KBRT – Peternakan Lebah Klanceng di Gandusari Pernah Jaya, Kini Tinggal Kenangan. Dusun Banyon, Desa Widoro, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Trenggalek, pernah dikenal karena geliat peternakan lebah klanceng pada 2018. Kala itu, sejumlah warga memiliki ratusan koloni lebah penghasil madu dengan kapasitas besar.
Sujarni, salah satu petani setempat, mengenang masa kejayaannya ketika beternak lebah kelulut atau Trigona bee. Namun, dalam dua hingga tiga tahun terakhir, ia tak lagi intensif merawat koloni.
“Dulu ada ratusan kotak yang jadi sarang klanceng, sekarang sudah pada bubar dan tersisa 5 kotak di belakang rumah,” ujar Sujarni melalui sambungan telepon, Rabu (11/09/2025).
Kini, Sujarni memilih merantau untuk bekerja. Meski begitu, ia berjanji sepulang dari luar Jawa akan kembali menghidupkan peternakan klancengnya.
Menurut Sujarni, beternak klanceng terlihat mudah karena tidak perlu menyediakan pakan khusus. Namun, agar produktif menghasilkan madu, setiap koloni harus rutin dicek untuk mengantisipasi gangguan hama atau kerusakan sarang.
“Sebenarnya beternak madu klanceng bisa menjadi penghasilan utama, tapi harus benar-benar terawat. Masalahnya saya dulu masih menyambi jadi sopir dan tukang las. Jadinya klanceng tidak terawat dan malah sekarang ambruk kandangnya,” terangnya.
Harga madu klanceng hingga kini relatif stabil. Satu liter madu bisa dijual Rp800 ribu, dengan rata-rata 10 koloni mampu menghasilkan satu liter madu dalam sekali panen saat musim bunga. Masa panen paling cepat tiga bulan, sementara di luar musim bunga bisa mencapai empat bulan lebih.
“Kadang kalau ada orang yang butuh, istri saya yang memanen. Kalau satu cangkir kecil masih bisa,” ucapnya.
Sujarni bercerita, dulu ia sempat memiliki sekitar 700 kandang klanceng. Sebagian ia titipkan di lahan milik tetangga. Menurutnya, budidaya klanceng bisa dilakukan di berbagai lokasi, termasuk di perkotaan, asalkan tersedia bunga-bungaan sebagai sumber makanan lebah.
“Dulu awalnya saya jadi bahan tertawaan sama tetangga karena memelihara klanceng. Saya pun sempat gagal saat masih memiliki 100-an kandang pertama. Tapi saya tidak menyerah dan terus mempelajari kebiasaan klanceng hingga membuat tetangga saya ikut mencoba beternak,” kenangnya.
Meski kini jumlah koloninya menyusut, Sujarni menegaskan bahwa permintaan pasar terhadap madu klanceng tetap tinggi.
“Pelanggan saya itu kalau kemari sering kali mengaku masih kekurangan barang, jadi pemasaran itu selalu pelanggan saya sendiri yang datang kemari," ujarnya.
Kabar Trenggalek - Ekonomi
Editor:Zamz