Kondisi alam Trenggalek yang masih nampak lestari menjadikan kabupaten ini kaya hasil bumi, salah satunya buah manggis. Manggis Trenggalek banyak dibudidayakan di kawasan pegunungan seperti di Kecamatan Watulimo.
Bahkan, manggis Watulimo Trenggalek tak hanya digandrungi di pasar lokal, melainkan juga mampu bersaing untuk di ekspor. Hal itu diungkapkan Mamik Yuliono (Marvin) adalah salah satu petani manggis Watulimo Trenggalek.
Marvin memiliki kebun manggis produktif yang dikelola bersama keluarganya sekitar setengah hektar. Kendati, perkebunan itu tak hanya diisi oleh manggis saja, melainkan ada tanaman lain jahe, kapulogo, dan pisang.
Nama sistem tanam yang diterapkan Marvin ini dikenal dengan tumpang sari. Dalam sistem tanam ini, suatu lahan tidak hanya ditanami satu jenis tumbuhan melainkan beragam.
Meski begitu, buah manggis yang dihasilkan tetap tumbuh subur dan mampu menghasilkan produksi buah dengan kualitas unggul. Bahkan, Marvin mengaku jika setengah dari hasil panennya di tahun 2023 ini masuk kategori layak ekspor.
"Musim manggis itu tak anggap seputaran satu bulan. Yang umum-umumnya satu bulan. Misal [hitungannya] dipakai panen terendah misal 20 kg per hari, kalau tertinggi 80 kg per hari. Di buat rata-rata dikisaran 30 sampai 40 kg per hari. Setengahnya diseleksi layak ekspor," ungkap Marvin di kediamannya.
Ia menjelaskan buah manggis layak ekspor itu seperti apa. Pertama, kulit dari buah manggis itu mulus dan tidak ada bercak tanda kerusakan. Kedua, mahkota buah manggis tidak rusak. Ketiga, setidaknya satu buah manggis itu seberat satu ons.
Untuk menghasilkan buah manggis seperti itu, Marvin menjelaskan ada perawatan sederhana yang diterapkan pada pohon manggis. Yakni dengan menyemprot bunga manggis satu bulan sekali sampai buah mendekati usia dewasa, sekitar 3-4 bulan.
"Pemupukan itu sedikit-sedikit ada, tapi mayoritas endak. Ya mungkin bawah [pohon] cuma dibersihkan," terangnya.
Kemudian, untuk mencapai kualitas unggul buah manggis juga diberi perlakuan khusus saat dipanen. Yakni menggunakan galah yang ujungnya diberi karung agar buah tidak jatuh.
"Yang jelas cara panennya pakai orok-orok. Sejenis galah yang ada karung, jadi manggis itu tidak jatuh. Karungnya juga dari kain halus sehingga tidak merusak kulit. Terus dibawa turun dari atas pohon itu juga hati-hati agar tidak merusak buah," ujar Marvin.
Setelah turun dari pohon, buah manggis tidak bisa langsung diekspor. Marvin harus menjualnya pada supplier perusahaan ekspor terlebih dahulu. Supplier inilah yang bisa dikatakan sebagai penyambung antara petani manggis dan pasar ekspor.
Jadi, stabilitas pasar ekspor berpengaruh pada pendapatan petani manggis Watulimo. Saat perusahaan ekspor belum memiliki target negara, maka harga manggis di petani bisa turun drastis.
Berdasarkan pengalaman Marvin ia pernah mendapatkan Rp. 13 ribu per kilogram. Padahal, saat ramai ekspor bisa mencapai harga Rp. 19 ribu hingga Rp. 24 ribu. Penurunan harga manggis ini disebabkan penjualannya hanya menyentuh pasar lokal.
"Dilematika petani, tidak ada standar harga yang pasti. Karena tidak ada aturan yang jelas tentang standar harga, sak ngertiku [setahuku]. Opo aku sing ndak ngerti opo piye [apa aku yang kurang tahu apa bagaimana]," tandas Marvin.
Cuaca Sebabkan Tak Panen Raya
Petani buah manggis di Watulimo berdasar keterangan Marvin terakhir kali panen raya pada tahun 2018. Setelah tahun tersebut tak lagi panen raya, melainkan panen kecil-kecil dan waktunya panjang.
Sebab, jika panen raya cukup selama satu bulan. Akan tetapi di 2023 ini ada tiga fase pemanenan buah. Disebabkan pohon manggis tak berbuah secara serentak. Ia menduga faktor penyebabnya adalah perubahan cuaca ekstrem.
"Ya misal bulan empat bulan lima mulai terang atau panas sampai bulan agustus bisalah panen raya. Tapi kalau tahun-tahun kemarin belum pernah cuaca yang cerah," jelas Marvin.
"Hasil panen tahun ini adalah efek cuaca dari tahun kemarin. Sementara cuaca tahun ini berdampak pada hasil buah tahun depan," lanjutnya.
Berdasarkan pengalaman Marvin, jika sekitar bulan april dan maret turun hujan, maka bunga-bunga pohon manggis rontok. Sehingga pohon manggis yang mengalami kerontokan tinggi, maka buahnya sedikit yang bisa dipanen bulan agustus.
Kualitas Unggul Tapi Kalah Cepat
Syaifudin adalah salah satu supplier perusahaan ekspor di Jakarta. Ia membeli buah manggis dari petani dan pengepul lokal. Ia bermukim di Desa Sebo, Kecamatan Watulimo, Kabupaten Trenggalek. Sebenarnya, Syaifudin warga asal Bekasi. Ia bermukim di Trenggalek sejak tahun 1998-an.
Saat ini, ia tengah bekerja sama sebagai suplayer PT Gunung Himun Peratama GHP, perusahaan eksportir di Jakarta. Kini, perusahaan tersebut berdasar keterangan Syaifudin tengah mengirim ke Negara China.
"Yang perlu diperbaiki kendala saat Thailand lagi musim. Soalnya kalah kualitas dan kuantitas. Sebab, jarak Thailand ke China itu dekat. Sehingga barang cepat sampai dengan kondisi segar," ujarnya.
Kendati demikian, Syaifudin mengakui jika pengiriman dari Indonesia tak kalah dengan manggis asal Thailand. Sebab, berdasarkan pengalamannya bekerja sama dengan pengusaha asal Malaysia yang mengambil dari Thailand.
"Sebetulnya kalau kualitas manggis itu kalah Thailand, kulitnya bagus isinya jelek. Cuma karena dekat saja dengan China pengiriman cepat. Manggis di sini kualitas isi bagus tapi beberapa kulitnya kalah mulus," ujar Syaifudin.
Kendati demikian, jika hasil panen manggis ini dimaksimalkan oleh petani Trenggalek, maka bisa lebih memberikan pemasukan menggiurkan bagi masyarakat.
"Menurut saya buah manggis untuk pendapatan petani sudah mantap bisa diandalkan. Cuma ini kendalanya di pendistribusian. Soalnya itu berpengaruh ke pihak bawahnya," tandas Syaifudin.