Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Fenomena 'Mbecek' di Trenggalek, Jadi Indikasi Pemicu Pernikahan Anak 

Fenomena budaya 'mbecek' di Kota Alen Alen Trenggalek jadi salah satu indikator penyumbang angka pernikahan anak. Karena, pernikahan usia anak akibat hamil duluan cenderung sedikit.   

"Faktor budaya arisan, becekan, dan orang tua," kata Plt Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Trenggalek, Ratna Sulistyowati.

Ratna menyampaikan, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) merupakan pelayanan terpadu yang berwenang untuk mengeluarkan surat rekomendasi bagi anak yang hendak menikah. 

Selain itu, P2TP2A juga membuka layanan konsultasi kepada anak maupun orang tua. Dari hasil konsultasi, Ratna mengaku, ada beberapa latar belakang yang mempengaruhi kasus pernikahan anak

Di antaranya adalah unsur budaya, misal arisan, becekan. Lain itu adalah desakan dari orang tua. 

"Yang mau menikah usia anak, harus konsultasi dengan psikolog kami. Ketemulah beberapa masalah yang melandasi, arisan becekan karena mereka yang datang, karena dengan alasan undangan sudah jadi," ujarnya. 

Hasil pengakuan anak dalam konsultasi itu, kata Ratna, banyak anak yang enggan untuk menikah dan menginginkan untuk menuntaskan sekolahnya. 

"Mereka pengen sekolah, tapi ini [desakan eksternal untuk menikah di usia anak] lagi-lagi mengakibatkan anak menjadi korban," ungkapnya. 

Wanita yang juga menjabat sebagai Kepala Bappedalitbang itu menilai kasus pernikahan anak merupakan fenomena yang betul-betul perlu ditekan. Fenomena itu berdampak pada sektor-sektor lain, misalnya memicu tingkat kemiskinan menjadi tinggi atau memicu tingkat perceraian yang juga tinggi. 

Dampak itu bagi Ratna cukup logis, mengingat pernikahan dini mengindikasikan kedua belah pihak suami-istri masih berusia anak. Usia-usia itu memungkinkan mental dan pola pikir mereka belum matang. 

"Salah satu penyebab tingginya angka perkawinan anak, karena mereka belum kerja. Jadi [nikah usia anak]  ini memicu kemiskinan baru," jelasnya. 

Menyinggung solusi, pihaknya menilai, fenomena pernikahan usia anak melibatkan banyak stakeholder, bukan cuma Dinsos P3A. 

Karena itu ada program Desa Nol Perkawinan Anak sejak 2022. Program itu melibatkan banyak stakeholder, termasuk pemerintah desa (pemdes) di Kabupaten Trenggalek. 

"Memang untuk menekan angka pernikahan usia anak ini perlu komitmen banyak stakeholder. Dan, kini banyak pemdes yang antusias membuat perdes untuk desa nol perkawinan anak," ujarnya.