Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Mikroplastik: Ancaman Tak Kasatmata bagi Masa Depan Indonesia

Oleh: M. Irfan Hadi – Pemerhati Kebijakan Lingkungan dan Akademisi

  • 30 Jun 2025 07:00 WIB
  • Google News

    KBRT - Dalam keseharian kita, plastik telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Dari bungkus makanan hingga botol minuman, hampir semua aktivitas manusia modern bersentuhan dengannya. Namun, siapa sangka bahwa serpihan kecil dari plastik—yang kita sebut mikroplastik—perlahan tengah menyusup ke dalam tubuh manusia, laut, dan sistem pangan kita. Ironisnya, ancaman ini justru jarang menjadi sorotan serius dalam kebijakan lingkungan, terutama di daerah-daerah pesisir seperti Trenggalek.

    Mikroplastik adalah partikel plastik berukuran kurang dari lima milimeter. Ia bisa berasal dari pelapukan plastik berukuran besar, atau memang diproduksi langsung dalam ukuran mikro, seperti pada produk kecantikan atau tekstil sintetis. Penelitian di beberapa wilayah perairan Indonesia menunjukkan bahwa mikroplastik telah ditemukan dalam tubuh ikan, garam laut, bahkan air minum dalam kemasan. Artinya, mikroplastik bukan hanya masalah laut—ia merupakan ancaman serius bagi kesehatan publik.

    Di Trenggalek, yang memiliki garis pantai panjang dan potensi wisata bahari seperti Pantai Mutiara, fenomena ini mengintai dalam diam. Setiap wisatawan yang membuang sampah sembarangan, setiap limbah rumah tangga yang tidak terolah dengan baik, berpotensi memperparah akumulasi mikroplastik di laut.

    Tak hanya mencemari laut, mikroplastik juga mengganggu rantai makanan. Plankton, ikan, burung laut, hingga kerang dapat menelan partikel ini. Dan ketika manusia mengonsumsi ikan atau hasil laut lainnya, mikroplastik itu pun ikut masuk ke tubuh. Beberapa studi menyebutkan bahwa partikel plastik mampu mengandung atau menyerap zat kimia berbahaya, seperti logam berat dan pestisida. Kombinasi ini dapat memicu gangguan hormonal, peradangan kronis, bahkan penyakit degeneratif dalam jangka panjang.

    Sayangnya, hingga kini, kebijakan nasional maupun daerah belum secara khusus mengatur soal mikroplastik. Pengelolaan sampah masih berfokus pada volume, bukan jenis dan dampaknya. Di sisi lain, edukasi publik pun masih minim. Masyarakat belum menyadari bahwa membakar sampah plastik atau membuangnya ke sungai bukan sekadar tindakan ceroboh, melainkan menciptakan bom waktu ekologis.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    Di tingkat daerah seperti Jawa Timur, khususnya kabupaten pesisir seperti Trenggalek, dibutuhkan kebijakan adaptif berbasis bukti. Mulai dari pelarangan plastik sekali pakai, pemberdayaan bank sampah berbasis desa, hingga kampanye bersih pantai secara periodik yang terintegrasi dengan edukasi mikroplastik di sekolah-sekolah.

    Mikroplastik bukan sekadar isu teknis, tetapi persoalan gaya hidup, kesadaran, dan kebijakan. Kita memerlukan sinergi antara masyarakat, pemerintah, akademisi, dan sektor swasta. Edukasi berbasis sekolah dan komunitas, riset lokal tentang mikroplastik di laut selatan Jawa, serta regulasi berbasis data harus segera dirumuskan. Jangan sampai kita menunggu hingga dampaknya akut dan tak bisa dibalikkan.

    Trenggalek memiliki peluang menjadi pelopor wilayah sadar mikroplastik di Jawa Timur—bukan karena benar-benar bebas dari mikroplastik, tetapi karena memiliki kesadaran dan respons yang cepat. Kesadaran itu harus dimulai sekarang, sebelum laut, sungai, dan tubuh kita benar-benar dipenuhi partikel plastik yang tak bisa terurai.

    “Ilmu tanpa aksi adalah wacana. Aksi tanpa refleksi adalah kebingungan. Tapi ilmu yang dijalankan dengan refleksi itulah yang mengubah dunia.”

    Kabar Trenggalek - Opini

    Editor:Redaksi

    ADVERTISEMENT
    BPR Jwalita