Wacana Presiden Prabowo yang konon hendak memutihkan utang bank 6 juta petani dan nelayan mendapatkan tanggapan dari pakar. Pemutihan utang itu berpotensi akan berdampak pada perusahaan asuransi kredit dan perusahaan penjaminan.
Abitani Taim, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA) menyarankan, sebelum kebijakan pemutihan utang dieksekusi, pemerintah perlu mencermati lagi utang yang diputihkan atau dihapus itu apakah hanya kredit macet atau keseluruhan outstanding utang nelayan dan petani.
"Kalau hanya berlaku pada kredit macet, lalu bagaimana dengan yang sudah diklaim asuransi kreditnya? Apakah bisa juga di-recovery dari bank-nya?" ujar Abitani seperti dikutip dari bisnis.com.
Sebelum penghapusan utang, lanjut Abitani, perusahaan asuransi atau penjaminan harus membuat aturan atas kebijakan pemerintah tersebut, agar tak menjadi beban bagi perusahaan, karena mereka tidak dapat menagih kembali uang jaminan atas kredit macet tersebut.
"Perusahaan harus mengevaluasi iuran penjaminan atau asuransi kreditnya juga mempertimbangkan risiko penghapusan utang itu, termasuk meningkatkan cadangannya," papar Abitani.
Apalagi, dia berpandangan jika ketahanan industri asuransi dan penjaminan saat ini menantang, karena portofolio yang besar serta jangka waktu penjaminan panjang. Ditambah peraturan OJK yang mengatur kembali jaminan atau manfaat yang dapat diberikan oleh perusahaan asuransi baik umum dan jiwa.
"Ditambah hardening market reasuransi. Belum lagi kesulitan dalam me-recoveryjaminan atau klaim yang sudah dibayar," ujarnya.
Sebelumnya, rencana menghapus utang bank dari 6 juta nelayan dan petani disampaikan oleh Hashim Djojohadikusumo, adik Presiden Prabowo. Hashim menyampaikan, Perpres yang mengatur pemutihan utang itu tengah disiapkan Menteri Hukum Supratman Andi Atgas.
Editor:Danu S