Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

9 Tradisi Malam Satu Suro di Jawa Timur, Salah Satunya Ziarah di Gunung Lawu

Tahun baru Jawa yang jatuh tiap tanggal Satu Suro merupakan salah satu malam yang sakral. Tak hanya itu, bulan Suro juga termasuk bulan sakral dalam adat masyarakat Jawa. Berbagai macam ritual dan tradisi digelar untuk menyambut kesakralannya.

Seperti ragam tradisi malam satu suro di Jawa Timur. Berbagai macam tradisi yang identik dengan hal-hal mistis digelar oleh masyarakat. Hal ini menjadi salah satu kekayaan tradisi di Nusantara yang perlu dilestarikan.

Perlu diketahui, tanggal Satu Suro bertepatan dengan tanggal Satu Muharam dalam kalender Islam. Sehingga dalam tradisinya juga terdapat akulturasi atau peleburan budaya, antara Islam dan Jawa.

1. Grebeg Suro Ponorogo

Pagelaran Reog Ponorogo saat Grebeg Suro/Foto: Official Grebeg Suro Ponorogo

Grebeg Suro sudah menjadi kegiatan rutinan yang digelar tiap tahun di Kabupaten Ponorogo Jawa Timur. Tiap tahunnya, perayaan ini berlangsung dengan meriah dan mampu menarik wisatawan dari luar daerah.

Ada berbagai macam kegiatan yang masuk ke dalam kegiatan Grebeg Suro Ponorogo. Seperti Pagelaran Pusaka, Bedhol Pusaka, Ziarah Makam, dan Bazar UMKM.

Yang menjadi ikon dari Grebek Suro Ponorogo adalah penampilan Tari Reog Ponorogo yang terkenal hingga mancanegara. Bahkan, tiap tahunnya terdapat Festival Seni Reog yang jadi satu rangkaian dengan kegiatan Grebek Suro Ponorogo.

2. Ngitung Batih Trenggalek

Tradisi Ngitung Batih di Kecamatan Dongko Trenggalek/Foto: Kanal Indonesiana TV (YouTube)

Ngitung Batih merupakan salah satu tradisi yang berasal dari masyarakat Kecamatan Dongko Kabupaten Trenggalek. Tradisi ini sudah rutin digelar secara turun-temurun dan pada tahun 2011 dipusatkan di Kantor Kecamatan Dongko.

Ngitung Batih jika diartikan dari setiap kata, ngitung itu artinya menghitung. Sedangkan batih itu artinya keluarga. Sehingga dapat diartikan sebagai menghitung anggota keluarga. Sehingga saat tradisi ngitung batih digelar, tiap keluarga berkumpul untuk berdoa meminta keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Yang menarik dari tradisi Ngitung Batih Trenggalek dengan adanya takir plontang. Yakni, sebuah nasi yang dibungkus dengan daun pisang dengan dibentuk persegi panjang. Yang setiap pojoknya yang dikaitkan dengan janur atau daun kelapa muda.

Takir Plontang memiliki makna tersendiri. Yakni dimulai dari kata Takir, yang artinya Nata Pikir. Sementara kata 'Plontang' artinya simbol pengawakan manusia, yakni manusia itu sifatnya lorek/plontang [belang].

Pengawakan manusia ini diberi oleh Allah SWT empat nafsu, jadi bentuk wadah takir yang persegi empat itu melambangkan empat nafsu. Yakni nafsu aulama, mainah, riya’ dan amarah.

3. Ledug Suro Magetan

Masyarakat Magetan sedang mengarak tumpeng kue bolu/Foto: Magetanhub (Facebook)

Ledug Suro merupakan tradisi masyarakat Magetan dalam menyambut kedatangan tahun baru Jawa. Dalam tradisi yang digelar tiap tanggal Satu Suro tersebut ada berbagai macam kegiatan yang menarik perhatian masyarakat.

Dimulai dari Lomba Lesung Bedhug, Arak-arakan Kue Bolu, dan sebuah gunungan berisikan makanan yang nantinya diperebutkan warga. Biasanya mulai jadi rebutan ketika selesai didoakan.

Ledug Suro Magetan ini sebagai bentuk kegembiraan masyarakat atas kerunia yang diberikan Tuhan Yang Maha Esa. Sekaligus pemanjatan doa semoga diberikan keselamatan selama setahun ke depan.

