KBRT – Setelah hampir satu bulan wilayah Trenggalek diramaikan oleh pesta pernikahan dan tenda-tenda megah, suasana tersebut mendadak sepi mulai Jumat (27/06/2025). Karena, Bulan Suro dalam kalender Jawa telah tiba—bulan yang dianggap sakral dan membawa pantangan, termasuk larangan menggelar pernikahan.
Kepercayaan itu masih dipegang teguh oleh masyarakat Trenggalek. Tak sedikit yang meyakini bahwa melanggar pantangan menikah di Bulan Suro dapat membawa kesialan, bahkan menyebabkan kematian anggota keluarga.
“Dari dulu di sini tidak ada yang berani membuat pesta pernikahan kalau masuk Bulan Suro, takut kena kesialan,” ujar Juri (75), warga Desa Rejowinangun sekaligus dongke atau tokoh adat Jawa.
Juri mengisahkan pengalaman nyata di masa mudanya, saat ada keluarga yang nekat menggelar pernikahan di Bulan Suro dengan dalih tamu akan lebih banyak karena tidak ada hajatan lain. Meski acara berjalan lancar, dalam waktu singkat anggota keluarga tersebut meninggal satu per satu.
“Satu per satu dari keluarga tersebut meninggal, menyusul orang tuanya yang tenar memiliki makhluk halus penjaga,” lanjutnya.
Menurutnya, keluarga tersebut memiliki penjaga gaib yang kuat. Setelah orang tua dalam keluarga itu wafat, pagar gaib melemah dan kesialan pun datang.
Sebagai dongke, Juri biasa diminta mencarikan hari baik untuk hajatan. Ia menjelaskan bahwa larangan menikah di Bulan Suro juga berkaitan dengan sejarah wafatnya Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad SAW, secara tragis di bulan Muharam (Suro) dalam peristiwa Karbala.
“Sebenarnya semua hari itu sama bagusnya, tapi tradisi masyarakat Jawa ada cara khusus untuk memilih hari yang tepat. Jadi, pantangan Bulan Suro harus tetap dipatuhi,” imbuh Juri.
Hal serupa diungkapkan Harianto (43), penyedia jasa dekorasi pernikahan asal Desa Ngadirenggo, Kecamatan Pogalan. Menurutnya, setiap tahun selama Bulan Suro, seluruh perlengkapan hajatan miliknya akan mangkrak di rumah karena tidak ada permintaan.
“Selama ikut kerja dari tahun 90-an, saya tidak pernah dapat order tenda di Bulan Suro,” ujarnya saat ditemui di kediamannya, Jumat (27/06/2025).
Harianto juga menceritakan kisah tetangganya yang tetap melangsungkan hajatan di Bulan Suro dan berakhir dengan tragedi.
“Di sini pernah ada yang ngeyel buat hajatan di Bulan Suro. Awalnya memang tidak terjadi apa-apa, tapi selang beberapa bulan keluarganya meninggal satu per satu hingga habis,” ungkapnya.
Meski mengaku bingung karena kematian adalah urusan Tuhan, Harianto menyadari bahwa kepercayaan soal pantangan Bulan Suro masih sangat kuat di tengah masyarakat.
Kabar Trenggalek - Sosial
Editor:Zamz