Penghapusan Ujian Nasional (UN) di Indonesia sejak 2021 merupakan perubahan besar dalam paradigma evaluasi pendidikan nasional. UN yang selama ini menjadi tolak ukur utama kelulusan siswa, dianggap membawa beban psikologis yang sangat besar dan menekankan hafalan materi yang kadang mengabaikan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas siswa. Penghapusan UN bertujuan mendukung transformasi sistem pendidikan menjadi lebih adil, objektif, dan berorientasi pada pengembangan kompetensi secara menyeluruh.
Sebagai pengganti UN, pemerintah mulai mengimplementasikan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sejak November 2025, khususnya untuk jenjang SMA dan SMK. TKA mengadopsi pendekatan yang lebih modern dan komprehensif dalam mengukur kemampuan akademik siswa. Alih-alih memfokuskan pada hafalan, TKA menilai kompetensi inti seperti pemahaman konsep, analisis, daya nalar, dan kemampuan berpikir kritis melalui suatu konsep yang dikenal dengan nama Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Daftar Isi [Show]
Apa itu HOTS?

Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah kemampuan untuk berpikir secara kritis, analitis, kreatif, dan reflektif dalam memecahkan masalah dan mengambil keputusan. Berbeda dengan kemampuan berpikir dasar yang hanya melibatkan mengingat dan menyebutkan kembali informasi, HOTS menuntut siswa untuk mampu menghubungkan, memanipulasi, serta menerapkan pengetahuan dalam konteks yang baru dan kompleks.
Contohnya, siswa dengan kemampuan HOTS akan diminta menganalisis kasus atau situasi, membuat solusi baru, mengevaluasi informasi secara objektif, serta mengembangkan gagasan kreatif. Pengembangan HOTS dalam pendidikan sangat penting karena menjawab tuntutan abad ke-21, di mana kemampuan berpikir kritis dan inovatif menjadi kunci utama menghadapi tantangan masa depan.
Kelebihan dan Kritik terhadap Penghapusan Ujian Nasional
Selama ini, UN mendapat kritik karena menimbulkan tekanan berat bagi siswa yang merasa ujian tersebut menentukan masa depan mereka. Selain itu, ketimpangan akses sumber belajar di berbagai wilayah menyebabkan hasil UN tidak seimbang. Penghapusan UN diharapkan dapat mengurangi stres berlebihan serta memberi ruang lebih luas bagi pengembangan karakter, kreativitas, dan pembelajaran bermakna di sekolah.
Namun, tanpa UN sebagai standar nasional yang ketat, ada kekhawatiran disparitas penilaian antar sekolah dan potensi turunnya motivasi belajar siswa. Jika tidak disertai sistem pengganti yang efektif, penghapusan UN berisiko menimbulkan ketidakteraturan evaluasi serta menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap standar pendidikan nasional.
Tes Kemampuan Akademik (TKA): Inovasi dalam Evaluasi Pendidikan
Sebagai jawaban atas tantangan ini, pemerintah memperkenalkan Tes Kemampuan Akademik (TKA) sebagai instrumen pengganti UN. Dimulai November 2025 untuk siswa SMA/SMK dan akan diperluas untuk SD dan SMP pada 2026, TKA memberikan data objektif mengenai kemampuan akademik siswa. Hasil TKA digunakan untuk:
- Validasi rapor dan prestasi siswa
- Penentu seleksi masuk perguruan tinggi jalur prestasi
- Menyetarakan mutu antar jalur dan wilayah pendidikan
- Memetakan kualitas pendidikan nasional sebagai bahan kebijakan peningkatan mutu
Pelaksanaan TKA dilakukan secara daring di ribuan lembaga termasuk madrasah dan pondok pesantren. Sistemnya menjamin integritas dan efisiensi, serta mendapat dukungan luas karena menilai penguasaan konsep serta kemampuan berpikir tingkat tinggi (melalui HOTS), bukan sekadar hafalan.
Dampak dan Potensi Perubahan Pendidikan Melalui TKA
TKA membuka peluang perbaikan sistem evaluasi dengan lebih mengakomodasi kebutuhan siswa dan sekolah secara objektif dan komprehensif. Fokus utama pada kemampuan berpikir kritis, analitis, dan kreatif membantu menciptakan lulusan yang tidak hanya pintar secara akademis, tetapi juga siap menghadapi tantangan dunia yang terus berubah.
Meski demikian, keberhasilan TKA sangat bergantung pada kesiapan pelaksanaan, termasuk:
- Pelatihan guru agar mampu mengintegrasikan HOTS dalam pembelajaran
- Penyediaan infrastruktur teknologi untuk ujian daring
- Sosialisasi dan persiapan siswa agar TKA tidak menjadi beban tambahan
- Evaluasi berkelanjutan untuk mengurangi disparitas dan menjaga keadilan
Beberapa siswa mengeluhkan waktu persiapan yang singkat, yang menjadi pelajaran penting untuk perbaikan ke depan.

Apakah TKA Mampu Mengubah Dunia Pendidikan Indonesia?
Dari sudut pandang saya, TKA memiliki potensi besar untuk mengubah wajah pendidikan Indonesia menjadi lebih baik. Dengan pendekatan asesmen yang modern dan komprehensif serta menurunkan ketergantungan pada hafalan, TKA mendorong pengembangan kemampuan berpikir kritis dan analitis yang sangat dibutuhkan saat ini. Namun, perubahan evaluasi saja tidak cukup tanpa diikuti perbaikan mutu pembelajaran, peningkatan kapasitas guru, dan pemerataan fasilitas belajar.
Jika diimplementasikan secara konsisten dengan dukungan sistem pendukung yang kuat, TKA dapat menjadi alat efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Melalui kolaborasi antara pemerintah, pendidik, siswa, dan masyarakat, dunia pendidikan Indonesia punya peluang besar untuk menjadi lebih adil, bermutu, dan relevan dengan kebutuhan masa depan.
Penghapusan Ujian Nasional merupakan titik awal transformasi evaluasi pendidikan yang positif, mengganti fokus dari ujian hafalan ke asesmen kompetensi dengan pendekatan HOTS. Tes Kemampuan Akademik sebagai pengganti membawa metode evaluasi yang lebih objektif dan berorientasi pada pengembangan keterampilan abad ke-21. Keberhasilan reformasi ini tergantung pada kesiapan implementasi dan dukungan menyeluruh dari semua pihak.
Dengan terpenuhinya semua elemen tersebut, dunia pendidikan Indonesia dapat berkembang lebih baik, menghasilkan lulusan berkualitas yang mampu bersaing secara global.
Kabar Trenggalek - Opini
Editor:Tim Redaksi














