KBRT - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Timur mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk segera mencabut izin Hak Guna Bangunan (HGB) yang terbit di laut Sedati, Kabupaten Sidoarjo, serta Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diterbitkan di kawasan laut Pesisir Gersik Putih, Sumenep.
Dalam pers rilis yang dikeluarkan oleh WALHI Jawa Timur, Rabu (22/1/2025), Wahyu Eka Setyawan, Direktur Eksekutif WALHI Jatim menyoroti penemuan Hak Guna Bangunan (HGB) di wilayah laut Desa Segoro Tambak, Kecamatan Sedati, Sidoarjo yang berbatasan langsung dengan Wonorejo, Rungkut, Surabaya. Temuan ini, menurut dia, merupakan bukti buruknya pengelolaan tata ruang di Jawa Timur.
“HGB seluas 656 hektar ini menimbulkan kejanggalan, sebab sesuai aturan, HGB hanya dapat diterbitkan di wilayah daratan dengan peruntukan yang jelas.” kata Wahyu Eka.
Panjangnya sejarah penerbitan HGB ini sejak tahun 1996 menimbulkan pertanyaan besar, terutama karena wilayah yang bersangkutan adalah kawasan laut dan bukan daratan sebagaimana diatur dalam peraturan yang ada.
“HGB di laut Sedati tidak memiliki dasar hukum yang relevan. Sesuai dengan RTRW Jawa Timur 2023 dan Sidoarjo 2019, wilayah tersebut bukan zona reklamasi, melainkan kawasan perlindungan mangrove dan perikanan,” terang Wahyu.
Kasus serupa terdeteksi di Desa Gersik Putih, di mana SHM yang diterbitkan di kawasan laut seluas lebih dari 20 hektar berpotensi merugikan masyarakat, khususnya nelayan yang bergantung pada kawasan tersebut. Konsekuensi dari reklamasi yang direncanakan juga mengundang penolakan keras dari warga setempat.
“Pengeluaran izin yang tidak sesuai dengan RTRW menunjukkan adanya kekacauan dalam pengelolaan tata ruang. Pemerintah harus menegakkan rencana tata ruang sesuai dengan peruntukannya, dan lebih mengutamakan keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut,” tambah Wahyu.
Sementara itu, ancaman kerusakan ekosistem akibat alih fungsi lahan dan rekayasa ruang laut semakin meningkat. WALHI Jawa Timur menegaskan perlunya langkah tegas dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Mereka mendesak Kementerian ATR/BPN untuk segera mencabut izin yang bermasalah dan memastikan bahwa praktik pengelolaan tata ruang dilakukan secara transparan dan berorientasi pada keberlanjutan.
Juga, WALHI meminta Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja Kementerian ATR/BPN serta mengusut dugaan praktik korupsi dalam penerbitan izin HGB. “Masyarakat berhak mendapatkan ruang hidup yang aman dan lestari. Mari hentikan pengrusakan ekosistem laut demi masa depan generasi mendatang,” tutup Wahyu.
Dengan tekanan yang terus meningkat, masyarakat dan aktivis lingkungan berharap agar Kementerian ATR/BPN segera mengambil tindakan untuk melindungi kawasan pesisir dan laut dari kerusakan yang lebih parah.
Kabar Trenggalek - Lingkungan
Editor:Danu S