4. Grebeg Tumpeng Agung Banyuwangi

Grebeg Tumpeng Agung Banyuwangi/Foto: Istimewa

Grebeg Tumpeng Agung Banyuwangi merupakan bentuk perayaan masyarakat untuk menyambut tahun baru Jawa dan Islam. Dalam tradisi ini, warga akan berbondong-bondong mengarak dua buah tumpeng, yakni tumpeng laki-laki dan tumpeng perempuan.

Setelah diarak, para sesepuh akan membacakan doa-doa kepada Tuhan untuk meminta keselamatan sekaligus dihindarkan dari mara bahaya. 

Setelah didoakan, secara serentak warga memperebutkan bagian tumpeng ini. Dipercaya bisa membawa keberkahan tersendiri dari tumpeng yang diarak ini.

5. Ritual Malam Gunung Lawu

Pasar Dieng di Gunung Lawu yang terkenal mistik/Foto: @siningrum (Instagram)

Gunung Lawu merupakan salah satu gunung yang jadi tempat favorit pendaki. Karena terkenal dengan pemandangannya yang indah dan memanjakan mata.

Perlu diketahui, Gunung Lawu adalah sebuah gunung berapi aktif yang terletak di Pulau Jawa, tepatnya di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, Indonesia. Gunung Lawu memiliki ketinggian sekitar 3.265 mdpl.

Gunung Lawu terletak di antara tiga kabupaten, yaitu Karanganyar di Jawa Tengah, Ngawi, dan Magetan di Jawa Timur.

Tiap malam Satu Suro, terdapat ritual yang diadakan di Gunung Lawu. Ritual ini dilakukan oleh warga sekitar dan bisa diikuti para pendaki yang berasal dari luar daerah.

Biasanya, warga dan para pendaki pada malam Satu Suro akan berziarah ke petilasan-petilasan yang ada. Serta ada juga yang memandikan keris di atas gunung.

6. Jamasan Keris Gresik

Warga sedang membersihkan pusakanya saat Satu Suro/Foto: Galeri Sang Pamor (YouTube)

Di Kota Gresik terdapat sebuah tradisi memandikan pusaka berupa keris yang rutin dilakukan tiap malam Satu Suro. Dipercaya memiliki kekuatan magis yang perlu dirawat dan dijaga.

Oleh karena itu, tiap malam Satu Suro keris-keris dimandikan dengan air bunga tujuh rupa. Tradisi ini cukup kental dengan hal-hal mistis dan supranatural.

7. Baritan di Lereng Gunung Raung

Gunung Raung berlokasi di perbatasan Banyuwangi, Situbondo, dan Bondowoso Jawa Timur. Gunung ini memiliki ketinggian 3.332 meter di atas permukaan laut (MDPL).

Uniknya, warga sekitar Lereng Gunung Raung memiliki tradisi tiap kali malam Satu Suro, yakni Tradisi Baritan. Dalam tradisi ini warga akan berkumpul dan membawa makanan lengkap dengan lauknya. Kemudian didoakan dan disantap bersama.

Dalam Tradisi Baritan ini, masyarakat memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai bentuk syukur. Sekaligus permohonan dihindarkan dari mara bahaya letusan Gunung Raung.

8. Ruwat Agung Nuswantoro Mojokerto

Masyarakat bersama Pemerintah Kabupaten Magetan menggelar Ruwat Agung Nuswantoro/Foto: Boy Rakabuming

Pemerintah Kabupaten Mojokerto memiliki koleksi 97 pusaka, terdiri dari keris, tombak, dan pedang. Pusaka ini memiliki nilai historis karena usianya sudah ratusan tahun.

Untuk merawatnya, tiap malam Satu Suro rutin digelar Ruwat Agung Nuswantoro. Pada tradisi tersebut semua pusaka dikeluarkan untuk dimandikan dengan air dari tujuh sumber.

9. Jamasan Pusaka Surabaya

Ilustrasi, masyarakat Surabaya sedang membesihkan kerisnya/Foto: Istimewa

Meski berada di sebuah kota metropolitan, warga Surabaya juga memiliki tradisi jamasan pusaka yang dilakukan setiap malam Satu Suro.

Dalam tradisi ini, para warga yang memiliki pusaka akan berbondong-bondong memandikannya dengan air bunga. Kemudian dibacakan doa-doa.

Selain untuk melestarikan pusaka pemberian leluhur, tradisi jamasan ini juga bertujuan merawat besi-besi dari kerusakan.

Terima kasih sudah membaca artikel di Kabar Trenggalek. Semoga ulasan tentang 'Tradisi Malam Satu Suro di Jawa Timur' ini bisa bermanfaat untuk Anda semua.