KBRT – Di sudut kecil Kelurahan Surodakan, Trenggalek, seorang pria dengan tangan penuh keterampilan menyulap kayu jadi topeng bertaring khas budaya Jawa. Dialah Irfan Sanjaya (36), pengrajin barongan dan perlengkapan jaranan yang karyanya tak hanya menghiasi pentas-pentas lokal, tapi juga telah menjangkau panggung internasional.
Bulan November tahun lalu, Irfan kembali mengemas satu set barongan lengkap untuk dikirim ke Singapura. Itu bukan kali pertama. Sebelumnya, ia telah mengirimkan karyanya ke Korea, Taiwan, dan Hongkong.
“Yang Singapura kemarin pembelinya warga asli negara sana. Lewat telepon saya diberitahu olehnya bahwa ia mengenal barongan dari pekerja asal Indonesia yang melakukan pementasan di Singapura,” ujar Irfan saat ditemui di rumahnya.
Yang membuat Irfan terkesan, pembelinya bukan hanya sekadar kolektor. Ia bergabung dalam komunitas jaranan di Singapura, belajar menari, dan aktif tampil di jalanan saat karnaval. “Dia cerita banyak. Komunitasnya justru aktif bersama warga Indonesia di sana,” tambahnya.
Meski sempat memberi peringatan soal mahalnya ongkos kirim—yang nyaris menyamai harga barongan itu sendiri—sang pembeli tetap bersikeras membeli. “Harga barongan lengkapnya Rp4,5 juta, ongkirnya Rp4,3 juta lebih. Tapi dia tetap mau,” terang Irfan.
Menjaga Tradisi, Merangkul Generasi Baru

Irfan tak hanya menjual untuk kolektor dan pegiat seni profesional. Ia juga menyediakan versi barongan anak-anak, yang lebih ringan dan terjangkau. “Yang asli bobot kepala barongannya bisa 4 kilogram lebih. Kalau buat anak-anak, harganya mulai ratusan ribu,” jelasnya.
Kecintaannya pada jaranan sudah terpatri sejak kecil. Namun saat itu, Irfan kecil tak bisa membeli barongan karena tidak ada yang menjualnya di Trenggalek. Kenangan itu yang menjadi pemicu semangatnya sekarang.
Tak ingin anak-anak zaman sekarang kehilangan akses terhadap budaya, Irfan kini memproduksi barongan anak secara massal. Bahkan, ia juga melatih sekitar 30 anak di lingkungannya agar tetap bisa mengenal dan mencintai jaranan. Ia sediakan alat, pelatihan, hingga panggung kecil untuk unjuk gigi.
“Yang setiap bulan saya produksi banyak itu barongan anak, karena peminatnya dari luar pulau Jawa seperti Kalimantan dan Sumatra masih terus banyak sampai sekarang,” katanya bangga.
Dari Dusun Bendosari ke Dunia
Bagi Irfan, dusun kecil tempat tinggalnya di Bendosari, Kelurahan Surodakan, bukan batas bagi mimpi. Barongan yang dulunya hanya dikenal di panggung lokal, kini terbang menembus batas negara.
Karyanya menyimpan lebih dari sekadar keindahan rupa. Di dalam setiap barongan, ada semangat menjaga warisan leluhur, ada hasrat untuk berbagi budaya, dan ada upaya membangun generasi penerus yang mencintai tradisinya sendiri.
Kabar Trenggalek - Feature
Editor:Zamz