Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Berikut 9 Ragam Rumah Adat di Jawa Timur, Ternyata Tidak Hanya Joglo

Barangkali, jika ada pertanyaan ada apa saja rumah adat di Jawa Timur, jawaban kita adalah joglo. Padahal, ada ragam rumah adat di Jawa Timur. Sekalipun rumah joglo mudah ditemui di Jawa Timur tetap memiliki ciri khas yang membedakan dengan di Jawa Tengah.Keragaman rumah adat di Jawa Timur tercipta dari kebudayaan yang beragam. Karena, ada beragam suku yang ada di Jawa Timur. Kebudayaan dari suku-suku itu kemudian menciptakan beragam kreasi, seperti kesenian dan aliran kepercayaan.Apa Itu Rumah Adat?Menurut Siswono Yudohusodo dalam buku “Rumah untuk seluruh rakyat”, rumah adat merupakan rumah/hunian yang dibangun dengan cara atau Teknik yang sama dari generasi ke generasi.Sekalipun zaman dan kebiasaan masyarakat turut berubah, gaya rumah adat itu sedikit atau bahkan tidak sama sekali mengalami perubahan gaya. Sehingga konsep dan gayanya tetap sama dari waktu ke waktu. Ini yang menjadikan rumah adat itu unik.Selain itu, rumah adat merupakan salah satu representasi kebudayaan yang paling tinggi dalam sebuah komunitas suku atau masyarakat. Karena dalam rumah adat juga simbol tentang kepercayaan, nilai moral, tradisi, teknologi, kepercayaan, dan kemajuan sebuah peradaban.

Ragam rumah adat di Jawa Timur

Karena di Jawa Timur terdapat beragam suku dan budaya, membuat rumah adatnya memiliki karakteristik. Terutama saat terjadi akulturasi budaya, juga menyebabkan rumah adat itu unik dan memiliki ciri khas masing-masing.Dengan mengutip dari berbagai sumber, berikut rumah adat di Jawa Timur. Selamat membaca.

1. Rumah Adat Dhurung

[caption id="attachment_47654" align=alignnone width=961] Rumah Adat Dhurung warisan budaya masyarakat Suku Bawean/Foto: Subiyantoro[/caption]Rumah Adat Dhurung berasal dari Suku Bawean yang berada di Pulau Bawean, 120 KM sebelah utara Kabupaten Gresik. Secara  administrasi, Pulau Bawean masuk Kabupaten Gresik.Suku Bawean mewarisi Indonesia sebuah rumah adat yang unik. Rumah Adat Dhurung memiliki ciri khas dhurung, yakni sebuah balai kecil di depan rumah. Ukurannya sekitar 2 x 3 meter dan muat untuk beberapa orang saja.Balai ini juga terpisah dari bangunan rumah utama. Biasanya digunakan sebagai tempat bercengkrama sesame warga. Tidak untuk pertemuan yang bersifat formal atau dalam rangka tertentu, seperti pernikahan. Sederhananya, dhurung ini sebagai tempat nongkrongnya orang Bawean.Selain sebagai tempat nongkrong, dhurung itu juga bisa dipakai tempat menyimpan bahan pangan, seperti padi. Sehingga multifungsi dan dapat digunakan sesuai kebutuhan. Menunjukan fleksibilitas orang Bawean. Kalau di era sekarang, dhurung itu ibarat sebuah gazebo yang ada di depan rumah.Dulu, bangunan rumah utama dan dhurung itu terbuat dari bahan dasar kayu. Seiring berkembangnya zaman, rumah utama orang Bawean sudah terbuat dari semen. Namun tetap mempertahankan dhurung  di depan rumah yang terbuat dari kayu dengan atap dari rumpia atau biasa disebut dheun.Saat ini sebagian besar dhurung sudah tidak dilengkapi lumbung padi di bagian atasnya dan material atapnya sudah banyak yang menggunakan seng, genteng atau asbes bukan lagi dengan rumbia.Rumah Adat Dhurung di Pulau Bawean masih mudah ditemui rumah di daerah Pudakit, Kecamatan Sangkapura.

