KBRT – Dugaan mega korupsi di salah satu anak perusahaan BUMN Pertamina, yakni PT Pertamina Patra Niaga, memicu munculnya isu BBM oplosan, khususnya Pertamax. Hal ini menimbulkan kekecewaan bagi sebagian pengguna BBM non-subsidi.
Seperti yang dirasakan Kholil Arifi (44), warga Dusun Bendil, Desa Wonocoyo. Ia telah menggunakan Pertamax sejak 2017 untuk motornya, Honda Vario 125 KZR.
“Saya kecewa dengan pejabat yang terduga korupsi karena telah membohongi masyarakat. Padahal, kesejahteraan dan pendapatan mereka sudah terjamin,” ujarnya.
Kholil menjelaskan bahwa ia memilih Pertamax karena dulu kualitas pembakarannya sering dipromosikan lebih unggul dibandingkan Pertalite. Hingga kini, ia tetap setia menggunakan Pertamax karena merasa lebih hemat waktu.
“Sampai sekarang saya masih tetap pakai Pertamax, meskipun isu BBM oplosan bikin saya khawatir dengan kondisi mesin motor. Kecewa sudah pasti, tapi saya juga malas antre,” jelasnya.
Ia biasa mengisi BBM di SPBU atau Pertashop terdekat. Dengan tangki berkapasitas 5,5 liter, ia menghabiskan sekitar Rp50.000 sekali isi. Jika hanya digunakan untuk bekerja dalam satu desa, BBM tersebut bisa bertahan lebih dari tiga minggu.
“Saya juga heran kenapa harga Pertamax di Pertashop lebih murah daripada di SPBU. Di Pertashop, harganya Rp12.000 per liter, sementara di SPBU Rp12.900 per liter,” katanya sambil menerawang, seolah mencari jawaban.
Meski demikian, Kholil mengaku tidak terlalu ambil pusing dengan isu ini. Ia tetap menggunakan Pertamax dan lebih fokus pada antisipasi risiko kerusakan mesin akibat BBM yang tidak sesuai standar.
“Sebenarnya saya tidak terlalu kaget dengan isu BBM oplosan. Dulu, saya pernah mendengar cerita serupa dari seseorang yang mengaku sopir truk pengangkut BBM saat perjalanan naik kereta,” ungkapnya.
Kholil bercerita bahwa sekitar tahun 2006, ketika bensin premium masih beredar, ia pernah bertemu seorang sopir truk BBM dalam perjalanan luar kota. Sopir tersebut mengaku bahwa pengoplosan BBM marak dilakukan oleh sesama sopir demi keuntungan pribadi.
“Jadi, isu ini buat saya bukan hal baru,” tandasnya.
Hal serupa juga dirasakan Seli Nur’aina (18), warga Desa Depok, Kecamatan Bendungan. Ia tetap menggunakan Pertamax meskipun isu BBM oplosan membuatnya kecewa dan khawatir.
“BBM oplosan bikin saya kesal. Kemarin mesin motor saya rusak, sampai harus mengeluarkan biaya hampir Rp600.000,” ujarnya.
Meski tidak tahu pasti penyebab kerusakan, Seli menduga BBM oplosan sebagai faktor utamanya.
“Saya pakai Pertamax sejak 2021 karena menurut saya lebih bagus dibandingkan Pertalite,” tandasnya.
Seli mengaku selalu mengisi Pertamax di SPBU terdekat. Dalam sekali isi, ia menghabiskan Rp50.000 untuk motornya, Honda Vario 125 KZR.
“Ke depannya saya tetap pakai Pertamax, karena takut kalau pakai BBM lain justru lebih berisiko,” pungkasnya.
Kabar Trenggalek - Peristiwa
Editor:Zamz