Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Volume Sound Horeg Bisa Rusak Pendengaran, Warga Trenggalek Diimbau Waspada

  • 13 Jul 2025 08:00 WIB
  • Google News

    KBRT - Fenomena penggunaan "sound horeg" dalam berbagai kegiatan karnaval di Trenggalek menuai perhatian serius dari Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (Dinkesdalduk KB). Alasannya, intensitas suara ekstrem dari sound horeg berpotensi mengganggu kesehatan masyarakat.

    Sound horeg kerap digunakan dalam iring-iringan karnaval desa maupun kota. Sistem audio bersuara keras ini biasanya dipasang pada kendaraan, menghasilkan suara pecah yang mencolok dan menarik perhatian publik. Namun, dampak kebisingannya tak bisa dianggap sepele.

    Kepala Dinkesdalduk KB Trenggalek, dr. Sunarto, menegaskan bahwa paparan suara dengan tingkat desibel tinggi dapat menimbulkan gangguan serius pada tubuh manusia.

    "Kadang kebisingan tidak bisa kita hindari. Tapi ketika melampaui batas waktu dan ambang yang ditentukan, maka harus diwaspadai karena dapat merugikan kesehatan," ujar Sunarto saat dikonfirmasi.

    Sunarto mengacu pada aturan dalam Permenakertrans Nomor Per.13/Men/X/2011. Dalam regulasi tersebut, batas aman kebisingan 85 desibel (dB) adalah maksimal 8 jam. Jika meningkat ke 94 dB, waktu aman hanya 1 jam. Sedangkan untuk 115 dB, paparan maksimal hanya 58 detik. Suara di atas 130 dB bahkan bisa memicu kerusakan pendengaran dalam waktu kurang dari 1 detik.

    Menurut Sunarto, volume rata-rata sound horeg berada pada kisaran 135 hingga 139 dB—lebih keras dari sirene ambulans dan suara pesawat saat lepas landas.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    "Bising bernada tinggi dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, sakit kepala, mual, hingga gangguan tidur. Dalam jangka panjang, ini bisa memicu stres hingga penyakit psikosomatik," terangnya.

    Ia menambahkan, kebisingan ekstrem juga berdampak pada sistem saraf, komunikasi, dan keseimbangan tubuh.

    “Komunikasi menjadi terganggu, bahkan bisa membahayakan karena tidak terdengarnya isyarat atau tanda bahaya,” imbuhnya.

    Dinkes menyarankan beberapa upaya pencegahan, antara lain menghindari pemukiman dekat sumber suara bising, memasang isolasi suara, serta menggunakan pelindung telinga saat berada di sekitar perangkat audio bersuara keras.

    Masyarakat juga diajak mengurangi volume alat elektronik di rumah, tidak membunyikan klakson sembarangan, dan aktif mengedukasi lingkungan sekitar mengenai bahaya kebisingan berlebih.

    “Kadang kita tidak dapat memilih, tapi bisa menyiasati agar tetap sehat dan tidak terdampak secara signifikan,” pungkas Sunarto.

    Kabar Trenggalek - Kesehatan

    Editor:Lek Zuhri

    ADVERTISEMENT
    BPR Jwalita