2. Rumah Adat Suku Tengger

[caption id="attachment_47648" align=alignnone width=324] Rumah Adat Tengger/Foto: Pemkab Probolinggo[/caption]Suku Tengger yang bermukim di lereng Gunung Bromo mewarisi Indonesia sebuah rumah adat yang unik. Rumah Adat Tengger masih mudah dijumpai di kawasan Cemoro Lawang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura.Kontruksi bangunan Rumah Adat Tengger berbahan dasar kayu sementara atapnya dari dipan. Atap rumah berbentuk runcing, konsep ini disesuaikan dengan kondisi alam sekitar lereng gunung. Sehingga rumah adat ini membuat nyaman penghuninya untuk ditempati meski kondisi di lereng gunung cukup ekstrem.Masyarakat Tengger juga memiliki ciri khas dalam menata ruang pemukiman. Berdasarkan buku “Mengenal Pemukiman dan Rumah Tengger Berdasarkan Sistem Kepercayaan“ yang ditulis oleh Hari Lelono dan Putri Novita Taniardi, penataan pemukiman Suku Tengger berkaitan erat dengan kepercayaan yang dianut masyarakat.Penataan pemukiman diatur sesuai dengan penggunaan lahan, selain sebagai pemukiman dan pertanian, lahan di Tengger ada yang dikeramatkan. Hal itu sudah mereka percayai sejak ribuan tahun lalu. Tempat yang dianggap sakral ini biasanya agak jauh dengan pemukiman.Sebagai informasi, masyarakat Tengger memiliki kepercayaan jika manusia sekarang masih berkaitan dengan roh leluhur. Keterkaitannya begitu kuat, sehingga tiap rumah biasanya di depan ada tempat khusus untuk beribadah.

3. Rumah Adat Osing

[caption id="attachment_47653" align=alignnone width=972] Rumah Adat Osing yang estetik/Foto: Tikel Balung[/caption]Suku Osing yang mendiami beberapa wilayah di Kabupaten Banyuwangi juga meninggalkan warisan budaya berupa rumah adat. Rumah Adat Osing berbahan dasar kayu dan bambu. Untuk kayu biasanya dipilih kayu bendo dan cempaka. Kayu tersebut dipilih sebagai kontruksi bangunan karena kekuatannya dalam menyangga beban.Rachmaniah M. Hariastuti dalam jurnal berjudul Kajian Konsep-Konsep Geometris Dalam Rumah Adat Osing Banyuwangi sebagai Dasar Pengembangan Pembelajaran Kontekstual Berbasis Etnomatematika. Rumah Adat Osing terdiri dari empat buah tiang penyangga utama dan dikaitan dengan bagian lain tanpa paku besi, hanya menggunakan pasak dari kayu. Hal ini ternyata memberikan kelebihan. Rumah jadi elastis, sehingga saat terjadi gempa tidak mudah roboh.Yang unik dari rumah adat ini berasal dari arah menghadapnya rumah yang ditentukan berdasarkan hari kematian orang tua. Jika orang tua meninggal pada hari Senin, maka rumah akan menghadap ke barat. Jika meninggal pada hari Selasa, maka rumah harus menghadap ke timur.Jika meninggal pada hari Rabu, maka rumah harus menghadap ke selatan. Jika meninggal pada hari Kamis, maka rumah harus menghadap ke utara. Dan jika meninggal pada hari Minggu, rumah harus menghadap ke barat.Secara tidak langsung, aturan adat ini membuat tata ruang pemukiman masyarakat Osing tidak beraturan, alias random jika dilihat dari atas menggunakan drone. Bagian depan rumah Osing tidak selalu menghadap ke jalan seperti pada rumah-rumah pada umumnya. Bagaimanapun, hal ini yang menjadi daya tarik dan keunikan yang harus dihormati.Kesederhanaan begitu terasa dari Rumah Adat Osing. Hal itu berasal dari dinding bangunan yang hanya terbuat dari anyaman bambu dan lantai berupa tanah. Tidak seperti rumah modern yang terbuat dari beton dengan lantai keramik.Selera seni masyarakat Osing juga dituangkan dalam rumahnya. Kayu pembentuk rumah Osing diukir dengan matahari/srengge, bunga pare, selimpet, dan juga kawung yang masing-masing memiliki makna filosofis.Motif srengge atau matahari melambangkan harapan akan masa depan rumah tangga yang cerah, bunga pare melambangkan kehidupan rumah tangga yang berlangsung lama dan terus menjalar, kawung melambangkan kesetiaan pada pasangan, dan selimpet (garis-garis) melambangkan kasih sayang yang tidak terbatas.Ada tiga jenis Rumah Adat Osing berdasarkan bentuk atapnya, yakni cerocogan, tikel balung, dan baresan. Bahkan, bentuk atap ini menunjukan kelas sosial dalam masyarakat. Seperti jenis Cerocogan, adalah rumah Osing dengan satu atap saja dan dihuni oleh satu keluarga dengan ekonomi rendah.Baresan adalah rumah Osing dengan tiga sisi atap sehingga memiliki satu ruangan tambahan disebelah kanan atau kiri. Rumah Osing baresan dihuni oleh keluarga dengan ekonomi menengah. Sedangkan rumah Osing tikel balung terdiri dari empat buah sisi atap sehingga memiliki ruang tambahan di kanan dan kiri rumah. Rumah tikel balung biasanya dihuni oleh keluarga kaya dan terpandang.

