Munjungan, Trenggalek – Ada yang berbeda di depan Pasar Tradisional Kecamatan Munjungan pada 28 Oktober 2024. Bukan, ini bukan soal promo cuci gudang atau obral kaos oblong tiga potong lima puluh ribu. Kali ini, pemandangan menarik datang dari Forkopimcam (Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan) yang turun gunung, ikut serta dalam agenda ledang sosialisasi Pilkada 2024.
Sosialisasi ini dimulai dari depan kantor kecamatan dengan iring-iringan yang—kalau tidak mengenal konteks—mungkin bisa disangka kirab karnaval. Tapi, jangan salah, ini acara serius. Dalam suasana meriah namun santai, Forkopimcam menyampaikan pesan-pesan penting kepada masyarakat, termasuk pedagang dan pembeli di pasar seputar pilkada serentak 2024.
Setelah menyapa pasar, iring-iringan ini mulai bergerak. Dengan truk yang dihias baliho dan motor yang membawa bendera kecil, tim Ledang bergerak menuju desa-desa di Munjungan. Desa Tawing menjadi titik awal, diikuti oleh Bendoroto, Bangun, Karangturi, Masaran, hingga Craken. Di tiap desa, rombongan berhenti sejenak, menyampaikan pesan lewat megafon.
“Kami ingin warga tidak hanya tahu tanggalnya, tapi juga semangatnya. Pilkada bukan sekadar ritual lima tahunan, ini soal hak, masa depan, dan tanggung jawab bersama,” ujar Samsul Huda Ketua PPK Munjungan yang ikut dalam rombongan.
Menyapa Desa dengan Suara dan Nada
Cara sosialisasi ini unik. Tidak sekadar membagi-bagi pamflet, tim Ledang juga memainkan rekaman lagu-lagu jingle pilkada Jatim dan pilkada Trenggalek. “Warga yang sedang beraktivitas menjemur cengkeh, atau sekadar duduk di teras—mendadak tersenyum. Beberapa anak kecil bahkan melambai ke arah rombongan.
“Menyenangkan lihat mereka lewat, koyo hiburan gratis,” kata Bu Tanti, warga Desa Bangun yang kebetulan sedang berada di emperan rumahnya.
Meski Munjungan bukan kota besar, tapi mobilisasi seperti ini menunjukkan bahwa demokrasi bisa menyentuh siapa saja, di mana saja. Desa yang jalannya berbatu, atau dengan rumah-rumah berdinding bambu, tak luput dari siaran sosialiasi ini.
“Ini bukan sekadar program, tapi bentuk cinta kami kepada Munjungan. Warga harus merasa bahwa suara mereka penting,” jelas salah Fandi satu anggota PPK, sembari membagikan stiker tanggal pemungutan suara.
Demokrasi dalam Iringan Pawai
Ledang Pilkada Munjungan bukan sekadar sosialisasi biasa. Ia adalah cara untuk mengingatkan bahwa pilkada adalah hak setiap warga, tak peduli di pelosok sekalipun. Seperti alunan lagu yang mereka nyanyikan, pesan demokrasi pun harus sampai ke hati warga.
“Pesta demokrasi harus meriah, tanpa harus gaduh. Mari kita rayakan dengan damai, tanpa gaduh penuh amarah,” ujar Ketua PPK sebelum rombongan akhirnya beranjak meninggalkan desa terakhir, Craken.
Dari pasar hingga pelosok desa, Ledang Pilkada Munjungan telah membawa pesan: memilih bukan hanya hak, tapi kewajiban. Tanggal 27 November nanti, suara rakyat Munjungan akan jadi penentu masa depan.
Kalau bukan kita yang peduli, siapa lagi? Dan kalau bukan sekarang, kapan lagi? Pilkada, pesta rakyat, mari kita rayakan dengan riang gembira