Catatan: Tulisan ini merupakan kumpulan tulisan untuk merayakan Ulang Tahun Kabar Trenggalek yang ke 2 tahun, pada 5 Mei 2023.
Kabar Trenggalek (KBRT) di tanggal 5 Mei 2023, usianya sudah dua tahun. Meski layak disebut balita, soal perilaku ia sudah tak pas lagi disebut imut-imut. Lha piye, dia suka clanditan, tengil, tapi objektif sesuai fakta, ia bak bayinya Wisanggeni, yang baru saja lahir tapi sudah membuat gaduh kayangan. Bedanya, Wisanggeni polah karena mencari siapa orangtuanya, sedangkan KBRT polah untuk mencari keadilan.
Mula-mula berdiri, KBRT langsung menyorot berita tentang amburadulnya pelaksanaan vaksin Covid-19 di Gedung Serbaguna, sontak penyelenggaranya was-was karena viral, reporternya langsung diajak komunikasi. Media lain tidak mempublish kok iso-isone KBRT merilis?
Karena sejak awal, awak media punya jejaring nasional, pernah KBRT memberitakan kekerasan kepolisian di Desa Pakel, Kecamatan Licin, Kabupaten Banyuwangi, ketika media lain tidak masif memberitakan. Sayangnya beritanya jadi viral, lantas membuat media lokal ini dicari-cari intel Polres Trenggalek, ditanya-tanya kenapa memberitakan yang di luar Trenggalek, ditanya apa punya wartawan di sana, dan lain-lain. Jawab kami sederhana, kami punya pers rilis dan jejaring, dan asal tahu saja, media kami memang lokal, tapi bisa dibaca internasional. Titik.
KBRT kerap menyodorkan tulisan advokasi melalui rubrik mata rakyat, meski juga memuat tulisan yang sifatnya hiburan. Misal tulisan tentang rencana tambang emas di Trenggalek, ancaman usaha tambak ilegal di pesisir selatan, carut-marut tata kelola pelayanan rumah sakit hingga persoalan bansos. Alhasil, si bayi ini sudah banyak membuat merah telinga pejabat terkait yang punya kepentingan tentang isu-isu di atas.
Maka tak heran, selama dua Tahun berdiri KBRT sudah memiliki banyak ancaman, mulai dari ancaman verbal dan psikologis, ancaman cyber, ancaman berupa tawaran-tawaran materiil yang dimaksud untuk menurunkan berita (yang ini sudah berulang kali ditolak dan tidak pernah ada yang diterima).
Gagasan Semu
Dua tahun silam, ia hanyalah disebut sebagai sebuah gagasan semu, meski ada tujuan yang ingin dicapai, yakni, menjadi alternatif dari media-media mainstream, bersifat lokal dan dibuat secara swadaya. Ia disebut semu karena ibarat masakan, tidak ada resep yang bisa dijadikan blueprint.
Proses pencarian bentuk hingga saat ini dilakukan dengan trial and error. Itu dilakukan dengan menambahkan berbagai bumbu secara berkala lantas mencicipi bagaimana rasa masakannya, proses dilakukan terus menerus dan setiap saat, terkadang terlalu banyak cabai, terkadang kebanyakan gula, namun dengan "meraba-raba rasa" kian hari rasa yang pas didapat.
Blue print masakan ala KBRT kian hari kian diminati pembaca, ini fakta membanggakan. Selama dua tahun mengudara setidaknya sudah dijangkau oleh 3 juta lebih pembaca. Tentu saja ini menambah semangat tim untuk mencari resep yang lebih nikmat, meski media lokal, namun diminati banyak orang, bahkan yang dari luar Trenggalek.
Kami memiliki keinginan untuk menjadikan media lokal ini nyaman dibaca orang, mulai dari model tulisan, isu yang diusung bahkan sampai persoalan visual. Seperti halnya tak mengorbankan kenyamanan pembaca dengan slot iklan yang berjejal dari atas sampai bawah, dari pertama buka hingga menutup laman web tersebut.
Bisnis atau Idealis? Lebih baik digabung saja, Idealisme - Kapital.
Saya punya mimpi sebenarnya, bagaimana membuat ekosistem bagi anak muda yang bisa merangsang nalar kritis dan kreativitas namun bisa mencukupi kebutuhan ekonomi masing-masing. Jikalau hal-hal yang berbau kritis selalu diarahkan ke idealisme, maka hal-hal yang berbau bisnis bisa jadi ditujukan pada kapitalisme, kita tahu keduanya merupakan gagasan yang tidak bisa disatukan. Idealis kok kapitalis, kapitalis kok idealis?
