Greenpeace Indonesia melakukan survei tentang pentingnya beralih atau bertransisi ke ekonomi hijau. Hasil survei itu mengungkapkan berbagai isu lingkungan, sosial dan ekonomi yang dianggap krusial oleh mayoritas generasi muda, serta desakan untuk beralih ke ekonomi hijau.
Survei diadakan secara daring pada 9 Januari – 1 Februari 2024 terhadap 600 responden di seluruh Indonesia. Mayoritas (49%) dari total responden berasal dari generasi Z dengan rentang usia 18-26 tahun, disusul oleh generasi milenial (39%) yang berusia 27-42 tahun.
Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, menyebut perlu upaya yang lebih kuat untuk mengatasi masalah ketimpangan ekonomi dan kerusakan lingkungan di Indonesia. Hal itu demi menjamin kehidupan yang lebih layak bagi anak muda serta generasi mendatang.
“Berbagai solusi yang dilakukan anak muda untuk mengatasi masalah ketimpangan ekonomi dan kerusakan lingkungan saat ini perlu didukung oleh upaya yang lebih kuat dari pemerintah,” ujar Leonard dilansir dari laman Greenpeace Indonesia.
“Transisi ke ekonomi hijau bisa menjadi solusi untuk mengurangi ketimpangan sosial dan ekonomi, sekaligus menjaga Bumi kita dari dampak krisis iklim yang semakin parah," tambahnya.
Leonard mengatakan, para pasangan calon presiden dan wakil presiden yang saat ini maju dalam pemilu 2024 harus mampu menghasilkan terobosan kebijakan agar Indonesia bisa segera beralih dari ketergantungan terhadap industri ekstraktif.
“Perlu komitmen yang lebih ambisius dari para pasangan capres dan cawapres untuk bisa mewujudkan ekonomi hijau, bukan sekadar janji politik untuk menjamin kesejahteraan serta kesehatan generasi muda,” terangnya.
Dalam survei Greenpeace Indonesia, beberapa isu lingkungan yang menjadi perhatian generasi muda diantaranya isu pengelolaan sampah rumah tangga (80%), cuaca ekstrem akibat krisis iklim (79%), pengelolaan limbah industri (78%) dan polusi udara (76%).
"Selain itu, deforestasi yang masih terus terjadi serta kerusakan lingkungan di wilayah-wilayah pertambangan juga menjadi perhatian anak-anak muda, terutama di luar jawa. Tak hanya menyoroti isu lingkungan, anak muda yang berpartisipasi dalam survei ini pun menyoroti berbagai isu sosial dan ekonomi yang terjadi saat ini," ungkap Leonard.
Masalah utama yang disoroti adalah soal keterbatasan lapangan kerja, yang menjadi perhatian bagi 74% responden survei, ketimpangan ekonomi yang disoroti oleh 62% responden, serta ketidakmerataan akses kesehatan dan pendidikan yang dianggap penting oleh masing-masing 57% responden.
Hasil pengamatan dan pengalaman para anak muda yang mengisi survei ini juga menunjukkan perhatian mereka terhadap isu kesejahteraan, terutama bagi pekerja serta masalah ke akses pendidikan dan kesehatan yang memadai.
"Di isu kesejahteraan pekerja, responden menilai banyak kasus gaji yang tidak seimbang dengan jam kerja yang berlebihan. Masalah upah rendah bagi pekerja di luar Jabodetabek serta tidak adanya jaminan pensiun bagi karyawan kontrak," papar Leonard.
Anak muda juga menilai terbatasnya akses pendidikan yang layak di pedesaan. Hal ini mengakibatkan adanya ketimpangan wawasan antara masyarakat di kota dan desa. Padahal, akses pendidikan yang baik dapat membuka kesempatan kerja yang lebih besar untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan ekonomi.
"Ketimpangan kualitas layanan dasar antara desa dan kota pun kembali menjadi perhatian utama bagi anak muda. Mereka menyoroti soal kurangnya akses ke perawatan kesehatan, termasuk kesehatan mental, di daerah terpencil lantaran langkanya layanan, lokasi dan biaya yang belum terjangkau," jelas Leonard.
Dalam survei ini sejumlah responden juga telah melakukan beberapa upaya pribadi untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi, sosial dan lingkungan yang terjadi di sekeliling mereka.
"Meski demikian, sebagian besar responden menyebut adalah tanggung jawab pemerintah untuk menghadirkan aturan hukum yang dapat mengatasi masalah ekonomi, sosial, dan lingkungan," tandas Leonard.