4. Rumah Joglo Situbondo

[caption id="attachment_47649" align=alignnone width=630] Rumah Adat Joglo Situbondo yang megah/Foto: Istimewa[/caption]Di Kabupaten Situbondo ada sebuah rumah adat joglo. Meski begitu, Rumah Joglo Situbondo berbeda dengan rumah tradisional Joglo di Jawa Tengah. Meski secara konsep bangunan ada kesamaan. Misal dari bentuk dasar bangunan.Rumah Joglo Situbondo juga termasuk sebagai peninggalan sejarah. Sebab, rumah itu besar dipengaruhi oleh kepercayaan nenek moyang, yakni kejawen. Pengaruh kepercayaan kejawen terdapat pada penataan ruang di dalam rumah.Orang setempat membuat rumah joglo ini tidak asal-asalan. Melainkan tiap desain arsitektur rumah memiliki nilai filosofi. TIap bagian rumah memiliki sanepa Jawa (perumpamaan). Menunjukan begitu kentalnya kebudayaan jawa yang terwujud dalam Rumah Joglo Situbondo.Nama joglo merupakan perlambang dari atapnya rumah adat ini. Atap dari bangunan ini berbentuk mengerucut ke atas yang menggambarkan bentuk gunung dan berangka tinggi.Dalam kebudayaan Jawa, gunung memiliki kedudukan tinggi dan sakral dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dikarenakan gunung sangat diyakini sebagai tempat tinggal para dewa. Sehingga bentuk gunung dituangkan ke dalam simbol berupa atap rumah yang diberi nama tajug.Atap rumah joglo ini memiliki dua bagian tajug atau tajug loro. Dari kata itu, seiring diucapkan dan mengalami proses morfologi (perubahan bentuk kata/bahasa) dan fonologi (perubahan bunyi Bahasa), kemudian disebut “joglo”.Rumah Joglo Situbondo memiliki empat buah tiang yang dipasang sebagai penyangga di bagian Tengah. Ukuran penyangga ini lebih tinggi dibandingkan penyangga yang lain. Keempat tiang ini biasa disebut soko guru.Rumah tradisional ini memiliki bentuk limasan atau dara gepak. Joglo Situbondo sesuai dengan namanya banyak ditemukan di daerah Situbondo, Jawa Timur. Hal inilah yang menjadikan namanya menjadi Joglo Situbondo. Namun, selain di sana, rumah adat ini juga banyak ditemukan di Ponorogo.Rumah yang asli berbahan dasar kayu jati. Jenis kayu itu dipilih karena memiliki kekuatan dalam menopang beban dan kokoh jika dijadikan bangunan. Selain itu, pemilihan kayu jati karena lebih awet dan tahan terhadap pelapukan.Secara garis besar, Rumah Joglo Situbondo memiliki karakter sederhana. Namun memiliki cita rasa seni tinggi. Hal itu ditunjukan ornamen-ornamen ukiran pada beberapa bagian rumah.Tiap bagian rumah juga memiliki bagiannya masing-masing. Di depan biasa disebut pendopo, tempat ini digunakan menerima tamu. Pendopo ini terbuka dan tidak ada dinding pembatas.Di dalam rumah terdapat tiga buah kamar atau biasa disebut senthong. Penamaan kamar ini meliputi kamar tengah, kamar kiri, dan kamar kanan. Kamar tengah biasanya untuk tempat tidur, kamar kiri untuk bekerja, dan kamar kanan untuk memasak.

