Tiga petani Pakel Banyuwangi divonis lima tahun enam bulan atas kasus penyebaran atau berita bohong. Amar putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim, Moehammad Pandji Santoso dan majelis hakim lainnya, Kamis (26/10/2023) di Pengadilan Negeri (PN) di Banyuwangi.
Dalam sidang terbuka yang diikuti oleh perwakilan petani sebanyak 21 orang itu, dibuka tepat pukul 12.07 WIB dengan terdakwa pertama, Suwarno. Pembacaan putusan berlangsung selama satu setengah jam, tepat pukul 13.30 WIB, terdengar ketuk palu hakim menutup persidangan.
Tak berselang lama, terdakwa kedua, Mulyadi memasuki ruang sidang. Waktu menunjukkan pukul 14.56 WIB saat hakim menjatuhkan vonis terhadap Mulyadi. Terdapat skorsing beberapa waktu sebelum majelis hakim melanjutkan sidang putusan terhadap Untung. Sidang putusan tersebut usai pukul 17.08 WIB.
Di muka pengadilan, hakim Pandji mengatakan bahwa Suwarno, Mulyadi, dan Untung telah terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan penyebaran berita bohong. Ketiga petani itu menurut majelis hakim, sengaja menerbitkan keonaran dikalangan warga sebagaimana dalam dakwaan primer penuntut umum.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana selama lima tahun dan enam bulan,” vonis hakim Pandji.
Seisi ruangan yang didominasi petani Pakel itu hening. Para petani menundukkan kepala mafhum hukum tidak memihak mereka.
Lebih rinci, majelis hakim menyebutkan ketiganya terbukti bersalah melanggar Pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang Keonaran. Melalui penasihat hukum tiga petani Pakel, Ramli Himawan, menyatakan dengan pertimbangan vonis yang dijatuhkan majelis hakim terlalu tinggi.
“Lima tahun enam bulan untuk perkara yang seharusnya merupakan konflik agraria terlebih dahulu, malah tergesa-gesa didahului oleh persidangan pidana,” ungkap penasihat hukum yang tergabung dalam Tim Kerja Advokasi Gerakan untuk Rakyat untuk Kedaulatan Agraria dan Sumberdaya Alam (TekAD GARUDA) itu.
Ramli menyatakan, terdapat beberapa keganjilan yang terjadi selama proses peradilan. Mulai dari beberapa pledoi atau nota pembelaan yang telah disampaikan terdapat beberapa poin yang tidak dinilai oleh majelis hakim. Begitu juga terkait dengan keabsahan akta 1929 yang hanya mendasarkan pada keterangan saksi Suparmo.
“Sebelumnya, saksi Suparmo menyatakan bahwa telah melakukan verifikasi kepada beberapa otoritas atau lembaga negara. Hasil dari verifikasi tersebut diperoleh pendapat dari pejabat tersebut yang menyatakan bahwa akta 1929 tidak sah,” terang Ramli.
Ramli mempertanyakan kredibilitas dan kewenangan otoritas atau lembaga yang dimintai pendapat tersebut untuk menyatakan keabsahan Akte 1929. Ia juga menekankan kejanggalan mengenai fakta persidangan yang diungkapkan majelis hakim.
“Seharusnya keterangan saksi Suparmo itu diuji terlebih dahulu, dengan memanggil beberapa pihak-pihak yang mengaku sudah memberikan advice atau pendapat terkait dengan keabsahan akta 1929," kata Ramli.
"Pertanyaannya satu, apakah pihak-pihak atau otoritas lembaga itu mempunyai kewenangan untuk menyampaikan pendapat itu? KLHK, Sekneg, KSP, dan menteri ATR/BPN. Apakah keempat lembaga yang disampaikan oleh Suparmo memiliki otoritas untuk menyampaikan keabsahan suatu akta?” tambahnya.
Setelah melihat janggalnya proses peradilan dan tingginya masa hukuman yang dijatuhkan kepada tiga petani Pakel, akan ada langkah advokasi lanjutan. Ramli juga memaparkan bahwa pasca berdiskusi dengan ketiga terdakwa, mereka sepakat untuk menempuh upaya banding.
“Kami sudah mengonsultasikan dengan ketiga terdakwa, kami berunding dan bersepakat akan mengajukan upaya banding dalam tujuh hari ke depan,” tandas Ramli.