Kabar TrenggalekKabar Trenggalek

Press ESC to close

Pernikahan Dini di Trenggalek Tinggi, Pemerintah Kelabakan Cari Solusi

Kabar Trenggalek - Angka pernikahan dini di Trenggalek tak lain sama dengan jargon 'Meroket', artinya naik tinggi. Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Trenggalek, pesimistis persentase pernikahan dini turun signifikan dalam satu atau dua tahun ke depan, Jumat (30/09/2022).

Alasannya, sampai kini pemerintah belum menemukan formula jitu yang mampu menekan kasus nikah dini secara efektif dan efisien.

Kabid Perlindungan Anak, Dinsos PPPA, Christina Ambarwati, menjelaskan pendataan pernikahan anak dimulai sejak 2021 lalu. Data itu tidak bisa dibandingkan dengan 2020 karena terdapat perbedaan variabel usia. Kini minimal syarat nikah sesuai Undang-Undang no 16 tahun 2019, laki-laki dan perempuan berusia minimal 19.

Baca: Kemiskinan Jadi Alasan Pernikahan Dini di Trenggalek Tinggi, Ini Langkah Pemkab

Berdasar pendataan Dinsos PPPA per 2021, persentase kasus pernikahan anak di Kabupaten Trenggalek sudah mencapai 15,33 persen atau setara 956 kasus per 2021.

Persentase itu lebih tinggi dibanding rata-rata nasional sebatas 9 persen. 

“Sehingga Bupati Trenggalek menginstruksikan untuk menekan kasus pernikahan anak,” ungkap Tina.

Menurut Tina, pemberian dispensasi pernikahan anak karena pihak perempuan yang terlanjur hamil sebetulnya memiliki persentase lebih sedikit, yakni sebatas 25 persen. Sisanya 75 persen adalah mereka yang masuk kategori kelompok rentan.

Baca: Ternyata Pernikahan di Trenggalek Terbiasa Pakai Jasa Dukun ini

“Masih bisa kita tunda. Meskipun belum ada penelitian, yang jelas mereka adalah kelompok anak rentan, drop out [DO], atau pola pengasuhan dan pengawasan orang tua yang kurang baik,” ungkapnya.

Melalui data itu, Dinsos PPPA masih mencari formula yang sekiranya tepat untuk menyelamatkan masa depan anak. Apalagi, ketika memiliki batas minimal menikah usia 19, maka pada usia di bawah itu masa tumbuh kembang anak belum sempurna.

Di antara formula itu, kata Tina, adalah program nol perkawinan anak di desa-desa. Namun, pihaknya belum bisa memastikan program itu benar-benar mampu meniadakan kasus perkawinan anak hingga nol kasus.

Baca: Pernikahan Dini dan Cerai Tinggi di Trenggalek, Lima Duda dan Janda Per Hari

“Program ini sebagai visi, karena tidak mungkin bisa mencapai nol atau sama sekali tidak ada kasus,” ujarnya.

Sementara, realisasi program nol perkawinan anak itu dengan membangun komitmen lintas organisasi perangkat daerah, masyarakat, pemdes, hingga tokoh agama. 

“Untuk menekan perkawinan anak secara kolaboratif dengan membangun SOP,” imbuhnya.

Tinggalkan komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Kolom yang wajib diisi ditandai dengan *