5. Rumah Joglo Sinom

[caption id="attachment_47650" align=alignnone width=495] Rumah Joglo Sinom yang sederhana/Foto: Pengadaan[/caption]Joglo Sinom merupakan salah satu rumah adat di Jawa Timur. Secara umum hampir sama dengan rumah joglo pada umumnya. Bedanya, rumah ini memakai 36 tiang dan empat pilar di tengah sebagai soko guru.Rumah ini memiliki karakteristik atapnya menjulang tinggi, serupa dengan Joglo Hageng. Joglo jenis ini juga tak terlalu luas dan relatif lebih kecil.Selain itu, setiap bangunan jenis ini memiliki proporsi atap utama lebih tinggi dengan tiga susun dan memiliki tiga sudut kemiringan.Secara sekilas joglo sinom hampir mirip dengan jenis Joglo lain seperti. Karena bentuk atap bangunan tersebut memiliki kesamaan.Kegunaan atau fungsi Joglo Sinom ini dipakai, biasanya, untuk diskusi para masyarakat atau sebagai tempat perkumpulan. Hal ini selaras dengan falsafah Jawa yang selalu mengedepankan silaturahmi sesama manusia.

6. Rumah Joglo Jompongan

[caption id="attachment_47645" align=alignnone width=972] Rumah Joglo Jompongan yang estetik/Foto: @rumahkayujoglo (Instagram)[/caption]Kemudian, di Jawa Timur juga Rumah Joglo Jompongan, yang memiliki karakteristik khusus dengan menggunakan dua pintu yang dapat digeser. Denah bangunan ini jika ditinjau berbentuk kubus, berbeda dengan joglo lainnya yang berbentuk balok.Selain itu, atap jenis Jompongan memiliki ciri khas dengan bersusun dua dan berhias bumbungan atap memanjang kanan dan kiri. Mirip dengan rumah-rumah masyarakat Tiongkok.Rumah Joglo Jompongan cenderung berkesan sederhana sebab tidak banyak ditemukan ornamen hiasan pada atapnya. Sehingga nuansa tradisional dapat dirasakan apabila mendiami tempat tersebut. Selain itu juga cocok menjadi tempat rumah makan.

7. Rumah Limasan Lambang Sari

[caption id="attachment_47646" align=alignnone width=938] Rumah Limasan Lambang Saru/Foto: @theayoyo (Instagram)[/caption]Selanjutnya, di Jawa Timur terdapat rumah adat Limasan Lambang Sari. Rumah ini memiliki bentuk limas atau persegi panjang. Keunikannya terletak pada kontruksi atap yang dibangun dari balok penyambung.Tiang di rumah jenis ini memiliki 16 buah, dengan atap empat sisi. Apabila diperhatikan, ada satu bubungan kuat yang menghubungkan keempat sisi atap tersebut.Sementara, pondasinya berbentuk umpak dengan alas tiang dari batu, dan ada purus di tengah tiang bawah sebagai pengunci tiang bangunan.

8. Rumah Limasan Trajumas Lawakan

[caption id="attachment_47651" align=alignnone width=576] Rumah Limasan Trajumas Lawakan/Foto: Saintif[/caption]Rumah Limasan Trajumas di Jawa Timur merupakan bentuk variasi dari rumah limasan lainnya. Karakteristik rumah ini terdapat empat emperan di sekeliling bangunan. Emperan ini merupakan tambahan secara kegunaannya. Kemiringan emperan ini lebih landai daripada atap utama.Seperti pada umumnya, di bagian tengah rumah ada empat tiang penyangga utama. Tiang ini lebih tinggi dibanding tiang lainnya, sehingga ada rongga antara atap pertama dan atap kedua. Kemudian, keempat sisi rumah didukung oleh dua buah tiang.Total, sebagai struktur utama bangunan terdapat 20 tiang. Tiang-tiang inu kemudian yang menjadi pengait tiap-tiap dinding rumah. Untuk bahannya masih terbuat dari kayu.

9. Rumah Limasan Trajumas

[caption id="attachment_47652" align=alignnone width=576] Rumah Trajumas Limasan yang sederhana/Foto: Istimewa[/caption]Terakhir, di Jawa Timur ada Rumah Limasan Trajumas. Jenis ini dilengkapi dengan tiang penyangga sebanyak 6 buah yang menjadi struktur pokok rumah tersebut.Di bagian tengah dari keenam tiang yang ada terdapat sebuah ander, fungsi utamanya adalah untuk membagi ruangan menjadi dua yang keduanya berukuran sama.Ada empat tiang utama di bagian tengah yang menjadikannya mirip rumah limasan lainnya. Keempat tiang yang tinggi itu membuat bagian atap tengah rumah menjulang tinggi. Selain itu, sisi pada atap rumah ini mempunyai ukuran panjang yang sama.Desain rumah yang satu ini sangat pas untuk digabungkan dengan desain rumah ala limasan dengan sentuhan modern, misalnya pada gazebo atau pada bungalow.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *