Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Warkop KPK Sumbergedong: Tiap Cangkir Kopi Rasanya Berbeda, Disesuaikan Selera Pelanggan

Di balik penampakannya yang biasa-biasa saja, warung kopi KPK ini menyimpan kekhasan yang memikat pelanggannya untuk kembali.

Ruangan 9x3 meter terasa sesak, Kamis (28/11/2024) siang itu. Para-pelanggan membludak. Mereka duduk berjajar di sepanjang kursi yang telah disediakan. Jumlah kursinya ada empat. Di depannya pun terdapat meja. Jumlahnya sama. Kadang saat sedang ramai, ada pelanggan yang duduk di lantai beralaskan tikar lantaran kursi sudah penuh.

Kursi dan meja di tata rapi. Dua pasang mepet tembok bagian timur. Dua pasang lagi mepet di tembok bagian barat, di antara 4 pasang meja kursi yang dibuat melenggang sebagai jalan utama.

Di bagian belakang terdapat kompor dan aneka perkakas seperti gelas, sendok lepek, meja dan kuali bergagang. Ada juga lemari kecil yang dijadikan sekat antara meja pelanggan dan dapur pribadinya. Di atas meja dapur ada bubuk kopi, gula dan susu.

Warung kopi KPK, singkatan dari Komunitas Pecandu Kopi ini tak seperti warung kopi masa kini dengan perlengkapan mahal. Di tempat ini hanya ada alat sederhana. Namun soal rasa, banyak yang mengamini kalau kopinya cocok di lidah.

Warung kopi KPK ini terletak di depan gerbang masuk SD Inovatif Trenggalek, Jl. KH Agus Salim, Sawahan, Sumbergedong, Kecamatan/Kabupaten Trenggalek.

Setiap hari kecuali minggu warung kopi ini biasanya ramai didatangi orang-orang, baik muda maupun tua, baik pekerja swasta atau pegawai.

Pak B Dulunya Montir

Di depan orang-orang duduk, tepat di atas meja, lelaki berperawakan gemuk berkacamata mengaduk kopi. Mereka memanggil dengan sebutan Pak B. Ialah pemilik warung kopi KPK ini.

Jauh-jauh tahun sebelum ia membuka warung kopi, Pak B bekerja sebagai pegawai PDAM di Tuban, sekitar tahun 1986. Tidak betah, ia lantas memutuskan untuk pulang ke Trenggalek, bekerja sebagai montir tepat pada tanggal 14 Februari 1990. Kenangan itu ia ceritakan dengan gamblang.

“Saya masih ingat tanggal dan tahunnya karena saya catat di kayu rumah, 14 Februari 1990 itu saya ikut bekerja di bengkel orang setelah pulang dari Surabaya” terangnya sambil tersenyum saat ditemui di warkopnya.

Lantas pada tahun 1995 saat punya rejeki, ia memutuskan membeli tanah. Baru ia membuka bengkel sendiri. Lokasi bengkelnya tepat di warkop KPK tersebut, sebelum diubah menjadi warung kopi.

Jika berbicara soal mesin motor, ia jago menjelaskan. Saat ini pun jika ada yang bertanya soal problem motor, ia membantu menjawabnya, terkadang juga memperbaikinya langsung.

Tahun 2011 Bengkel Berubah Jadi Warkop

pak-b-warkop-kpk-mengaduk-kopi
Pak B sedang membuatkan kopi untuk pelanggan. KBRT/Trigus

Sejak masih muda, ia suka ngopi. Biasanya selepas mbengkel. Saking hobinya, sehari bisa sampai 5 kali pergi dari warung ke warung. Bahkan, ia mengaku bisa sampai dua kali sehari ke Tulungagung hanya untuk ngopi.

“Ya memang sejak muda saya hobi dari warung ke warung, kadang sampai dua kali pergi ke tulungagung sana demi ngopi,” kenangnya.

Oleh karena sudah piawai mengenali rasa kopi di berbagai tempat, ia memberanikan diri membuka warkop sendiri, mengubah bengkelnya dan berubah profesi.

Setelah 20 tahun jadi montir, ia berpendapat kalau kerja harus semakin ringan dan bersih. Pemikirannya itu jadi alasan untuk memutuskan buka warkop. Tempat yang semuka bengkel ia sulap menjadi warkop.

Ia berkeyakinan bahwa semakin tua usia harus lebih selektif memilih pekerjaan. Bengkel ia nilai pekerjaan berat saat sudah berusia senja. Hal inilah yang membuat ia ingin membuka warung kopi saja.

“Kalau bisa semakin tua kerja semakin ringan, bersih dan dapat uang, soal dapat rejeki Alloh yang ngatur” jelasnya sambil terkekeh.

Karena sebelumnya sudah banyak kenal orang, warung yang baru ia buka langsung ramai dikenali. Banyak teman-temannya saat muda ngopi di tempat tersebut.

Handal Mengingat Selera Pelanggan

kopi-susu-warkop-kpk
Tampak nikmat: Kopi susu buatan pak B. KBRT/Trigus

Banyak pelanggan yang kembali ke warkop KPK karena cocok dengan seduhan Pak B. Ia punya ciri khas mengenali selera setiap pelanggan. Jadi setiap cangkir kopi yang ia buat rasanya tidak sama.

“Kalau sampeyan mau merasakan, masing-masing rasa kopi di meja tersebut rasanya pasti beda, karena saya kenal dengan selera orang” akunya.

Ia tak punya ciri khusus dalam menyajikan kopi kecuali kekhususannya dalam mengingat selera orang.

“Kopi enak itu hanya ego, selebihnya semua sama. Dari dulu kopi itu ya soal encer, kental, manis, pahit. Jadi mana yang jadi kesukaan orang saja lalu saya ingat” ujarnya.

Ia kekeh bahwa nikmatnya kopi tergantung lidah pelanggan bukan lidah pembuat kopi. Menurutnya, membuat kopi enak kuncinya ada pada pengaturan suhu air. Meskipun kopinya enak kalau suhu air tidak pas rasanya tidak cocok.

“Tapi bubuk kopinya harus pas juga lo ya, kalau ndak sesuai ciri khas saya, ya tidak saya beli” ucapnya sore itu.

Tidak semua kopi bubuk bisa ia terima, karena satu alasan yang menarik. Para pelangganya sensitif dengan rasa kopi. Jadi ia tidak neko-neko menyetok berbagai macam jenis bubuk kopi, hanya yang sudah ia tetapkan saja.

“Pelangganku sangat sensitif dengan rasa kopi” ujarnya.

Dipercayai Penikmat Kopi

Rifki Razinudin, penikmat kopi yang juga produsen kopi Jimat, mengakui kalau racikan kopi Pak B sangat khas, tapi bukan pada rasanya tapi khas bagaimana ia menyajikan kopi. Menurutnya, Pak B berjualan mengikuti selera konsumen.

“Yang membuat Pak B terkenal itu karena ia bisa mengenali selera kopi konsumen. Misal saya pesan kopi agak pahit lalu ketika saya rasakan tidak ada komentar, ia akan mengingatnya lagi. Jadi saat besok pesen lagi, rasanya yang seperti itu” jelasnya.

Pak B memang punya ciri khas, ia terkenal dan menambah khazanah dunia kopi di Trenggalek. Meski demikian ia juga senang diajak sharing terkait kopi atau orang pembuat kopi lainnya.

Hari Minggu, warung kopinya hanya buka setengah hari, waktu selebihnya ia gunakan untuk goes. Bersepeda menyusuri jalanan Trenggalek, bahkan sampai keluar kota seperti Tulungagung atau Ponorogo.
 

Editor:Danu S.