Namun pengkotakan itu tak melulu harus dipupuk, hemat saya keduanya bisa di-mix, meski tak semuanya dan hanya mengambil point pentingnya. Lantas menjelmakan keduanya menjadi satu kesatuan: Idealisme membutuhkan modal, dan modal dicari dengan profesional: idealisme ditopang modal (kapital) tanpa is dan isme. Media sejatinya memiliki tujuan itu yakni media massa sebagai lembaga sosial dan lembaga komersil.
KBRT menjaga independensi jurnalisme itu adalah misi utama. Dan KBRT menjalankan bisnis itu adalah misi bertahan hidup yang wajib dijalankan karena domain, server, BBM, makan, semuanya membutuhkan modal. Meski demikian, itu terlalu berbahaya jika tak disertai moral idealisme.
Maka seyogyanya perlu menambahkan falsasah jawa berikut "lek clutak ojo galak, lek galak ojo clutak". Dan itu tidak boleh dirusak dengan misalnya: memunculkan berita kritis, namun menurut jika ada yang membayar banyak supaya menurunkan berita ktitis tersebut, itu namanya galak dan clutak. Awak media KBRT harus punya moral idealisme tersebut.
Dua tahun silam sebenarnya gagasan semu tersebut sudah menjadi pembahasan antara saya dan Zamzuri, beberapa waktu kemudian diamini Wahyu, Adib, Beni, Bayu, dibenarkan oleh dr. Soeripto (sebagai tokoh intelektual Trenggalek yang selama ini membolehkan rumahnya sebagai basecamp pergerakan) dan mulai diikuti lainnya.
Akan tetapi, persetujuan terhadap gagasan semu tersebut cukup alot sampai ada pembuktian-pembuktian dari karya jurnalistik. Ada aksi ada reaksi, ada gagasan kemudian ada karya real. KBRT sedikit demi sedikit menyempurnakan gagasan semu tersebut menjadi gagasan nyata. Mungkin, semua orang mau untuk berkecimpung di KBRT karena telah menangkap kesamaan visi tersebut. Disadari atau tidak, penggodokan idealisme sebenarnya telah tuntas di meja-meja perdiskusian yang kami buat.
Sampai di sini kebutuhan untuk memproduksi karya jurnalistik telah terpenuhi, setiap hari menerbitkan 5-10 tulisan. Namun, ada PR di depan mata, bagaimana untuk memenuhi modal?
Setahu saya, kaum-kaum idealis hampir selalu memiliki kelemahan dalam bertahan hidup, mereka hampir tak menemui pola tentang bagaimana menghasilkan modal untuk menghidupi sisi idealismenya sendiri. Biasanya berakhir dengan bercokol pada lembaga tertentu yang bisa membayar keahlian mereka, alih-alih membuat role bisnis yang sehat.
Saya masih ingat, ketika degradasi pemenuhan kebutuhan modal tersebut hinggap di KBRT 5 bulan pasca berdiri, lantas saya mengajak berbicara seorang pengusaha (yang telah dinilai memiliki kepekaan suara bawah) yang mau memberikan suplay modal terlebih dahulu. Ini penting dilakukan karena sejak awal KBRT dibuat secara swadaya, dana seadanya. Lantas, angel investor seperti itu sangat dibutuhkan.
Gagasan di atas disepakati, namun dengan syarat kemandirian, tidak selamanya KBRT disubsidi sepenuhnya, dalam jangka waktu tertentu harus mampu menghidupi dirinya sendiri dengan menciptakan role model bisnisnya. Karena blue print belum ada, maka yang dilakukan adalah mencari bentuk bisnis bagi KBRT, semuanya dilakukan dengan meraba-raba.
Hingga tahun kedua ini, KBRT sudah mampu memperoleh keuntungan, dan sedikit demi sedikit melepas subsidi yang telah didapat dari angel investor sambil terus memperbarui model bisnisnya. Pada tahap ini, pemenuhan kapital sudah terpenuhi, pun dengan keredaksian sudah mampu dikembangkan dengan menerbitkan 10 berita perhari. Meski dengan formasi SDM yang sama, namun potensi bisa dikembangkan sampai titik optimal.
Menjadi media lokal yang mandiri memang banyak tantangan, namun itu bukan alasan untuk tetap bisa berkarya, asalkan semua orang memahami visi apa yang mereka perjuangkan dan misi apa yang mereka kerjakan, yang penting KBRT tak secuil pun menggadaikan idealisme demi memenuhi modal, saya rasa media ini akan berkembang menjadi yang terbesar di Trenggalek.