Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Atas Nama NKRI, LSM TKN Sabotase Aksi Bersepeda dari Greenpeace

Kubah Migunani

Kabar Trenggalek - LSM Tapal Kuda Nusantara (TKN) melakukan sabotase terhadap aksi aktivis Greenpeace Indonesia yang menyuarakan keadilan iklim. Sabotase oleh LSM TKN itu dilakukan pada Senin (07/11/2022).

Aksi dari aktivis Greenpeace yaitu Chasing the Shadow. Sebuah rangkaian perjalanan mengendarai sepeda untuk menelusuri seberapa cepat dampak dari krisis iklim yang telah menyerang ruang hidup dan sendi-sendi kehidupan.

Selain itu, Tim Pesepeda Chasing the Shadow, juga menghimpun solusi-solusi masyarakat yang tumbuh di tengah harapan dari himpitan ganasnya krisis iklim. Aksi perjalanan mengendarai sepeda ini dimulai sejak 15 Oktober 2022. Rencananya, aksi itu selesai pada 16 November 2022.

Derita Masyarakat Akibat Krisis Iklim

[caption id="attachment_22667" align=alignnone width=1200] Tim Pesepeda Chasing the Shadow dengarkan dampak PLTU Batubara di Batang/Foto: Veri Sanovri (Greenpeace)[/caption]

Tur bersepeda untuk menyuarakan keadilan iklim itu melibatkan sejumlah aktivis dan pencerita. Perjalanan dimulai dari Jakarta hingga Bali menggunakan sepeda sembari menyambangi daerah-daerah terdampak krisis iklim. Daerah yang sudah disambangi Tim Pesepeda Chasing the Shadow, yaitu Jakarta, Bandung, Karimunjawa, Batang, Semarang, dan Surabaya.

Selama perjalanan itu, Tim Pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace menemui berbagai dampak akibat kirisis Iklim. Seperti ancaman tenggelam di Jakarta, polusi udara dari batubara di Marunda Jakarta Utara, banjir rob di Muara Gembong Bekasi, serta kerusakan lingkungan akibat limbah tambak udang di Karimunjawa.

Selain itu, dampak dari krisis iklim yang dicatat oleh Tim Pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace, yaitu turunnya produktivitas kopi di Banjarnegara, kondisi Semarang yang terancam lebih cepat tenggelam daripada Jakarta, hingga hilangnya mata pencaharian nelayan di Batang.

Oleh karena itu, Greenpeace ingin menyuarakan dampak krisis iklim kepada kehidupan masyarakat, di forum G20 di Bali, pada 15-16 November 2022. Akan tetapi, aksi menyuarakan keadilan iklim oleh Greenpeace mendapatkan berbagai intimidasi selama perjalanan mereka.

Intimidasi Selama Tur Bersepeda

[caption id="attachment_22670" align=alignnone width=1200] Aparat dan pekerja pabrik semen intimidasi warga Kendeng dan aktivis Greenpeace yang melakukan aksi keadilan iklim/Foto: Aji Styawan (Greenpeace)[/caption]

Tim pesepeda sudah mengalami intimidasi sejak berada di Semarang, baik dari orang-orang tak dikenal maupun yang berseragam polisi. Sekitar tujuh orang yang mengaku polisi sempat mendatangi tim Greenpeace yang sedang on air di sebuah stasiun radio.

Mereka menanyakan rencana aksi di Simpang Lima, Semarang, padahal Greenpeace tak berencana menggelar aksi di kawasan tersebut. Di Semarang, Greenpeace menggelar acara pameran foto, diskusi, dan pertunjukan musik di Gedung Oudetrap, Kota Lama.

Sejumlah aparat berseragam Korps Bhayangkara dan militer juga kerap terlihat di tempat-tempat yang didatangi para pesepeda dan tim Greenpeace Indonesia, seperti di Desa Timbulsloko, Sayung, Demak, dan di Desa Tegaldowo, Gunem, Rembang.

Represi semakin meningkat saat tim bergerak dari Semarang menuju Surabaya. Tim Chasing the Shadow mengalami teror berupa pengintaian dari orang tidak dikenal dan indikasi perusakan kendaraan.

"Puncaknya terjadi dalam perjalanan menuju Probolinggo, di mana ancaman jika kami melanjutkan perjalanan disampaikan secara terang-terangan, baik secara lisan maupun melalui penggembosan ban kendaraan," tulis Greenpeace melalui keterangan resminya.

Sabotase Aksi Keadilan Iklim atas Nama NKRI

[caption id="attachment_22669" align=alignnone width=1080] Sabotase LSM TKN kepada aksi keadilan iklim oleh Greenpeace/Foto: Greenpeace[/caption]

Melalui video yang diunggah Greenpeace, terlihat beberapa orang memakai baju LSM Tapal Kuda Nusantara (TKN) memaksa tim Pesepeda Chasing the Shadow, untuk menghentikan kampanye keadilan iklim.

Tim Pesepeda Chasing the Shadow dipaksa membuat surat pernyataan dengan tanda tangan di atas materai agar tidak melanjutkan perjalanan, atau tidak melakukan kampanye apa pun selama Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.

"Temen-temen ini [LSM TKN] mewarisi semangat juang, dari nenek moyang mereka yang akan tetap mempertahankan Indonesia. Dan ketika dicabik-cabik harkat dan martabat kita, mereka yang mewarisi semangat juang, tidak akan tinggal diam," ujar seorang lelaki kepada Tim Pesepeda Chasing the Shadow.

