Pusaka Trenggalek setiap tahun dijamas sebagai bentuk ritual menyambut Hari Jadi Trenggalek yang ke-830. Tahun ini, prosesi sakral tersebut tidak hanya melibatkan pusaka milik pemerintah, tetapi juga dua pusaka baru dari Keraton Yogyakarta.
Jamas dalam konteks budaya Jawa berarti membersihkan atau merawat benda pusaka, seperti keris, tombak, atau benda-benda lain yang dianggap sakral. Proses jamasan biasanya melibatkan pembersihan fisik pusaka dengan bahan-bahan khusus dan doa-doa tertentu untuk menjaga atau meningkatkan kekuatan spiritual benda tersebut.
Bupati Trenggalek, Mochamad Nur Arifin, menegaskan bahwa tradisi ini tidak hanya sekadar bentuk penghormatan terhadap budaya dan tradisi, tetapi juga simbol penghormatan terhadap nilai-nilai luhur yang dijunjung.
Pada tahun ini, dua pusaka baru, yaitu Tombak Wignya Murti dan Payung Songsong, turut diruwat bersama pusaka andalan Trenggalek seperti Tombak Korowelang, Songsong Tunggul Nogo, dan Panji Lambang Kabupaten Trenggalek.
"Alhamdulillah, seluruh pusaka yang dimiliki Kabupaten Trenggalek kini sudah lengkap, termasuk prasasti dan tombak yang diterima dari Ngarso Dalem Sultan Hamengkubuwono X," ujar Mas Ipin.
Mas Ipin juga menambahkan bahwa ada yang berbeda dalam prosesi tahun ini, yaitu partisipasi pusaka pribadi dari tokoh-tokoh penting di Trenggalek. Hal ini menjadi simbol bahwa tidak hanya kabupaten yang perlu disucikan, tetapi juga orang-orang yang terlibat dalam kepemimpinan.
"Tahun ini, saya meminta agar bukan hanya pusaka milik Kabupaten yang dijamas, tetapi juga pusaka pribadi dari para pemangku kebijakan," tegasnya.
Prosesi jamasan pusaka pribadi dilakukan di waktu dan tempat yang berbeda. Pusaka pribadi tersebut dijamas di Balai Desa Karangrejo, Kecamatan Kampak, pada malam hari.
"Kita memilih lokasi jamasan di Desa Karangrejo, Kampak, karena di sana sebelum ditemukan prasasti Kamulan oleh Mpu Sindok ketika hijrah dari Kerajaan Medang di Jawa Tengah, kemudian bergeser ke Jawa Timur," jelasnya.