Kabar TrenggalekKabar Trenggalek
Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC / Click X icon to close

My Account

Petani Muda Trenggalek Sulap Lahan Sempit Jadi Ladang Selada Hidroponik Berkualitas

  • 05 Jul 2025 12:00 WIB
  • Google News

    KBRT – Pertanian hidroponik, metode bercocok tanam tanpa media tanah, terbukti cocok untuk membudidayakan selada. Teknik ini menjadi solusi efisien dalam menjawab tingginya kebutuhan selada di Kabupaten Trenggalek, yang selama ini masih bergantung pada pasokan dari luar daerah.

    Hal tersebut diungkapkan Achmad Zaky Alfandi (24), petani milenial asal Kelurahan Tamanan, Kecamatan Trenggalek. Selama empat tahun terakhir, Zaky menekuni pertanian selada hidroponik dan melihat potensi besar yang belum banyak dimanfaatkan masyarakat lokal.

    “Satu bulan yang lalu, dari lahan hidroponik 10×5 meter saya dapat menghasilkan 80 kilogram selada, itupun belum bisa memenuhi seluruh permintaan pelanggan saya sendiri,” ujarnya kepada KBRT.

    Petani muda yang akrab disapa Zaky ini memulai pertaniannya pada tahun 2020 secara otodidak. Belajar melalui media sosial, ia memulai dengan 10 pipa paralon berukuran 4 meter dan kini telah berkembang hingga 28 pipa di lahan miliknya di RT 2 RW 1 Kelurahan Tamanan.

    “Saya memilih bertani selada karena lihat harganya yang stabil dan tetap bagus di Trenggalek, berbeda dengan sawi atau kangkung,” katanya.

    Sulap lahan di Trenggalek jadi perkebunan selada. KBRT/Nandika

    Zaky mencatat harga tertinggi selada hidroponik yang pernah ia jual mencapai Rp50.000 per kilogram. Lonjakan harga tersebut terjadi saat pasokan sayur dari Malang terganggu akibat demonstrasi sopir truk Over Dimension Over Load (ODOL).

    Rata-rata harga yang ia terima berkisar Rp25.000. Menurutnya, jika pasokan sayur dari luar kota terhambat, harga sayur lokal akan meningkat drastis. Situasi ini menunjukkan pentingnya ketahanan pangan daerah, sekaligus menjadi pembelajaran nyata untuk Makin Tahu Indonesia bahwa pertanian lokal mampu menjawab kebutuhan pasar.

    ADVERTISEMENT
    Migunani

    “Maka dari itu sebenarnya saya ingin sekali mengenalkan metode bertani selada hidroponik ini di Trenggalek, agar kebutuhan selada di sini dapat dipenuhi tanpa harus selalu bergantung dari daerah lain,” paparnya.

    Ia menambahkan, metode ini cocok bagi siapa saja, termasuk anak muda dan ibu rumah tangga, sebagai penghasilan tambahan. Saat ini, produksi selada lokal baru mampu memenuhi sekitar 20 persen dari total kebutuhan pasar di Trenggalek.

    Saat awal merintis, Zaky menginvestasikan modal sekitar Rp11 juta. Namun, ia mengklaim modal tersebut kembali dalam waktu kurang dari tujuh bulan, tergantung fluktuasi harga pasar.

    “Untuk perawatan setiap hari juga ringan, tidak ada pestisida maupun pupuk lagi. Kebutuhan tanaman sudah tercukupi dari nutrisi lewat air yang berputar otomatis dari tandon dengan pompa air,” tuturnya.

    Biaya listrik untuk pompa air tidak sampai Rp100 ribu per bulan. Sementara larutan nutrisi khusus untuk tanaman dibelinya seharga Rp120 ribu per 5 liter, cukup untuk satu bulan pemakaian.

    Selain praktis dalam perawatan, selada hidroponik juga memiliki keunggulan dari segi kualitas dan ketahanan. Dalam suhu ruangan, selada hidroponik bisa bertahan segar selama tiga hingga empat hari, jauh lebih lama dibandingkan selada konvensional yang mudah layu dalam dua hari.

    “Kalau cuaca itu bagusnya terus panas untuk hidroponik. Karena kalau hujan terus menerus, tanaman lambat tumbuhnya,” pungkasnya.

    Kabar Trenggalek - Sosial

    Editor:Zamz

    ADVERTISEMENT
    BPR Jwalita