KBRT - Ketua Komisi I DPRD Trenggalek, Husni Tahir Hamid, menyoroti maraknya fenomena Aparatur Sipil Negara (ASN) yang melakukan pernikahan siri, termasuk di kalangan pensiunan.
Ia menilai persoalan ini perlu segera ditangani dengan payung hukum yang jelas agar tidak menimbulkan masalah sosial dan administrasi, terutama terkait identitas anak hasil pernikahan.
“Banyak isu sekarang terutama ASN yang menikah siri, termasuk yang pensiunan. Ini harus diselesaikan dengan regulasi,” ujar Husni.
Menurut Husni, pernikahan siri tidak hanya berkaitan dengan aspek moral dan sosial, tetapi juga berdampak pada hak-hak administratif, seperti hak pensiun. Dalam beberapa kasus, pernikahan tanpa pencatatan resmi membuat status istri baru tidak diakui secara hukum, sementara hak pensiun tetap diterima oleh pihak yang tidak semestinya.
“Misal kalau dia kawin lagi secara sah, pensiun suaminya yang meninggal tidak kembali ke dia. Ini banyak terjadi. Artinya perlu ada pengaturan agar tidak ada yang dirugikan,” jelasnya.
Husni menyebut, DPRD akan mempertimbangkan pembentukan regulasi daerah untuk menertibkan praktik pernikahan siri di kalangan ASN. Namun, langkah itu masih perlu dikaji dengan memperhatikan aspek sosial dan hukum yang berlaku.
“Saat ini kami akan melihat dulu bagaimana aturan pusat mengaturnya. Kalau memang ada celah, kita bisa dorong lewat regulasi di daerah,” katanya.
Ia menjelaskan, secara agama pernikahan siri sah, namun secara hukum negara tidak memiliki kekuatan pembuktian karena tidak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
“Undang-undang perkawinan menyatakan sahnya suatu hubungan itu dibuktikan dengan akta dari KUA. Jadi pernikahan siri itu hanya sah menurut agama, tapi tidak punya dasar hukum negara,” tegas Husni.
Lebih lanjut, ia menyoroti dampak sosial yang muncul, terutama bagi anak hasil pernikahan siri, karena sering kali kesulitan dalam pengurusan akta kelahiran.
“Kalau yang muda menikah siri lalu punya anak, anaknya nanti yang bermasalah. Tidak bisa dicatat karena tidak ada bukti pernikahan resmi,” ungkapnya.
Husni menambahkan, praktik pernikahan siri di kalangan ASN yang ditinggalkan karena meninggal oleh salah satu pihak dapat berdampak pada keuangan negara, karena berpotensi menimbulkan penyalahgunaan hak pensiun.
“Yang seperti itu jelas merugikan. Seharusnya ketika seseorang sudah menikah lagi, ada aturan bahwa hak pensiunnya harus dilepas. Kalau tidak, itu termasuk bentuk kebohongan kepada negara,” katanya.
Kabar Trenggalek - Advertorial
Editor:Zamz