KBRT – Survei Seismik Laut 2D yang dilakukan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Jambi Merang di perairan selatan Jawa, termasuk wilayah laut Kabupaten Trenggalek, mendapat tanggapan dari akademisi asal Trenggalek, Eko Teguh Paripurno, pakar vulkanologi dan manajemen bencana geologi.
Kegiatan survei tersebut diketahui berlangsung sejak akhir Oktober 2025 hingga Desember 2025. Survei ini dilakukan untuk memetakan potensi minyak dan gas bumi (migas) di laut lepas mulai dari Pacitan hingga Lumajang.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Perikanan Kabupaten Trenggalek, Cusi Kurniawati, sebelumnya menjelaskan bahwa survei tersebut bertujuan menggali potensi migas di Jawa Timur bagian tenggara.
“Nama surveinya adalah survei seismik 2D, dilakukan oleh Pertamina Hulu Energi atau PHE Jambi Merang. Tujuannya untuk menggali potensi migas di Jawa Timur bagian tenggara. Wilayah yang dipetakan itu dari Pacitan sampai Lumajang, di laut lepas pantai,” terangnya.
Menanggapi hal itu, Eko Teguh Paripurno menyebut survei seismik yang dilakukan Pertamina merupakan langkah awal yang baik menuju kemandirian energi nasional.
“Survei seismik yang dilakukan Pertamina merupakan awal baik dari proses menuju kemandirian energi yang paling dimungkinkan, seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan impor minyak kita. Jadi wajar saja dan perlu didorong, selain juga perlunya penelitian awal energi terbarukan,” ujarnya.
Eko menjelaskan, survei seismik merupakan metode pancaran gelombang dari satu alat yang ditangkap oleh alat lainnya untuk merekam data bawah permukaan bumi. Dari data itu dapat diketahui apakah terdapat potensi minyak bumi.
Dari perspektif kebencanaan, kata Eko, setiap kegiatan memiliki risiko, namun yang penting adalah bagaimana risiko tersebut dikelola.
“Risiko pada prinsipnya selalu ada. Tinggal bagaimana kita mengelola risiko itu. Kalau hal yang disampaikan di muka sudah memuat nilai risiko yang mutakhir, harapannya bisa dikelola dengan baik,” terangnya.
Ia menambahkan, penggunaan gelombang seismik umumnya tidak berdampak langsung pada flora dan fauna laut.
“Gelombang seismik refleksi biasanya diarahkan ke benda padat. Belum ada catatan pengaruh pada flora dan fauna. Belum ada catatan dampak dari kegiatan sejenis yang pernah dilakukan di Laut Natuna atau di utara Jawa,” jelasnya.
Menurutnya, hasil survei nanti akan menunjukkan titik-titik potensial yang berpeluang menjadi daerah jebakan migas. Namun, proses eksploitasi di tahap selanjutnya harus dilakukan dengan persiapan matang.
“Penyiapan yang lebih baik itu perlu dilakukan. Artinya sangat tergantung dari bentuk jebakan minyaknya. Untuk wilayah selatan bisa berkaca pada selatan Timor. Jangan sampai muncul risiko yang tidak bisa dikelola,” ujar Eko.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa aktivitas pemboran tidak memengaruhi dinamika tektonik di selatan Jawa.
“Dalam pemikiran saya, pemboran tidak memengaruhi setting geologi. Tapi pengaruh terhadap ekologi itu bisa saja muncul, dan itu harus menjadi pertimbangan,” tuturnya.
Eko menilai prinsip kehati-hatian dan transparansi data menjadi hal penting dalam setiap proses eksplorasi sumber daya alam.
“Semuanya harus bekerja berdasarkan data yang baik dan jujur. Risiko akan ada pada proses eksploitasi dan lingkungan. Tidak mungkin mencukupi kebutuhan energi tanpa riset dan eksploitasi, itu naif. Tapi juga sangat buruk jika eksploitasi dilakukan tanpa mempertimbangkan risiko-risiko yang ada,” tegasnya.
Ia menutup pernyataannya dengan penekanan pentingnya tata kelola yang bersih dan akuntabel.
“Prinsip kehati-hatian itu menjadi penting. Kebiasaan korupsi itu sebagian justru ada di dalam proses pengambilan keputusan ini. Jadi, kita bisa melakukan hal terbaik bagi Negeri ini, mengambil sumber daya alam yang dibutuhkan tanpa menambah risiko bencana di lokasi tersebut," kata dia.
Kabar Trenggalek - Lingkungan
Editor:Zamz