"Poinnya [dalam surat pernyataan] Anda membuat kesepakatan dengan Anda, bukan kami [LSM TKN] bahwa Anda tidak akan melakukan apa yang sudah Anda lakukan di Batang. Terkait di manapun, Anda boleh melakukan [kampanye], kecuali untuk mengganggu NKRI," tambah lelaki itu.

https://twitter.com/GreenpeaceID/status/1589800102956498944?t=Pq6Ef8hyLTcqpR3mH6T9dA&s=19

Sabotase yang dilakukan oleh LSM TKN, mendapat tanggapan dari Leonard Simanjuntak, Kepala Greenpeace Indonesia. Pihaknya menilai, sabotase itu sangat merusak prinsip demokrasi dan mencederai kebebasan berpendapat yang dijamin dalam konstitusi negara Indonesia.

Berkaitan dengan aksi yang dilakukan di Batang, Jawa Tengah, Leonard membenarkan bahwa Tim Pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace memang lewat Batang. Mereka bertemu dengan masyarakat terdampak PLTU Batubara. Tapi tidak ada aksi yang dilakukan.

"Ini bagian dari kebebasan berekspresi dan demokrasi kita, dan ini dijamin undang-undang. Jadi kenapa [aksi keadilan iklim] ini dipermasalahkan?" tegas Leonard.

Leonard juga merespons pernyataan Nazwa Agus, Humas DPP TKN, yang mengatakan PLN malalui PLTU berusaha mengurangi emisi karbon, dengan cara program co-firing. Co-firing yaitu program pencampuran bahan batubara dengan energi baru terbarukan bentuk serbuk kayu.

“Di situ 6% emisi berhasil dikurangi oleh PLN. Makanya jangan fitnah pemerintah Indonesia. Sementara kebutuhan batubara dunia terus meningkat. Terutama permintaan dari Jerman," ujar Nazwa, dikutip dari Berita Jatim.

Leonard mengkritik, bahwa penurunan emisi sebesar 6% dengan co-firing tersebut tidak signifikan untuk mengatasi krisis iklim. Menurut Leonard, yang dibutuhkan adalah transisi energi secepat-cepatnya dari pembangkit listrik energi fosil ke pembangkit listrik energi terbarukan.

"Itu artinya PLTU Batubara harus dipensiunkan lebih cepat, dan diganti dengan pembangkit listrik energi terbarukan seperti tenaga matahari, angin, geotermal, air," tegas Leonard.

Mengutip Climate Science pada tahun 2030, lanjut Leonard, seharusnya tinggal 10% pembangkit di dunia ini merupakan PLTU batubara.

"Indonesia di tahun 2030 masih akan punya lebih dari 50% listrik-nya dihasilkan oleh PLTU batubara," terangnya.

Kampanye Antikekerasan kok Malah Dibungkam?

[caption id="attachment_22671" align=alignnone width=1200] Tim Pesepeda Chasing the Shadow aksi keadilan iklim/Foto: Aji Styawan (Greenpeace)[/caption]

Masih berdasarkan keterangan resmi Greenpeace, dalam melakukan kampanye, mereka selalu menerapkan prinsip-prinsip antikekerasan. Pesan kampanye yang dibawa dalam kegiatan tur sepeda adalah mengabarkan kepada publik bahwa krisis iklim sudah terjadi di sejumlah wilayah di Indonesia. Krisis iklim mengancam sejumlah aspek dalam kehidupan, termasuk pangan dan sejarah kebudayaan.

"Justru, kegiatan bersepeda merupakan salah satu cara kami dalam mempromosikan solusi iklim untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Sepeda merupakan simbol kendaraan yang paling minim emisinya sebagai solusi iklim," terang Greenpeace.

Menurut Greenpeace, salah satu solusi untuk mencegah dampak krisis iklim adalah dengan melakukan akselerasi transisi energi. Dalam dokumen Nationally Determined Contribution (NDC), jika Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK), transisi energi adalah hal mutlak yang harus dilakukan secara serius, ambisius, dan adil. Hal ini merupakan seruan Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace yang disampaikan secara damai, kreatif, dan terbuka.

"Pemerintah dalam berbagai kesempatan selalu mengatakan tidak bisa berjalan sendiri untuk menangani krisis iklim dan membutuhkan partisipasi publik. Namun ironisnya partisipasi warga negara untuk menyuarakan krisis iklim dan sekaligus solusinya justru dihadapkan pada tindakan represif dan pembatasan ruang demokrasi," kritik Greenpeace.

Greenpeace mengingatkan kepada pengurus negara terkait adanya ruang demokrasi bagi masyarakat sipil, adalah prasyarat untuk bisa mewujudkan keadilan iklim. Oleh karena itu, Greenpeace mendesak agar pemerintah menghentikan upaya represif terhadap aktivis yang tengah menyuarakan keadilan iklim. Negara harus menjamin kebebasan berpendapat seluruh warganya.

"Tidak ada Indonesia yang maju dengan masih hadirnya represi terhadap aksi-aksi kreatif untuk menciptakan masa depan Indonesia yang lebih baik. Polisi juga harus menjalankan perannya untuk memberikan rasa aman, bukan malah menciptakan ketakutan bagi warga negara," tandas Greenpeace.

Leonard menyampaikan, saat ini kondisi Tim Pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace sedang dalam kondisi baik. Pihaknya juga akan mengevaluasi rencana selanjutnya.

"Setelah kejadian kemarin kondisi tim sepeda Chasing The Shadow baik-baik. Kami sedang mengevaluasi rencana selanjutnya, tentu dengan mempertimbangkan serius keamanan dan keselamatan tim kami di lapangan," jelasnya.

Kopi Jimat

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *