kom. Cita rasa yang pedas dan gurih/Foto: Ghani Yoseph (Kabar Trenggalek)[/caption]Sayangnya, tempe goreng habis lebih dulu, sehingga aku mengambil tempe keripik yang tersedia di depanku. Dengan hati puas dan perut kenyang, sepiring sompil dihadapanku pun terkuras habis. Akhirnya, aku menyelesaikan santapanku dengan menyeruput air putih.Sompil Bu Kom tergolong enak dan lezat. Menurutku, cita rasa yang pedas, gurih dan manis berpadu menjadi sebuah harmoni. Semenjak disajikan, sepiring sompil di depan mata membuat nafsu makanku naik.Setelah menyantap satu piring sompil hingga habis, aku berbincang dengan Bu Kom. Ia menceritakan perjalanannya berdagang. Aku terkejut mendengar pernyataan Bu Kom bahwa hari itu ialah hari pertama dirinya menjajakan sompil. Bisa dibilang, aku menjadi bagian dari orang-orang pertama yang mencicipi sompil jualan Bu Kom.Awalnya, Bu Kom memulai usahanya dengan berjualan tahu lontong di depan makam pahlawan. Setelah tiga tahun, ia melakukan perubahan strategis. Penyebabnya adalah pemilik tempat di mana Bu Kom berjualan tahu lontong memutuskan untuk menjual lahan tersebut."Dulu sebelum jualan disini, jualan tahu lontong. Dulu tempatnya di depan makam pahlawan. Terus tempat itu dijual," tutur Bu Kom.Perubahan tersebut membawa Bu Kom ke warungnya saat ini. Ia menceritakan bahwa pada tahun 2012, terdapat seseorang yang menjual gerobak untuk jualan kopi, yang kini menjadi miliknya. Bu Kom mengambil langkah berani dengan membeli gerobak tersebut. Hal ini menjadi awal perjalanan Bu Kom berjualan Kopi hingga saat ini.Bu Kom kemudian memutuskan untuk berjualan sompil, setelah 12 tahun berjualan kopi. Hal ini ia sampaikan lantaran penjual sompil sebelumnya sudah pindah. Sehingga, ia memutuskan untuk berjualan sompil, daripada ada orang yang hendak beli tapi tidak ada sompil.Setelah berjualan kopi selama 12 tahun, Bu Kom memutuskan untuk berjualan sompil juga. Keputusan ini diambil karena penjual sompil sebelumnya pindah, dan Bu Kom ingin memenuhi kebutuhan pelanggan yang mencari sompil.Bu Kom tidak ingin pelanggan yang datang mencari sompil terkecoh, disebabkan tak ada yang berjualan sompil. Lalu, ia memilih untuk menyediakan hidangan yang banyak diminati itu."Kan daripada nggak ada yang jualan, banyak yang kecewa. Kalau mau kesini kan ngga ada, terus akhirnya saya teruskan saja" kata Bu Kom.Sehari-hari, Bu Kom sering memasak, dan itulah mengapa sompil yang ia jajakan menggunakan resep ciptaannya sendiri. Keahlian memasaknya menjadi pegangan untuk menciptakan hidangan sompil yang gurih dan pedas.Lalu, rasa penasaranku terjawab mengenai tempe goreng yang menjadi lauk sompil itu berbeda dengan tempe goreng lainnya. Ia mengatakan tempe goreng tersebut dibalut dengan tepung gaplek atau tepung singkong kemudian di goreng.Bu Kom merasa bersyukur, hidangan sompil yang baru hari itu ia jual sudah sekitar sepuluh orang pembeli. Keinginan Bu Kom cukup sederhana yaitu ia ingin mendapatkan pemasukan dan pelanggan.Warung Sompil Bu Kom buka dari jam 18.00 WIB hingga sekitar jam 01.00 WIB dini hari. Selain itu, harga satu porsi sompil ramah dikantong yaitu Rp5.000. Menurutku, hidangan sompil dengan harga yang terjangkau perlu dicoba.Selesai berbincang dengan Bu Kom, aku pun pamit pulang dan mengucapkan terima kasih. Waktu sudah larut malam membuatku harus pulang. Dalam perjalanan pulang, perut yang awalnya kosong karena lapar dan penasaran kini sudah terpenuhi.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *