Keluarga korban dugaan kekerasan seksual pengasuh pondok pesantren di Desa Sugihan, Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek menyoroti kepolisian dalam penanganan kasus yang berjalan lambat.
Keluarga korban sudah melaporkan kasus kekerasan seksual yang dialami oleh anaknya sejak April 2024, namun tak mendapatkan kejelasan perkembangan kasusnya. "Polisi sampai saat ini keadaannya ya seperti ini [belum ada perkembangan]," ujar Warto, ayah korban.
Awal kasus ini dilaporkan, Warto mendapatkan penjelasan dari kepolisian jika saksi tindak asusila tersebut cukup minim. Sehingga proses selanjutnya harus menunggu saat anak korban lahir. Saat ini, bayi tersebut sudah lahir. Usianya 2 bulan.
"Penyidik bilang pertama kali itu begini, karena kurang saksi , waktu itu katanya menunggu bayi [lahir]. Sekarang bayinya sudah sebesar itu, hasilnya seperti apa, nol kalau dari polres," imbuhnya.
Sementara itu, Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Zainul Abidin, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima laporan resmi terkait kasus tersebut dan kini sedang melakukan penyelidikan lebih lanjut.
“Kami sudah menerima laporan polisi, dan saat ini sedang bekerja untuk memintai keterangan dari para saksi serta mengumpulkan barang bukti lainnya,” ungkap AKP Zainul Abidin dalam keterangannya, Senin (23/09/2024).
Proses ini dilakukan guna memperkuat dasar hukum yang akan digunakan dalam penanganan kasus tersebut.
Kasus ini bermula dari laporan orang tua seorang santriwati yang menuduh pimpinan pesantren telah melakukan tindakan pelecehan seksual terhadap putri mereka. Santriwati tersebut diduga menjadi korban pelecehan hingga menyebabkan kehamilan.
Kasus ini memicu aksi massa yang mendatangi pondok pesantren dan balai desa pada Minggu (22/9/2024).
"Dalam tahap awal penyelidikan, pihak kepolisian telah memeriksa sejumlah saksi untuk memperoleh informasi yang lebih mendalam,” tandasnya.
Editor:Danu S