Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

10 Pasal Kontroversial UU KUHP, Salah Satunya Hukuman Minimal Koruptor Jadi 2 Tahun

Kabar Trenggalek - Dewan Perwalian Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang, pada sidang paripurna (06/12/2022).

Berbagai kalangan masyarakat menilai adanya pasal-pasal kontroversial UU KUHP. Meski UU KUHP yang baru mengalami masa transisi 3 tahun dan berlaku efektif pada 2025, pasal-pasal yang dinilai kontroversial di dalamnya berpotensi merugikan masyarakat di masa depan.

Baca: Pasal Kontroversial RUU KUHP, Puluhan Mahasiswa Trenggalek Turun Jalan 

Melansir dari Watchdoc, setidaknya ada 10 pasal kontroversial UU KUHP.

Pasal 218: Penghinaan terhadap Presiden

[caption id="attachment_24218" align=alignnone width=1080] Pasal 218 KUHP[/caption]

Pasal ini dinilai berpotensi untuk meredam berbagai macam bentuk kritik yang dianggap sebagai sebuah penghinaan. Sehingga perubahan pasal ini menjadi delik aduan dan tidak menghilangkan resiko kriminalisasi.

Pasal 240: Penghinaan terhadap Pemerintah atau Lembaga Negara

[caption id="attachment_24217" align=alignnone width=1080] Pasal 240 KUHP[/caption]

Pasal ini dinilai bisa membuat lembaga negara menjadi anti-kritik dan dapat mengabaikan masukan publik terkait kinerjanya. Hal ini dikarenakan konstruksi frasa yang tidak memberikan detil tafsiran bentuk penghinaan terhadap lembaga negara.

Pasal 433 dan 434: Pencemaran Nama Baik

[caption id="attachment_24213" align=alignnone width=889] Pasal 433 dan 434 KUHP[/caption]

Penghapusan pasal karet pencemaran nama baik dalam Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) dinilai hanya 'pindah rumah' ke UU KUHP. Pasal ini dapat disalahgunakan untuk memidanakan orang lain yang tidak sepaham dengan pandangan yang bersangkutan.

Pasal 411, 412, dan 413: Larangan Hubungan Seks di Luar Nikah

[caption id="attachment_24214" align=alignnone width=1080] Pasal 411, 412, dan 413 KUHP[/caption]

Naila Rosqi, Pengacara HAM dan aktivis perempuan, menilai pasal perzinaan itu tidak memiliki dasar yang jelas. Sebab, menurut Naila, hubungan seks dua orang dewasa tidak ada orang yang dirugikan, kecuali jika ada kekerasan. Ia juga menilai pasal ini juga melanggar wilayah privasi warga negara.

Pasal 603: Hukuman Minimal Koruptor Jadi 2 Tahun

[caption id="attachment_24219" align=alignnone width=1080] Pasal 603 KUHP[/caption]

Pidana koruptor dalam UU KUHP dengan hukuman minimal 2 tahun penjara, dinilai lebih rendah dari hukuman sebelumnya yang diatur dalam UU Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Hal ini dapat mengurangi efek jera terhadap pelaku korupsi.

UU Tipikor mengatur sanksi pidana koruptor paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara. Dalam pasal 603 UU KUHP, koruptor dikenakan denda Paling sedikit kategori II  atau Rp 10 juta dan paling banyak kategori IV atau Rp 2 miliar. Denda ini berkurang dari pasal 2 UU Tipikor, yakni paking sedikit Rp 200 juta.

Pasal 188: Larangan Penyebaran Paham Selain Pancasila

[caption id="attachment_24215" align=alignnone width=1080] Pasal 188 KUHP[/caption]

Pasal ini dituding berpotensi multitafsir dan dapat digunakan  sebagai alat untuk membungkam suara kritis pihak-pihak yang dinilai bertentangan dengan pemerintah.

Pasal 263: Setiap Orang yang Dianggap Menyebar Hoaks Bisa Dipenjara

[caption id="attachment_24216" align=alignnone width=1080] Pasal 263 KUHP[/caption]

Pasal ini dinilai dapat menjadi alat kriminalisasi siapapun yang menyebarkan berita yang 'dianggap' bohong dan berpotensi menyebabkan kerusuhan dalam masyarakat. Pasal ini juga dinilai dapat mengkriminalisasi jurnalis dan mengancam kebebasan pers yang notabene sangat dekat dengan dunia penyiaran dan penyebarluasan berita.

UU KUHP menjadi deretan produk hukum negara yang diprotes oleh berbagai kalangan masyarakat. Alasan protes itu karena tidak melibatkan masyarakat yang akan dirugikan oleh produk hukum negara itu.